Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Manggi Habir *
Seminggu lagi tahap tiga bulan pertama program amnesti pajak akan berakhir. Dana repatriasi yang masuk masih jauh dari target Rp 1.000 triliun, tapi ada tren positif.
Sampai akhir pekan lalu, uang yang pulang tercatat Rp 78,4 triliun. Adapun dana tebusan sebagai pemasukan pajak pemerintah Rp 35,6 triliun, dari target Rp 165 triliun. Angka ini mulai meningkat cepat.
Hal lain yang perlu dicatat adalah komposisi harta di dalam negeri yang diungkap ternyata jauh lebih besar dibanding harta wajib pajak yang ada di luar negeri. Sampai Jumat pagi pekan lalu, angka deklarasi harta di dalam negeri mencapai Rp 989 triliun. Dua kali lipat lebih daripada deklarasi harta di luar negeri, yakni Rp 412 triliun.
Angka-angka di atas berkebalikan dengan banyak asumsi awal ketika program amnesti ini diluncurkan. Dari target deklarasi harta Rp 4.000 triliun, banyak yang mengira target utamanya adalah mereka yang menyimpan harta di luar negeri. Itu pula sebabnya pemerintah mematok Rp 1.000 triliun dana repatriasi, dengan insentif tarif lebih murah dibanding bila mereka memilih untuk tak membawa pulang hartanya. Pemanis lainnya, pemerintah berjanji tak mempersoalkan dari mana harta itu berasal. Plus aneka kelonggaran investasi di dalam negeri.
Ternyata sebagian besar wajib pajak yang ikut program ini memilih tetap memarkir kekayaannya di luar negeri, sekalipun harus membayar tarif tebusan lebih tinggi. Sampai pekan lalu, dana repatriasi tercatat hanya 16,4 persen dari total kekayaan di luar negeri yang dilaporkan. Dari data terakhir, 55 persen kekayaan di luar negeri itu disimpan dalam bentuk uang, 25 persen di properti, dan sisa 20 persen di surat-surat berharga. Mengingat turunnya harga properti di luar negeri dan tren serupa pada nilai surat berharga, serta kurs rupiah yang masih lemah, membayar tarif pajak yang lebih tinggi dirasakan masih lebih menguntungkan.
Yang justru tak diduga adalah besarnya pelaporan harta di dalam negeri. Banyak yang mengambil kesempatan untuk membersihkan dan melengkapi daftar hartanya. Tapi tak sedikit juga yang mengeluh dan terkejut melihat besarnya dana tebusan yang harus mereka bayar. Sebagian lagi kebingungan dengan aturan tentang penentuan nilai hartanya, terutama menyangkut harga tanah atau properti. Ini menyulitkan partisipasi dari segmen wajib pajak yang cukup luas.
Pemerintah merespons dengan beberapa kebijakan pelengkap yang memberi keringanan. Misalnya, wajib pajak diperbolehkan memakai patokan nilai perolehan atau nilai yang hasil pajaknya dirasakan lebih terjangkau. Cara ini manjur. Partisipasi meningkat dan uang tebusan naik dengan cepat.
Masih ada dua tahap lagi sampai program berakhir pada Maret 2017. Target repatriasi mungkin akan sulit dikejar. Tapi pendapatan pajak dari amnesti ini seharusnya tak meleset jauh dari target. Dengan asumsi Rp 40 triliun dapat terkumpul pada tahap pertama, dan dengan proyeksi jumlah yang sama di kedua tahap berikutnya (dengan tarif pajak yang meningkat, tapi volume pelaporan harta yang menurun), pendapatan pajak dari program ini bisa mencapai Rp 120 triliun.
Manfaat lebih besar dari program ini adalah peningkatan kesadaran wajib pajak untuk mencatat secara tepat, bukan hanya pendapatannya, melainkan juga hartanya. Sedangkan untuk pemerintah, setelah program ini selesai, mereka akan memiliki data harta wajib pajak yang lebih komprehensif, termasuk yang berada di luar negeri dan yang selama ini sulit diperoleh. Data inilah yang akan jauh lebih bermanfaat sebagai basis pajak baru pada masa mendatang.
*) Kontributor Tempo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo