Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dikepung Penginapan Kecil-kecilan

Sudah 881 ribu orang menginap di Indonesia lewat Airbnb. Mengancam industri perhotelan.

31 Desember 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RENCANA Artining Putri melepas tahun 2017 di Bandung nyaris berantakan. Sejak awal Desember, pekerja salah satu lembaga penegak hukum di Jakarta itu menyisir daftar penginapan potensial. Artining mengincar rumah atau vila yang mampu menampung dia dan tujuh kawan sekantornya merayakan tahun baru 2018. "Ada yang cocok, tapi sudah penuh," kata Artining, 29 tahun, Jumat pekan lalu.

Solusi muncul setelah Artining menemukan rumah di Airbnb, marketplace penyewaan hunian pribadi. "Pas lihat rumah itu belum di-booking, langsung gue samber," ujarnya. Artining tidak khawatir akan jumlah kamar rumah yang hanya tiga. Sebab, ruang tamu dan ruang keluarga setiap saat bisa disulap jadi kamar dadakan.

Tarif sewa rumah di kawasan Antapani, Bandung, itu, menurut Artining, relatif terjangkau. Untuk satu malam dengan tamu delapan orang, mereka hanya perlu merogoh Rp 1,25 juta. Dengan rencana menginap dua malam, delapan orang itu cuma mengeluarkan Rp 2,5 juta.

Hingga November 2017, Airbnb mengumumkan sudah ada 881 ribu tamu menginap dengan layanan Airbnb di Indonesia. Tarifnya yang jauh lebih murah dengan aneka pilihan jenis hunian membuat marketplace itu kian jadi pilihan. Ini membuat pengusaha hotel gusar.

Pada pertengahan Desember lalu, Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia Haryadi Sukamdani mengadu lagi ke Menteri Pariwisata Arief Yahya. Dalam rapat koordinasi pariwisata di Jakarta tersebut, dia mendesak pemerintah mengatur penyewaan hunian pribadi lewat marketplace. "Kami sudah minta Kementerian Pariwisata segera meninjau operasi mereka," kata Haryadi di kantornya di kompleks Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis pekan lalu. Desakan memblokir Airbnb juga bergulir sejak November lalu.

Bagi Haryadi, pengusaha perhotelan sebetulnya tidak takut bersaing dengan Airbnb, asalkan perlakuan pemerintah adil. Saat ini, praktis Airbnb dan penyedia hunian bebas dari setoran pajak. Sedangkan pengusaha hotel punya kewajiban setoran pajak, baik wajib pajak badan maupun hiburan.

Dituding tidak membayar pajak, Kepala Kebijakan Publik Regional Asia Tenggara Airbnb Mich Goh mengatakan perusahaan asal California, Amerika Serikat, itu selalu mengikuti peraturan yang berlaku. Airbnb disebut sudah membayar semua pajak yang harus mereka bayar di seluruh dunia. "Pajak perusahaan adalah pajak atas laba, dan Airbnb adalah perusahaan muda yang banyak berinvestasi di masa depan kita," ujar Goh dalam keterangan tertulisnya, akhir November lalu. Airbnb memang telah menjalin kesepakatan penarikan pajak dengan 275 yurisdiksi, kebanyakan pemerintah kota. Tapi belum ada satu pun dengan otoritas di Indonesia.

Menurut Haryadi, berbeda dengan konsep ekonomi berbagi di industri transportasi berbasis aplikasi, seperti Go-Jek, Grab, dan Uber, marketplace penyewaan hunian pribadi tidak punya nilai lebih di sisi sosial. Go-Jek, Uber, dan Grab mampu menciptakan lapangan kerja. Tapi di Airbnb dan sejenisnya, kata Haryadi, "Hanya orang-orang kaya yang propertinya berlebih yang menikmati."

Tapi tidak semua penyedia hunian di Airbnb adalah orang-orang yang kelebihan rumah. Salah satunya Herman Kosasih, pria 52 tahun yang juga kerap melancong ke seantero negeri. Herman, yang tinggal di Salemba, Jakarta, menyewakan satu kamarnya lewat Airbnb. Tarifnya Rp 338 ribu per malam untuk maksimal dua tamu. Tiga persen dari tarif itu lari ke kantong Airbnb sebagai komisi. Setiap bulan, rata-rata 20 hari kamar Herman terisi.

"Tapi pendapatan dari penyewaan kamar itu tidak sesuai," ucap Herman, Jumat pekan lalu. Selain menjadi tuan rumah, ia harus merangkap guide dadakan. Herman mesti berjam-jam menjelaskan Jakarta dan Indonesia kepada tetamunya dari luar negeri. Dia juga kerap membantu tamunya membeli tiket bus atau kereta api.

Haryadi mengakui, dibanding agen travel online, marketplace seperti Airbnb dan Homeaway adalah momok buat industri perhotelan. Agen travel online seperti Traveloka hingga pemain asing sekalipun seperti Expedia dan Booking.com malah membantu kamar-kamar hotel cepat terisi. Sedangkan Airbnb dan HomeAway hanya menggerus industri perhotelan karena penyedia hunian melepas harga suka-suka.

Khairul Anam, Praga Utama

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus