Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku berduka atas wafatnya ekonom Faisal Basri pada Kamis, 5 September 2024. Sebagai pejabat pemerintah, Luhut menyatakan selalu mendengarkan kritik dari Faisal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kritik beliau saya dengarkan. Saya terkejut, dan saya upayakan betul bisa melayat ke sini. Selamat jalan Pak Faisal, kami masih meneruskan pekerjaan yang Anda kritisi itu” kata Luhut usai melayat di kediaman Faisal di kawasan Gudang Peluru, Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam keterangan tertulisnya, Luhut juga mengaku merasa kehilangan atas meninggalnya Faisal Basri. Bagi dia Faisal adalah seorang ekonom yang telah banyak berkontribusi pada kebijakan-kebijakan ekonomi Indonesia sejak era reformasi hingga saat ini.
Menko Luhut mengungkapkan pertemuan terakhirnya dengan Faisal Basri terjadi pada 2021, setelah Indonesia menghadapi gelombang pertama pandemi Covid-19.
“Terakhir ketemu Pak Faisal pada tahun 2021 setelah Covid-19. Pada saat itu, beliau memberikan masukan yang sangat berharga dalam mendesain PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dari sisi ekonomi. Masukannya membantu kita menjaga keseimbangan antara kesehatan dan ekonomi negara,” kata Luhut, dalam keterangan tertulisnya hari ini.
Selain itu, Faisal Basri juga dikenal sebagai sosok yang aktif memberikan saran dalam kebijakan hilirisasi nikel, sebuah proyek yang menjadi fokus utama pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Pak Faisal sering memberi banyak masukan soal ekonomi Indonesia, termasuk soal hilirisasi nikel. Meski kami terkadang berbeda pandangan, saya selalu menghargai setiap pemikiran dan argumen yang beliau sampaikan,” ujar Luhut.
Meskipun beberapa kali berbeda pandangan, Luhut juga menyampaikan penghargaan pribadi kepada Faisal Basri sebagai sosok yang sangat berdedikasi dan penuh integritas. Luhur menyebut Faisal merupakan sosok yang lugas dan rendah hati.
"Beliau selalu lugas, namun rendah hati, dan siap mendengarkan dengan baik meski pandangan kita berbeda. Keberanian dan kejujurannya dalam berargumen menunjukkan karakter kuatnya sebagai seorang intelektual," kata Luhut.
Menurut Luhut meskipun dalam banyak kesempatan mereka berada di sisi yang berbeda dalam diskusi kebijakan, Faisal Basri tidak pernah menggunakan kritik sebagai alat untuk menjatuhkan, tetapi untuk membangun.
"Beliau kritis, tetapi selalu dalam semangat memperbaiki. Itulah yang membuat saya sangat menghargai beliau. Kita butuh lebih banyak sosok seperti Pak Faisal di Indonesia," ucapnya.
Di mata Luhut, Faisal Basri adalah contoh intelektual yang tetap teguh dengan prinsipnya, meskipun seringkali berbeda pandangan dengan pemerintah.
“Indonesia kehilangan seorang pemikir besar. Semoga segala pengabdiannya bagi bangsa menjadi amal baik, dan beliau mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa,” kata Luhut.