Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Dari Obrolan, Tak Selalu Berita

Kasus letkol hanafi pengawal ibnu sutowo yang membantah berita sinar harapan lewat media lain. menggunakan hak jawab yang nyasar.

8 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU hasil obrolan di Jl. Tanjung, Jakarta, telah menggegerkan. Asal mulanya reporter Sinar Harapan berusaha mewawancarai bekas Direktur Utama Pertamina, dr. Ibnu Sutowo, sehubungan dengan pertanyaan 7 anggota DPR mengenai kepemimpinannya dulu, kepada Presiden Soeharto. Tapi Ibnu hari itu sedang bermain catur dan menolak diwawancarai, seperti disampaikan pernbantu dekatnya, Letnan Kolonel Hanafi. Sekalipun gagal bertemu Ibnu, ternyata sang reporter memperoleh keterangan menarik. Buktinya SH (23 Februari) muncul dengan berita utama terutama Mengenai Jawaban Nomor Dua: Ibnu Sutowo Juga Ingin Tahu Jawaban Pemerintah. Ibnu, kata Letkol Hanafi, yang dikutip SH sangat berkepentingan dengan pertanyaan ke-7 anggota DPR tadi. Tapi esok paginya Hanafi menyanggah berita utama itu lewat Kepala Pusat Penerangan Hankam. Juga Hanafi via wawancara Suara Karya menyatakan ia merasa tidak pernah memberikan keterangan pers atau wawancara dengan SH. Tentu saja SH kaget. Pimpinan koran itu rupanya bersedia dipertemukan dengan Hanafi dan mengaku bahwa pemberitaannya adalah berdasarkan keyakinan akan "kebenaran, iktikad baik dan kode etik kewartawanan." Apa sebenarnya yang terJadi? Berita bohong, ataukah sumber berita kurang memahami kedudukan wartawan SH ketika itu? Ketika itu mungkin terjadi percakapan pendek, setelah Hanafi menyampaikan pesan Ibnu. Mungkin ia terpancing oleh pertanyaan sang wartawan. Tapi karena sumber itu tidak berpesan apa-apa, sang wartawan menganggap percakapan itu bisa disiarkan. Kalau kemungkinan itu benar terjadi, Suardi Tasrif SH, Ketua Dewan Kehormatan PWI menyalahkan sang wartawan. Ketika bertemu dengan sumber berita, menurutnya, sang wartawan seyogyanya menjelaskan percakapan itu adalah suatu wawancara yang akan disiarkan. Walau demikian, sumber berita yang merasa dirugikan, bisa menggunakan hak jawabnya untuk mengemukakan kebenaran. Hak jawab itupun seyogyanya disampaikan pada kesempatan pertama kepada surat-kabar yang pertama kali menyiarkannya. Dalam kasus Hanafi, pimpinan SH tampaknya merasa risi dengan "hak jawab" yang disampaikan Hanafi kepada Hankam. Tapi Brigadir Jenderal Goenarso S.F., Kepala Puspen Hankam menyebut hal itu sebagai "laporan bawahan kepada atasan, bukan penggunaan hak jawab."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus