Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Isu rush, siapa dalangnya?

Beberapa pendapat tentang isu rush yang menimpa beberapa bank.

20 Februari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUSH, yang sering melanda dunia perbankan di Hong Kong, tampaknya mulai merayap di Indonesia. November lalu, selang beberapa hari setelah Bank Summa (BS) dinyatakan kalah kliring oleh Bank Indonesia, nasabah Bank Continental di Medan ramai-ramai menarik simpanannya. Tak lama kemudian Bank Subentra dan Bank Surya, keduanya di Jakarta, yang diserbu nasabahnya. Januari lalu rush menimpa Bank Bali Cabang Palembang. Disusul awal Februari, ini beberapa kantor cabang Bank Central Asia (BCA), mulai dari Pasuruan, Sidoarjo, Surabaya, Kudus, Semarang, sampai Bandung, terkena getah isu rush. Adakah rush yang menerpa bank-bank yang tergolong bagus itu suatu gejala persaingan untuk menjatuhkan lawan dagang? Atau ada unsur lain yang sengaja mau mengacaukan keadaan? Menurut Kapolri Kunarto, kejadian rush seperti di BCA lebih disebabkan persaingan dagang. Jenderal polisi yang kalem itu tak melihat ada udang di balik batu alias unsur yang berbau politik di belakangnya. Bisa jadi serba rush itu akibat kepercayaan masarakat terhadap bank swasta goyah setelah ambruknya BS. Tapi melihat rush beruntun yang menimpa BCA, masuk akal juga kalau Menteri Keuangan Sumarlin lantas curiga ada upaya yang ingin mengacaukan stabilitas perekonomian Indonesia. Maka Menteri Sumarlin pun, seperti katanya, sudah menghubungi pihak kepolisian dan kejaksaan untuk mengusutnya (lihat Kalah Kliring Itu Biasa). Hingga awal pekan ini pihak kepolisian dan kejaksaan yang dihubungi TEMPO belum bisa berkata banyak. ''Kami selalu siap. Tapi sampai saat ini kami belum melakukan apa-apa,'' kata Direktur Intelpam Mabes Polri, Brigjen M. Arief Thawel. Ia berpendapat bahwa polisi siap mengantisipasi seluruh masalah, sehingga tak akan dibentuk tim khusus kalaupun benar ada upaya-upaya untuk mengacau situasi. Pihak kejaksaan pun punya pendapat serupa dengan kepolisian: belum merasa perlu untuk bergerak. Menteri Keuangan kabarnya juga belum menyampaikan permintaan resmi kepada kejaksaan. Masalahnya, seperti kata Gubernur Bank Indonesia Adrianus Mooy pekan lalu, baru merupakan, ''Beberapa hal yang menjadi tanda tanya bagi kami.'' Misalnya? ''Ya, kalau dikaitkan dengan peristiwa BS yang terjadi tiga bulan lalu, mengapa baru sekarang muncul lagi, sudah dekat-dekat Sidang Umum MPR? Rush di Bank Bali dan BCA memang bisa menimbulkan tafsiran macam-macam. Bank Bali selama ini dinilai di bursa efek sebagai bank swasta nasional paling sehat. Buktinya, begitu investor asing diperkenankan membeli saham-saham perbankan sejak tahun lalu, saham Bank Bali yang nomor satu diborong investor asing. BCA merupakan bank swasta terbesar dengan aset Rp 14 triliun di akhir 1992. Simpanan masyarakat di BCA dalam giro, tabungan, dan deposito, menurut pembukuan akhir 1992, berjumlah Rp 11,9 triliun. Sedangkan kredit yang disalurkannya hanya 78% (Rp 9,3 triliun). Jadi BCA mestinya sangat likuid. Itu menurut neraca yang baru diumumkan bank punya Kelompok Liem Sioe Liong akhir pekan lalu. Tapi Ketua Perbanas Trenggono melihat rush yang terjadi belakangan ini tidak terlepas dari peristiwa yang menimpa BS. Menurut dia, kecil kemungkinan isu kalah kliring di Bank Bali dan BCA ditiupkan oleh pesaing. ''Bank-bank swasta malah kalau bisa ingin memadamkan isu-isu kalah kliring. Sebab hal itu bisa jadi bumerang,'' ujar Trenggono, kini Dir-Ut Bank Utama. Dia menilai rush di kedua bank swasta besar itu lebih disebabkan imbasan peristiwa BS. ''Sebab, masyarakat menyangka jika suatu bank kalah kliring, sudah pasti akan dilikuidasi. Padahal, kasusnya kan berbeda,'' ujarnya. Jika suatu bank terlalu banyak memberikan kredit, sedangkan pemasukan dana nasabah lebih sedikit, maka dia bisa kalah kliring. Kekurangannya itu bisa ditutup BI dengan pinjaman khusus yang harus ditutup dalam satu-dua hari. Kalau sampai batas waktu yang ditentukan utang kepada BI tidak juga dibayar, maka bank yang bersangkutan akan diskors alias tidak boleh ikut kliring. Inilah yang menimpa Bank Umum Majapahit Jaya (BUMJ) dan BS, yang membuat sebagian nasabah jera untuk menyimpan uangnya di bank swasta, meskipun bunganya lebih banyak dari bank pemerintah. Bank Majapahit, misalnya, sampai sekarang belum melunasi semua tagihan nasabahnya. Bank ini kalah kliring sejak 27 November 1990, namun izinnya tidak sampai dicabut karena pemiliknya cepat bertindak mengundang investor baru. Sejak Juli 1992 BUMJ dikendalikan Lippobank, namun dana milik 32.000 nasabah dijanjikan baru akan dikembalikan 5 - 10 tahun dengan bunga serendah 6% per tahun. Nasib nasabah BS barangkali masih lebih baik, karena 50% dari dana mereka sudah akan dicairkan akhir bulan ini. Cuma kapan yang 50% lagi akan dikembalikan, Tim Likuidasi BS belum bisa menjawabnya. Dari pengalaman buruk ini para nasabah bank kini jelas menjadi lebih peka terhadap isu-isu kalah kliring. Jadi risiko nasabah mestinya secara tidak langsung tergantung mekanisme pengawasan yang dilakukan BI. Pengamat perbankan, Priasmoro, berpendapat bahwa apa yang dilakukan Menteri Keuangan berlebihan. ''Mungkin benar ada bau politik, tapi tak perlu melapor ke polisi,'' kata Priasmoro. Bekas Dirut Bank Universal yang kini masuk jajaran eksekutif Lippo Group ini berpendapat, rush akhir- akhir ini disebabkan faktor psikologi massa saja. ''Sumber rush itu belum tentu benar. Masyarakat menderita trauma atas kasus BS, jangan-jangan uang simpanan mereka amblas. Itu saja kok,'' katanya. Tapi, menurut Priasmoro, semua itu hanya gejala sesaat. Kalau semua pihak sudah bisa menerima keadaan, nanti akan tenang sendiri. Max Wangkar, Sri Wahyuni, Bina Bektiakti, Iwan Qodar, Reza Rohadian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus