Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Debat Cawapres, Solusi Pengangguran Terdidik Diharapkan Muncul

Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menyebut para calon wakil presiden perlu membicarakan soal meningkatnya pengangguran terdidik dalam debat cawapres.

15 Maret 2019 | 03.04 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi dan Ma'ruf Amin, bersalaman dengan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, usai Debat Pertama Capres & Cawapres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis, 17 Januari 2019. REUTERS/Willy Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Direktur Insitute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyebut para calon wakil presiden perlu membicarakan soal meningkatnya pengangguran terampil dan terdidik dalam debat calon wakil presiden atau debat cawapres pada Ahad, 17 Maret 2019.

Baca juga: Radhar Panca Dahana dan 2 Rektor jadi Panelis Debat Cawapres

"Pengangguran yang sulit diturunkan ternyata dari lulusan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan universitas," ujar Eko di Restoran Rantang Ibu, Jakarta, Kamis, 14 Maret 2019.

Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) pada Agustus 2018, Eko mengatakan persentase pengangguran lulusan Sekolah Menengah Atas 27,57 persen dan Sekolah Menengah Kejuruan berjumlah 24,74 persen dari total sekitar 7 juta pengangguran di Indonesia. Di samping itu pengangguran dari lulusan universitas mencapai 10,42 persen. "Tingkat pengangguran dari SMK dan universitas mengalami tren kenaikan sejak 2013."

Persentase itu, ujar Eko, menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang memerlukan keahlian dan keterampilan di Indonesia, khususnya sektor industri manufaktur, tumbuh lambat. Sehingga, daya serap bagi angkatan kerja terlatih dan terdidik masih rendah. 

"Padahal promosi ke dua program itu (SMK dan kuliah) masih sangat tinggi, di sisi lain probabilitas menganggur setelah berkuliah juga tinggi. Ini perlu dicari solusinya," kata Eko.

Imbasnya, Eko mengatakan pekerja berdasarkan pendidikan pun sebagian besar hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama ke bawah. Dari data yang sama, pekerja lulusan SD ke bawah ada 50,56 juta orang atau 40,69 persen dari total 124,01 juta masyarakat yang bekerja. Sementara pekerja lulusan SMP ada 22,43 juta atau 18,09 persen dari total. 

"Ini menggambarkan daya saing dan produktivitas yang rendah dalam perekonomian," kata Eko. Ia berujar sebagian besar pekerja berpendidikan rendah itu menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian yang kontribusinya pun semakin kecil kepada pertumbuhan ekonomi.

Eko menduga persoalan banyaknya tenaga kerja terdidik dan terlatih yang menganggur timbul lantaran selama ini pemerintah lebih banyak berfokus kepada sisi suplai tenaga kerja, ketimbang sisi kebutuhan pasar. "Jadi bisa jadi pelatihan dan pendidikan yang ada tidak relevan dengan kebutuhan pasar."

Dalam kesempatan yang sama, peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus menyebut permasalahan pengangguran terdidik dan terlatih terlihat dalam grafik ketidakcocokan antara pendidikan dan pekerjaan di Indonesia. Dari data tersebut, 53,33 persen tenaga kerja mengalami ketidakcocokan vertikal. 

"Mereka over atau under education dan skill," kata dia. Adapun 60,62 persen mengalami ketidakcocokan horizontal. Artinya, bidang studi dan keterampilan tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keterampilan pekerja.

Debat cawapres antara Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno tersebut akan mengangkat tema kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, sosial, dan budaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus