Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Desmond menyebutkan para anggota Komisi Hukum tinggal melakukan diskusi dan harmonisasi akhir dengan pemerintah. Menurut dia, Dewan dan pemerintah tak terburu-buru merampungkan rancangan undang-undang tersebut. “Kami sudah membahas hal ini sejak dulu dan kebetulan selesainya bersamaan dengan masa tugas anggota Dewan berakhir,” ujar Desmond, Kamis, 29 Agustus lalu.
Ketua DPR Bambang Soesatyo menjelaskan, Rancangan KUHP bisa disahkan karena sudah tak ada pasal-pasal yang mengganjal. “Di ujung periode Dewan ini akan kami tuntaskan,” kata politikus Partai Golkar itu.
Rencana pengesahan Rancangan KUHP di akhir periode Dewan mendapat sorotan masyarakat sipil. Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform Erasmus Napitupulu mengungkapkan ada pasal dalam regulasi itu yang mengancam kebebasan pers, yakni mempublikasikan informasi yang dapat mempengaruhi independensi hakim. Ada pula pasal penghinaan presiden yang masih dipertahankan dalam rancangan kitab undang-undang. “Pasal-pasal itu tidak jelas,” ucap Erasmus.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus, mengatakan DPR sebaiknya tak buru-buru mengesahkan Rancangan KUHP. Menurut dia, DPR periode mendatang bisa melanjutkan kembali pembahasan rancangan tersebut.
Pasal Kontroversial KUHP Baru
INSTITUTE for Criminal Justice Reform menilai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana belum layak disahkan. Masih banyak pasal bermasalah di dalamnya. Berikut ini sebagian di antaranya.
Pasal 67, Pasal 99, Pasal 100, dan Pasal 101, soal hukuman mati
◊ Mayoritas negara di dunia telah menghapus vonis mati.
Pasal 218-219, soal penghinaan terhadap presiden
◊ Pasal ini tak relevan di negara demokratis dan sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 417, soal hubungan laki-laki dan perempuan di luar pernikahan
◊ Negara terlalu jauh hadir dalam urusan privat warga negara.
Pasal 599-600, soal pelanggaran hak asasi manusia berat
◊ Masuknya frasa “genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan” dikhawatirkan menghalangi penuntutan yang efektif.
Pasal 604-607, soal tindak pidana korupsi
◊ Rancangan KUHP tak mengadopsi pengaturan khusus yang ada dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
◊ Hukuman minimal untuk koruptor lebih rendah, hanya dua tahun atau separuh dari ketentuan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 608, soal hukuman tindak pidana pencucian uang
◊ Hukuman maksimal lebih rendah ketimbang Undang-Undang Pencucian Uang, yaitu penjara 15 tahun dan denda Rp 5 miliar. Dalam Undang-Undang Pencucian Uang, hukuman maksimal penjara 20 tahun dan denda Rp 10 miliar.
KPK Tahan Iwa Karniwa
KOMISI Pemberantasan Korupsi menahan bekas Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa, Jumat, 30 Agustus lalu. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan Iwa ditahan di Rumah Tahanan Polisi Militer Guntur. “Ditahan 20 hari ke depan,” ujar Febri.
Iwa diperiksa selama tujuh jam. Keluar dari ruang pemeriksaan, dia mengenakan rompi tahanan berwarna oranye. “Saya akan mendukung proses hukum dan pemberantasan korupsi,” kata Iwa.
KPK menetapkan Iwa sebagai tersangka dalam pengembangan penyidikan kasus suap izin proyek pembangunan Meikarta. Dia diduga menerima suap Rp 900 juta dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Bekasi tahun 2017. Perubahan itu diperlukan karena proyek Meikarta mencakup lahan yang luas.
TEMPO/Imam Sukamto
Setya Ajukan Permohonan Peninjauan Kembali
TERPIDANA kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Setya Novanto, mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Politikus Partai Golkar itu meminta hakim membebaskannya dari semua dakwaan. “Kami punya novum,” kata pengacara Setya, Maqdir Ismail, Rabu, 28 Agustus lalu.
Setya divonis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan hukuman 15 tahun penjara. Dia juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta dan uang pengganti senilai US$ 7,3 juta. Maqdir menyebutkan novum yang diajukan ke Mahkamah antara lain pernyataan tertulis agen Biro Investigasi Federal (FBI), Jonathan E. Holden, bahwa tak ada transfer uang dari Johannes Marliem kepada Setya sebesar US$ 3,5 juta. Marliem adalah bos perusahaan yang mengelola sistem pemindai sidik jari dalam proyek e-KTP.
Setya juga menggunakan surat permohonan justice collaborator Irvanto sebagai novum. Dalam surat bertanggal 13 April 2018 itu, Irvanto menyebutkan Setya tak menerima duit. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan lembaganya siap menghadapi peninjauan kembali Setya.
Detik.com/Enggran Eko Budianto
Eksekusi Kebiri Tak Terlaksana
EKSEKUSI kebiri terhadap Muh. Aris, warga Mojokerto, Jawa Timur, pelaku pemerkosaan sembilan anak, terancam sulit dilakukan. Penyebabnya adalah tiada dokter yang mau melakukan eksekusi.
“Sikap kami tetap sama: eksekusi kebiri melanggar sumpah dan etika kedokteran,” kata Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Adib Khumaidi, Ahad, 25 Agustus lalu. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian RI Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan dokter polisi pun tak bisa melanggar etika.
Hukuman kebiri kimia muncul dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat. Aris pun menolak hukuman kebiri. “Lebih baik saya dihukum mati,” ujarnya.
Polisi yang Terbakar di Cianjur Meninggal
INSPEKTUR Dua Erwin Yudha Wildani, polisi yang terbakar saat unjuk rasa di Cianjur, Jawa Barat, meninggal pada Senin dinihari, 26 Agustus lalu. “Dia meninggal di Rumah Sakit Pusat Pertamina,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian RI Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo.
Erwin mengalami luka bakar hingga lebih dari 65 persen ketika mengawal unjuk rasa mahasiswa di kantor Bupati Cianjur pada 15 Agustus lalu. Saat anggota Kepolisian Resor Cianjur itu mencoba memadamkan api dari ban yang dibakar, mahasiswa diduga melemparkan bensin dan mengakibatkan empat polisi terbakar.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Barat Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan ancaman hukuman untuk Ryan Suryana, tersangka pelempar bensin, bakal diperberat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo