Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Buruh dan organisasi serikat buruh akan menggelar aksi demo secara nasional, Rabu, 12 Oktober 2022. Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Pekerja (KSPI), Said Iqbal, mengatakan pihaknya akan menggelar demo serentak di 34 provinsi.
Khusus buruh di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, Said mengatakan aksi akan dipusatkan di Istana Negara. Setidaknya ada 50 ribu buruh yang terlibat. Sementara di 31 provinsi lainnya, aksi digelar di kantor gubernur masing-masing provinsi.
Gelaran aksi serikat buruh tetap digelar meski jika nanti cuaca hujan. “Tetap demo,” ujar Said ketika ditanya Tempo soal skenario lain apabila terjadi hujan deras, Minggu, 9 Oktober 2022.
Said menyebut setidaknya ada enam tuntutan yang akan diusung dalam aksi 12 Oktober mendatang. “Tolak kenaikan harga BBM, tolak omnibus law UU Cipta kerja, naikkan UMK/UMSK tahun 2023 sebesar 13 persen, tolak ancaman PHK di tengah resesi global, reforma agraria, dan sahkan RUU PRT,” ujar Said.
Baca: Demo Buruh Mundur ke Tanggal 12 Oktober, Ini Alasan KSPI
Penolakan harga BBM terus disuarakan, kata dia, karena menurunkan daya beli masyarakat. Sementara itu, upah buruh terancam tidak naik karena pengusaha masih menggunakan aturan turunan UU Cipta Kerja, yakni PP No 36 Tahun 2021.
“Dalam peraturan ini mengenal batas atas dan batas bawah, sehingga banyak kabupaten/kota yang berpotensi upah minimumnya tidak mengalami kenaikan,” kata Said.
Said mengatakan tiga komponen inflasi juga dirasakan buruh. Pertama, kelompok makanan yang inflasinya mencapai 5 persen. Kemudian, sektor transportasi yang naik 20-25 persen. Ketiga, soal harga sewa rumah yang naik 10 hingga 12,5 persen.
“Inflansi di 3 kelompok inilah yang memberatkan daya beli buruh dan masyarakat kecil akibat kenaikan harga BBM,” kata Said. Karenanya, buruh meminta kenaikan upah minimum tahun 2023 sebear 13 persen.
Adapun berdasarkan litbang Partai Buruh, lanjut Said, pasca kenaikan BBM, inflansi tahun 2023 diperkirakan akan tembus di angka 7 hingga 8 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,8 persen.
“Kita ambil angka 7 persen untuk inflansi dan pertumbuhan ekonomi katakanlah 4,8 persen. Angka itu dijumlah, totalnya 11,8 persen. Ini yang seharusnya menjadi dasar kenaikan upah. Pembulatan yang diminta adalah kenaikan upah 13 persen,” papar Said. Menurutnya, kenaikan upah sebesar itu juga diperhitungkan untuk menutup kenaikan inflansi pada kelompok makanan, perumahan, dan transportasi yang naik tinggi.
Baca: Massa Buruh dan Petani Geruduk DPR Tuntut Pelaksanaan Reforma Agraria
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini