DI Senen atau Pasar Baru, Jakarta, tidaklah sukar menemukannya
jam tangan merek Timex. Jam tangan Amerika itu dijual orang
kurang dari Rp 10.000 atau kira-kira separoh harga jam tangan
Seiko dari Jepang yang kelas murah.
Bagaimana bisa begitu murah? Sebab yang Amerika sebenarnya cuma
mereknya saja. Pembuatannya seluruhnya di Taiwan, Republik Cina
yang pekan ini merayakan Double Ten (10-10), ulang tahunnya
yang ke 67.
Bukan jam tangan saja. Berbagai barang lain, terutama yang
elektronik kini dibuat di Taiwan dengan lisensi pabrik negara
asal, antara lain perusahaan raksasa Amerika Serikat seperti
R.C.A. dan Hughes Aircraft Corporation. "Kalau bukan dengan cara
begitu, mustahil barang Amerika bisa bersaing dengan produk
Jepang," kata seorang pejabat Kamar Dagang Taiwan di Jakarta.
Jam tangan Timex, umpamanya, konon harga lepas pabriknya di
Taiwan hanya sekitar US$ 5 atau dua ribu rupiahan. Sebabnya,
upah buruh di Taiwan rendah -- antara sepertiga sampai separoh
tingkat upah di Jepang. Tenaga trampil juga makin lama makin
banyak dihasilkan oleh sekolah kejuruan Taiwan.
Kini Taiwan berkeinginan keras merebut paling tidak sebagian
dari pasaran Jepang di Asia. Keinginan ini rupanya makin
memuncak dengan makin banyaknya negara bekas sahabatnya, seperti
Jepang dan Amerika Serikat yang pandangannya kini lebih banyak
mengarah ke Peking.
Di Indonesia agaknya Taiwan tidak perlu berkecil hati. Volume
perdaganan kedua negara telah menanjak dari US$ 345,4 juta pada
1975, menjadi $ 420,6 juta pada 1976 dan $ 549,2 juta tahun
lalu.
Meskipun ekspor tekstil dari Taiwan ke Indonesia tahun lalu $
59,2 juta lebih, kini sedang dilakukannya usaha patungan di
bidang produksi tekstil di Indonesia. Ini kalau berhasil, tentu
akan berarti saingan bagi usaha raksasa Jepang seperti Teijin
dan Toray.
Dengan makin tumbuhnya industri berat di Taiwan, kalangan Kamar
Dagangnya di Jakarta tidak menyembunyikan harapannya agar satu
waktu Indonesia akan membeli juga mesin-mesin dalam jumlah yang
setaraf dengan apa yang kini dijualnya ke Filipina dan
Muangthai.
Sebagai pedagang rupanya orangorang Taiwan di Jakarta makin
merasa untung dengan merosotnya nilai dollar. "Makin kuat nilai
yen, makin murah barang Taiwan jatuhnya, dan makin banyak yang
bisa kami jual," demikian optimisnya mereka pada Double Ten
sekali ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini