Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dua Dunia Yang Belum Sudah

Buruh perusahaan asing PT Tubantia (kudus) kebanyakan tenaga harian lepas dengann upah diatas standar regional. mereka pernah mogok, berlainan dengan buruh pt german motor (jakarta) yang masih bisa menabung.

21 Juni 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI sebuah desa pelosok, Desa Besito namanya, 7 km di utara Kota Kudus, terdapat sebuah pabrik pemintalan benang, PT Tubantia. Menempatkan pabrik di sebuah desa yang jauh dari keramaian ini, tentu saja dengan alasan dapat memperoleh tenaga kerja yang murah. Dan memang benar. Sejak berdiri 4 tahun lalu, perusahaan patungan India, Inggris, Belanda dan Indonesia itu, sampai sekarang mempekerjakan 960 buruh, wanita dan laki-laki. Sebagian besar berstatus tenaga harian lepas (THL). Upah buruh THL yang berpendidikan SD/SLTP minimal Rp 430 sehari, maksimal Rp 480, termasuk uang perangsang. Berpendidikan SLA, minimal Rp 550 dan maksimal Rp 650, juga termasuk uang perangsang. Berpendidikan apapun juga, jika sedang dalam masa percobaan (3 bulan) diupah Rp 325 sehari, satu jumlah yang disana masih dianggap wajar mengingat standar upah regional sebesar Rp 265 per hari. Tapi, Sugeng, pemuda lulusan STM yang telah 2 tahun bekerja di pabrik itu baru-baru ini berontak. Ia tak puas dengan upahnya yang hanya Rp 460 sehari. Dengan berbagai cara ia maju seorang diri menuntut perbaikan. Usahanya sia-sia. Malahan ia dirumahkan. Urusannya sekarang sedang ditangani P4D. Begitukah gambaran buruh perusahaan asing? Tak selalu. Seorang pemuda (tak menyebutkan narna) lulusan STM bergaji lebih dari Rp 50.000 tiap bulan. Ini terjadi di pabrik PT German Motor yang merakit mobil mewah merk Mercedez di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Seperti Sugeng, pemuda ini juga berstatus bujangan, dengan masa kerja yang hampir sama. Bedanya, selain penghasilan, si pemuda bekerja setelah melalui masa pendidikan khusus selama beberapa bulan -- dan Sugeng tidak. Tapi perbedaan yang lain adalah sang pemuda dapat menabung hasil lemburnya dengan utuh, dan Sugeng harus bergelut dengan pendapatan bersihnya yang tinggal Rp 360 sehari setelah dipotong uang transpor Rp 100 sehari. Dan dari sisa bersih itulah Sugeng harus makan 3 kali sehari dan membeli beberapa batang rokok kretek tanpa merk di kota kretek Kudus. Dan karena itu Sugeng berontak, sementara si pemuda setiap malam Mhggu dengan tenang dapat menonton bioskop. Tubantia maupun German Motor, sama-sama memiliki SB dan PKB meskipun di perusahaan pertama baru ada beberapa bulan terakhir ini. Bedanya, SB di German Motor tak banyak aktivita,. Mereka merasa perusahaan telah memberikan hak yang sewajarnya kepada para karyawan. Sedang di Tubantia, SB yang ada bergelut memperjuangkan uang jasa produksi, uang rekreasi dan THR. Hasilnya memang ada jasa produksi Rp 1.500, uang rekreasi Rp 1.000 dan THR 1 bulan upah kotor -- semua untuk tiap buruh selama satu tahun. Tak lama setelah Kenop-15, buruh-buruh di Tubantia pernah mogok. Mereka menuntut kenaikan upah, agar sesuai dengan kenaikan harga waktu itu. Tuntutan mereka berhasil dengan kenaikan 7% hingga 8%. Dan setelah kenaikan harga BBM 1 Mei lalu, buruh-buruh pemintalan itu menuntut kenaikan upah 40%. Pihak pengusaha tegas-tegas menolak. Dan karena belum juga terdapat persesuaian pendapat, persoalan itu diambil alih pihak kantor Ditjen Binalindung di Pati. Berhasilkah tuntutan itu? Kepala Ditjen Binalindung Pati, Soemitro tak berani meramalkan. "Tapi saya kenal betul pada pengusaha India," itu saja jawabnya. Yang Soemitro kurang paham agaknya, adalah pengusaha asing di sini kenal juga akan kelemahan kaum pekerja Indonesia -- yang masih berpegangan pada "lebih baik bekerja daripada nganggur".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus