Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudah lama Lamira menanti. Itu sebabnya, ia begitu gembira ketika Kamis pekan lalu melihat tamu menumpang Toyota Avanza warna perak memasuki Dusun Segak Kecil, Desa Pelang, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Ketapang, Kalimantan Barat. Bersama tiga wanita sebayanya, petani 45 tahun ini berharap yang datang adalah tim survei yang diutus pemerintah untuk melanjutkan proyek mencetak sawah di kampungnya.
"Saya pikir akan ada kabar baik. Kami sangat berharap program ini bisa diperbaiki," kata Lamira, sedikit kecewa. Begitu pintu kendaraan terbuka, ia tahu yang baru tiba bukanlah tamu yang mereka tunggu.
Transmigran asal Talang Sari, Lampung, ini pergi ke Ketapang bersama suaminya pada 1990. Sejak 1998, ia menetap di Dusun Segak Kecil. Mulanya jadi buruh tani, perlahan-lahan Lamira menuai hasil serta bisa memiliki dua hektare sawah dan beberapa sapi. Saat program cetak sawah oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara mulai disosialisasi di dusunnya, Lamira tertarik dan merelakan seluruh sawahnya diikutkan dalam proyek itu.
Ia tergiur iming-iming pembagian hasil 60 persen yang dijanjikan bagi pemilik lahan. Sisanya jatah perusahaan negara yang mengelola. Yang lebih membuatnya syur, ia tak perlu mengerjakan apa-apa. "Perusahaan yang urus semua," ujar Lamira.
Perusahaan yang dimaksud ialah PT Sang Hyang Seri (Persero). Menurut Kepala Dusun Segak Kecil, Burhanuddin, perusahaan pelat merah itu tiba ke dusunnya pada pengujung 2012. Mereka datang bersama kontraktor yang mengerjakan subproyek. "Mereka mencatat siapa yang mau ikut proyek. Lahan langsung digarap, (perjanjian) hitam di atas putih menyusul," katanya.
Warga pun berbondong-bondong mendaftar. Sebanyak 50 petani dengan luas lahan 100 hektare tercatat menyerahkan aset mereka untuk digarap Sang Hyang Seri. Jeda beberapa hari, ekskavator mulai datang untuk menggarap lahan. Begitu pula alat-alat pertanian, seperti hand tractor. Pabrik penampung dan pengolah hasil tani juga dibangun di sana.
Belum masuk masa panen, tiba-tiba proyek terhenti karena ada peralihan dari Sang Hyang Seri kepada PT Pupuk Indonesia (Persero) pada Agustus 2013. Tanpa ada kejelasan soal kelanjutan proyek, warga tak tahu harus berbuat apa pada lahan garapannya. "Sebab, kalau kami ambil dan panen sendiri, akan melanggar perjanjian," ucap Lamira. Walhasil, Lamira dan puluhan warga Dusun Segak Kecil hanya pasrah menatap tanaman membusuk di ladang mereka.
Tak ada hasil bisa dipetik, lahan mereka pun kini terbengkalai dipenuhi ilalang. Beberapa hand tractor kini hanya parkir di rumah penduduk. Pabrik terbengkalai, mesin-mesinnya diangkut, dan dinding kayunya mulai hancur.
Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Ketapang Syamsul Akhyar, program cetak sawah sebenarnya memiliki potensi besar. Tapi Sang Hyang Seri tidak mengukur kemampuan lebih dulu sebelum memulai program. Akhirnya proyek gagal di beberapa daerah. "Masalahnya, tanah pertama yang dibuka adalah kawasan pasang-surut dan lahan tidur. Karena tak pernah digunakan sebelumnya, jadi masih labil," ujarnya.
Apalagi, kata Syamsul, selama penggarapan di bawah Sang Hyang Seri, Dinas Pertanian dan Peternakan tak dilibatkan. Baru pada 2013, sejak proyek dialihkan ke PT Pupuk Indonesia, ada nota kesepahaman bersama pemerintah daerah Ketapang. Sebelum menggarap lahan, mereka sepakat melakukan uji coba di Desa Suka Maju, pada area 110 hektare. Petani dan penyuluh lapangan dilibatkan untuk melihat terobosan-terobosan teknologi yang akan digunakan. "Hingga saat ini, area uji coba berhasil. Saat panen raya mencapai tujuh ton per hektare."
Sayangnya, menurut Syamsul, industri hilir tak siap menyerap panenan mereka. Selain padi, ratusan ton jagung hasil uji coba itu kini hanya tersimpan di gudang.
Gustidha Budiartie, Aseanty Pahlevi (ketapang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo