Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Dirut Pertamina Minta Maaf atas Dugaan Pelanggaran Tata Kelola Minyak Mentah

Pertamina menghormati proses hukum dan mengapresiasi langkah penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran tata kelola impor minyak mentah

3 Maret 2025 | 13.38 WIB

Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Wiko Migantoro (kiri), Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius (tengah) dan Mars Ega Legowo Putra sebagai pelaksana tugas harian PT Pertamina Patra Niaga, saat konferensi pers di kantornya, Senin 3 Maret 2025. TEMPO/Dani Aswara
Perbesar
Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Wiko Migantoro (kiri), Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius (tengah) dan Mars Ega Legowo Putra sebagai pelaksana tugas harian PT Pertamina Patra Niaga, saat konferensi pers di kantornya, Senin 3 Maret 2025. TEMPO/Dani Aswara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menyampaikan permohonan maaf kepada publik terkait dugaan pelanggaran hukum yang melibatkan anak perusahaannya. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar hari ini di Kantor Pertamina, 3 Maret 2025. “Kami menyampaikan permohon maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia atas peristiwa yang terjadi beberapa hari terakhir ini. Ini tentunya adalah peristiwa yang memukul kita semua," ujar Simon dalam konferensi pers di Kantor Pertamina, Senin siang. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Simon menyampaikan perusahaannya menghormati proses hukum yang tengah berlangsung dan mengapresiasi langkah penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran tata kelola impor minyak mentah dan produk hilir pada periode 2018–2023. “Kami sangat mendukung upaya Kejaksaan Agung dan siap memberikan data serta keterangan tambahan yang diperlukan agar proses hukum berjalan sesuai aturan,” katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Simon memastikan produk yang dihasilkan Pertamina telah sesuai standar yang ditetapkan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. “Kami memahami kekhawatiran masyarakat. Ini menjadi momentum bagi kami untuk terus memperbaiki diri,” tuturnya. 

Dugaan pelanggaran hukum ini mencuat setelah adanya indikasi ketidaksesuaian dalam impor minyak mentah dan produk hilir oleh anak perusahaan Pertamina. Kejaksaan Agung masih melakukan penyelidikan lebih lanjut dengan menetapkan enam petinggi Pertamina sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Para tersangka berasal dari jajaran direksi anak usaha Pertamina serta pihak swasta yang diduga terlibat sejak 2018 hingga 2023. 

Tersangka antara lain Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping dan Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional; Maya Kusmaya Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga serta Edward Corne Vice President (VP) Trading Operation Pertamina Patra Niaga. 

Selain itu, ada tiga tersangka dari sektor swasta, yakni Muhammad Keery Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, serta Gading Ramadan Joede selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Komunikasi Pertamina belakangan disorot, Direktur Eksekutif Katong Indonesia, Dirga Maulana, menilai strategi komunikasi krisis Pertamina masih berfokus pada penolakan tuduhan (denial) tanpa mempertimbangkan opini publik. Ia menyebut Pertamina menerapkan “Image Repair Theory” ala William Benoit, yang menitikberatkan pada pembelaan diri, tetapi mengabaikan fakta di lapangan. “Semestinya Pertamina memahami dinamika publik dan mengakui kesalahan. Pendekatan Situational Crisis Communication Theory (SCCT) yang dikembangkan W. Timothy Coombs bisa menjadi pilihan, misalnya dengan mengakui bahwa mereka juga korban dari sistem yang korup atau menerima tanggung jawab atas kelalaian perusahaan,” kata Dirga dalam keterangannya, Ahad, 2 Maret 2025.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus