Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Demi Menahan Lonjakan Jumlah Penumpang

PT KCI dikejar tenggat pengadaan armada KRL baru. Jumlah penumpang dan rasio keterisian kereta terus meningkat.

3 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Penumpang menunggu kedatangan kereta rel listrik commuter line di Stasiun Manggarai, Jakarta, 1 Maret 2023. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Penumpang menunggu kedatangan kereta rel listrik commuter line di Stasiun Manggarai, Jakarta, 1 Maret 2023. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Penumpang merasakan rute KRL terasa semakin padat sejak awal tahun ini. Tak semata-mata di dalam gerbong KRL, penumpang sudah berjejalan sejak masih menunggu di peron.

  • KCI tercatat memakai delapan tipe kereta bekas dari Jepang yang sebagian besar suku cadangnya sudah tidak diproduksi.

  • Jumlah pengguna jasa KRL diprediksi menembus 274 orang sepanjang tahun ini. Pada masa terpadat atau peak hour, kata John, keterisian kereta menembus 129 persen.

SELAMA lima bulan terakhir, Faisal, 29 tahun, memilih pulang di atas pukul 21.00, walau jam kerjanya berakhir pada sore hari. Dia mengincar kursi kosong pada rangkaian kereta rel listrik (KRL) Commuter Line Jabodetabek yang hampir setiap hari dinaikinya. Karena mudah kelelahan, karyawan sebuah kantor swasta di Kelurahan Slipi, Jakarta Barat, itu tak ingin berdiri lama karena sesaknya moda tersebut. “Entah sejak kapan, saya tidak pernah lagi dapat kursi jika pulang sore,” ucapnya kepada Tempo, kemarin.

Faisal mengatakan rute KRL yang ditempuhnya terasa semakin dipadati penumpang sejak awal tahun ini. Tak semata-mata di dalam gerbong KRL, bahkan penumpang sudah berjejalan sejak masih menunggu di peron. Dia terbiasa berangkat dari Stasiun Pondok Cina, tak jauh dari rumahnya di Kota Depok, menuju Stasiun Palmerah. Terdapat dua stasiun pangkal atau hub yang harus dia lewati di rute tersebut, yakni Stasiun Manggarai dan Stasiun Tanah Abang. Dua lokasi inilah yang dianggapnya semakin sesak dari hari ke hari.

Situasi ketika Ramadan pada April 2023 lebih parah. Karena para pekerja kompak pulang sebelum waktu berbuka, kata Faisal, arus penumpang KRL sudah padat sejak siang hari. “Saat naik, badan saya hampir selalu berimpit dengan penumpang lain,” katanya. “Jika ingin turun, kita harus siap mendekati pintu keluar sejak satu stasiun sebelumnya. Kalau tidak, akan tertahan penumpang yang mau naik.”

Firda, 23 tahun, juga mengeluh soal padatnya penumpang KRL pada pagi hari. Pegawai outsourcing asal Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, ini rutin berangkat dari Stasiun Lenteng Agung pada pukul 06.35 menuju kantornya yang berdekatan dengan Stasiun Jakarta Kota. “Yang nyiksa itu perjalanan dari Lenteng Agung ke Manggarai,” tutur dia, kemarin.

Penumpang kereta rel listrik commuter line menuju pero di Stasiun Manggarai, Jakarta. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W
Sekalipun sudah berdiri di pojokan pintu, Firda tetap berdempetan dengan penumpang lain. “Keretanya sedikit lebih lowong setelah melewati Manggarai karena banyak yang turun untuk pindah kereta.”

Ketika pembatasan sosial mulai dilonggarkan pada pertengahan 2022, Firda meneruskan, penumpang KRL semakin bertambah, tapi masih lengang pada jam tertentu di hari kerja. Barulah pada awal tahun ini, kepadatannya mulai seperti sebelum masa pandemi. “Dibanding pada 2022, jauh lebih sesak.”

Peningkatan arus penumpang KRL ini sudah diproyeksikan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Hal inilah yang menjadi alasan perseroan mengusulkan penyertaan modal negara sebesar Rp 2 triliun untuk 2024. Angka itu belum terhitung ongkos pengadaan KRL untuk tahun-tahun berikutnya.

Dalam rapat bersama Komisi Badan Usaha Milik Negara Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, pada 19 September 2023, Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Usaha KAI, John Robertho, menyatakan 98 persen armada yang dipakai PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), anak usaha KAI, sudah berumur lebih dari 30 tahun. Saat ini, KCI tercatat memakai delapan tipe kereta bekas dari Jepang yang sebagian besar suku cadangnya sudah tidak diproduksi. “Dari sisi pemenuhan perawatan dan juga safety (keselamatan), kita sangat membutuhkan pengadaan yang baru,” ucapnya.

Merujuk pada presentasi tim KCI dalam rapat tersebut, jumlah pengguna jasa KRL diprediksi menembus 274 orang sepanjang tahun ini. Pada masa terpadat atau peak hour, kata John, keterisian kereta menembus 129 persen. Artinya, volume penumpang yang diangkut sudah melebihi 100 persen kapasitas 101 rangkaian KRL yang saat ini beroperasi di Jakarta dan sekitarnya. Jumlah penumpang diperkirakan naik hingga 345 juta per tahun pada 2024 dan okupansinya menjadi 163 persen. Volume penumpang masih akan melambung hingga 410 juta pada 2024.

“Kami membutuhkan sarana untuk memenuhi pelayanan KRL Jabodetabek agar okupansi saat jam sibuk ini tidak terlalu padat,” ucap John. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penumpang menunggu kereta rel listrik commuter line di Stasiun Manggarai, Jakarta. TEMPO/Muhammad Hidayat
Kepala Komunikasi Komunitas Konsumen KRL atau KRL Mania, Gusti Raganata, sebelumnya mengkhawatirkan pengurangan rangkaian kereta komuter secara bertahap. Dari pengamatan di lapangan, kata dia, KRL berkonfigurasi delapan gerbong mulai jarang terlihat. Jenis rangkaian itu biasanya merupakan armada paling tua yang sedang diganti KCI secara bertahap.

Dia mengimbuhkan, rute antar-stasiun hub justru paling dipenuhi penumpang meski jaraknya pendek. “Penumpang membutuhkan banyak rangkaian feeder (penumpang), misalnya dari Stasiun Manggarai ke Stasiun Sudirman ataupun seterusnya ke Stasiun Tanah Abang.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, mengatakan penambahan rangkaian KRL sudah semakin mendesak karena jumlah penumpangnya sudah seperti periode pra-pandemi. Pengoperasian moda kereta api lain, seperti mass rapid transit (MRT) ataupun light rail train Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi atau LRT Jabodebek, juga tidak menggerus volume pengguna KRL. “Karena dari awal pasarnya berbeda,” ucap dia. “Pengguna KRL terbiasa membayar Rp 3.000 untuk 25 kilometer, pasti tidak mau ganti moda ke LRT yang lebih mahal.”

YOHANES PASKALIS

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Yohanes Paskalis

Yohanes Paskalis

Mulai ditempa di Tempo sebagai calon reporter sejak Agustus 2015. Berpengalaman menulis isu ekonomi, nasional, dan metropolitan di Tempo.co, sebelum bertugas di desk Ekonomi dan Bisnis Koran Tempo sejak Desember 2017. Selain artikel reguler, turut mengisi rubrik cerita bisnis rintisan atau startup yang terbit pada edisi akhir pekan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus