Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Diam-diam Menyusun Kajian

Bappenas meminta para ahli yang terlibat dalam diskusi tak membocorkan rencana pemindahan ibu kota. Diminta lebih terbuka kepada masyarakat.

31 Agustus 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAMBANG Brodjonegoro belakangan ini gencar bersafari dari satu kampus ke kampus lain. Selasa siang, 27 Agustus lalu, ia menyambangi kampus Institut Teknologi Bandung. Satu pekan sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ini mendatangi almamaternya, Universitas Indonesia. Topik yang dibicarakan sama: rencana pemindahan ibu kota negara Indonesia ke Kalimantan Timur.

Pulang dari Bandung, ia bertemu dengan sejumlah anggota Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) di kantornya di depan Taman Suropati, Menteng, Jakarta. Bambang berkepentingan mensosialisasi keputusan yang telah Presiden Joko Widodo umumkan, Senin, 26 Agustus lalu, tentang pemindahan ibu kota. Tentu ada yang setuju. Namun tak sedikit yang menolak. “Pemindahan ibu kota di negara lain juga menimbulkan pro dan kontra,” ujar Bambang selepas pertemuan dengan Iluni UI, Selasa malam, 27 Agustus lalu.

Untuk meyakinkan kalangan kampus, Bambang berusaha menegaskan ibu kota baru itu akan berkonsep pintar, hijau, cantik, dan keberlanjutan. Ruang terbuka hijau akan mendapat porsi 50 persen. Ibu kota baru juga bakal mengusung konsep energi terbarukan dan rendah karbon dengan konservasi energi melalui desain bangunan hijau. Pemerintah akan membangun kota berbasis transportasi publik, sepeda, dan pedestrian. “Ini pertama kalinya kita belajar bikin kota yang basisnya bukan kendaraan pribadi,” kata Bambang.

Ibu kota baru itu direncanakan berada di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur. Pemerintah mencadangkan area seluas hingga 180 ribu hektare. Pengembangan tahap awal akan menelan lahan 6.000 hektare. Untuk tahap selanjutnya disiapkan 40 ribu hektare.

Jokowi memilih lokasi itu dari tiga kandidat yang disodorkan Bappenas di Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Kelebihan lokasi ibu kota baru itu adalah berada di antara dua kota yang telah berkembang, yakni Balikpapan dan Samarinda. Di dua kota tersebut telah ada dua bandar udara internasional dan pelabuhan internasional serta akan dibangun jalan tol yang menghubungkan keduanya. Dengan begitu, pembangunan infrastruktur tidak dimulai dari nol.

Bersamaan dengan itu, Bambang menyebutkan pemerintah akan merampungkan payung hukum lebih dulu. Ia mengatakan setidaknya ada satu undang-undang yang perlu direvisi, yakni Undang-Undang Ibu Kota Negara. Bappenas tengah menyusun revisi undang-undang tersebut. Revisi ini sekaligus mencabut ketentuan yang sebelumnya menetapkan Jakarta sebagai ibu kota negara. Adapun pembuatan rencana induk desain urban ditargetkan rampung pada awal atau pertengahan tahun depan.

Proyek pembangunan infrastruktur jalan tol Balikpapan-Samarinda yang melintasi wilayah Samboja di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, 28 Agustus 2019. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

Setelah itu, menurut Bambang, tahap konstruksi bisa dimulai pada akhir 2020. Pemerintah akan memprioritaskan pembangunan fasilitas untuk pemerintahan, seperti istana negara dan sejumlah kantor serta perumahan dinas bagi aparat sipil. Sebagian besar lahan, dari total yang dicadangkan 180 ribu hektare, berstatus milik pemerintah. Bila semua lancar, pemindahan baru bisa dimulai pada 2024, tahun terakhir periode kepemimpinan Jokowi.

 

 

JAUH sebelum Presiden Joko Widodo mengumumkan rencana pemindahan ibu kota negara, Bambang Brodjonegoro sempat memberikan bocoran pada pertengahan 2018. Saat itu Bambang mengatakan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah merampungkan kajian tahap pertama rencana pemindahan ibu kota. Kajian tahap awal meliputi tiga wilayah yang menjadi kandidat pengganti Jakarta, yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.

Ketua Tim Kajian Pemindahan Ibu Kota Imron Bulkin mengungkapkan, pada awal studi bahkan terdapat empat calon lokasi ibu kota. Satu lagi adalah Sulawesi Barat. Tapi Pulau Celebes gugur karena dinilai rawan bencana. Dengan demikian, kajian berikutnya berfokus pada tiga kandidat tersisa.

Bappenas mulai mengadakan kajian pada 2017, setelah mendapat perintah dari Presiden Jokowi. Jakarta yang superpadat dinilai tak layak lagi menjadi ibu kota negara. Menurut Imron, Bambang lalu mengumpulkan para pejabat eselon I di kementeriannya. Bambang membentuk tim untuk memulai kajian. Imron, yang menjabat anggota staf ahli di kementerian itu, didapuk sebagai pemimpin tim.

Kajian ini melibatkan institusi lain, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan juga dilibatkan sejak awal, termasuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Bappenas juga melibatkan akademikus berbagai disiplin ilmu dari perguruan tinggi Tanah Air. Selain menyambangi Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia, Bappenas menggelar diskusi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. “Kami bergerak dalam senyap,” kata Imron.

Alasannya, isu pemindahan ibu kota sangat sensitif dan rawan dimainkan spekulan. Bappenas meminta semua akademikus yang terlibat dalam diskusi tak membocorkan undangan tersebut. Dalam berbagai diskusi, pendapat terbelah. Ada yang setuju. Tapi tak sedikit yang menolak. Beberapa punya pendapat kombinasi keduanya. Satu pekan sebelum Jokowi mengumumkan calon lokasi ibu kota baru ke publik pada Senin, 26 Agustus lalu, Bappenas masih bolak-balik melakukan revisi. Tebal naskah kajian itu lebih dari 2 rim kertas atau di atas seribu halaman. 

Guru besar perencanaan dan perancangan kota ITB, Haryo Winarso, salah satu yang menyoroti rencana pemindahan ibu kota. Dalam diskusi di Aula Barat ITB, Selasa, 27 Agustus lalu, Haryo menyatakan khawatir terhadap kualitas pembangunan ibu kota baru yang dirancang begitu cepat.

Ia mencermati perputaran waktu pembangunan ibu kota baru. Pemerintah merencanakan tahap konstruksi dimulai pada 2020 dan pada 2024 wilayah itu mulai ditempati. “Keinginan membuat ibu kota baru cepat sekali. Padahal membangun kota bisa sangat lama,” ujarnya.

Haryo tidak lagi memperdebatkan apakah ibu kota perlu pindah atau tidak karena Presiden telah mengumumkan rencana pemindahan. Ia mengkritik tata ruang dan perumahan yang belum banyak dibicarakan dalam dokumen kajian. Menurut dia, sebuah kota harus fleksibel dan cepat beradaptasi karena perubahan teknologi sangat pesat.

Setelah Jokowi mengumumkan kepastian pemindahan ibu kota, para menteri menyampaikan rencananya satu per satu. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono mengatakan pembangunan bakal dibagi dalam tiga tahap. Pertama, membuat rencana induk (master plan) dan desain kawasan. Kedua, membangun infrastruktur dasar seperti jalan, drainase, embung, dan fasilitas air bersih. Selanjutnya, membangun perumahan aparat sipil negara dan gedung perkantoran. Pembangunan diperkirakan membutuhkan dana Rp 466 triliun.

Adapun Kementerian Perhubungan berencana menyiapkan sejumlah infrastruktur angkutan massal terintegrasi dan ramah lingkungan. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebutkan angkutan massal yang akan dibangun dan dikembangkan seperti moda raya terpadu, kereta ringan, dan bus rapid transit. “Akan kami siapkan konektivitas transportasi yang terintegrasi antarmoda melalui angkutan massal dan berkonsep ramah lingkungan,” tuturnya.

Meski begitu, sejumlah pihak tetap meminta pemerintah memperbanyak diskusi publik mengenai urgensi pemindahan ibu kota. Saat ini, menurut Ketua Ikatan Alumni UI Andre Rahadian, diskusi mengenai hal itu lebih banyak terjadi di tingkat eksekutif. Adapun masyarakat masih awam terhadap rencana tersebut. “Perlu banyak ruang bagi pemerintah untuk menjelaskan dan berdialog,” ucapnya.

RETNO SULISTYOWATI, FRANCISCA CHRISTY ROSANA, M. JULNIS FIRMANSYAH, ANWAR SISWADI (BANDUNG)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus