Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ekonom: IHSG Anjlok Sinyal Kerapuhan Ekonomi Indonesia

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 6,12 persen. Menjadi tanda rapuhnya ekonomi Indonesia.

19 Maret 2025 | 09.16 WIB

IHSG Anjlok 5 Persen, Bursa Hentikan Perdagangan Saham Sementara Waktu
Perbesar
IHSG Anjlok 5 Persen, Bursa Hentikan Perdagangan Saham Sementara Waktu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot hingga 6,12 persen pada penutupan perdagangan sesi I, Selasa, 18 Maret 2025. Ekonom sekaligus pengajar di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai anjloknya indeks komposit tersebut mencerminkan kerapuhan struktur ekonomi Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hidayat menyampaikan penurunan IHSG bukan sekedar akibat dari ketidakpastian global. "Melainkan sinyal alarm bahwa model ekonomi Indonesia terlalu bergantung pada komoditas, minim inovasi, dan terjebak dalam siklus utang untuk membiayai program populis," kata Hidayat melalui keterangan tertulis pada Selasa, 18 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Salah satu faktor yang menunjukkan kerapuhan tersebut, kata Hidayat, adalah karena Indonesia masih terjebak dalam paradigma ekonomi berbasis komoditas. Di antaranya seperti penerimaan ekspor yang masih didominasi komoditas batu bara, crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah, dan nikel.

Hidayat berujar ketiga komoditas tersebut menyumbang hingga 35 persen penerimaan ekspor Indonesia. IHSG, kata dia, sempat terpengaruh ketika harga ketiganya turun 10-15 persen pada kuartal I-2025 akibat perlambatan permintaan global. "Langsung menggerus kinerja emiten sektor pertambangan yang mendominasi kapitalisasi pasar saham," ucap Hidayat.

Dia menilai kondisi itu diperburuk oleh diversifikasi ekonomi yang hampir tidak bergerak. Contohnya, kontribusi sektor manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia stagnan di angka 19 persen sejak 2020.

Kebijakan pemerintah untuk diversifikasi ekonomi pun dia nilai tidak tepat. "Alih-alih mendorong industrialisasi, pemerintah malah mengandalkan kebijakan larangan ekspor mentah (downstreaming) yang justru mematikan daya saing," kata Hidayat.

Contohnya, kata dia, seperti larangan ekspor nikel saat pembangunan smelter belum berhasil secara masif. Hidayat menilai kebijakan itu hanya menguntungkan segelintir konglomerat sementara usaha tambang tradisional jatuh.

Selain itu, Hidayat menyebut sejumlah kebijakan populis juga menjadi beban bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kondisi itu turut berkontribusi terhadap rapuhnya ekonomi Indonesia.

Dia mencontohkan beberapa program populis seperti Makan Bergizi Gratis, subsidi energi, bantuan langsung tunai dan bantuan sosial, hingga pembangunan infrastruktur megah seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) yang tidak produktif. Program-program itu, kata Hidayat, turut memicu defisit APBN.

Hidayat mengatakan langkah pemerintah yang kemudian menjadikan utang sebagai instrumen penutup defisit APBN justru mengkhawatirkan. Kebijakan itu, kata dia, tidak hanya membebani keuangan negara, tetapi juga mengganggu kredibilitas fiskal di mata investor. "Tak heran, asing terus menarik dana dari pasar saham Indonesia, dengan arus keluar modal asing mencapai Rp 10 triliun dalam sebulan terakhir."

Menurut Hidayat, pemerintah tidak bisa terus mengabaikan reformasi ekonomi secara struktural dan memilih jalan instan menutup defisit melalui utang. "Anjloknya IHSG adalah cermin ketidakpercayaan investor terhadap masa depan ekonomi Indonesia," kata dia.

Perdagangan saham pada sesi I di Bursa Efek Indonesia pada Selasa, 18 Maret 2025 mengalami penghentian sementara atau trading halt. Posisi IHSG anjlok hingga lebih dari 5 persen.

Sekretaris Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia Kautsar Primadi Nurahmad menyampaikan hal tersebut melalui keterangan tertulis. "Dengan ini kami menginformasikan bahwa hari ini, Selasa, 18 Maret 2025 telah terjadi pembekuan sementara perdagangan (trading halt) sistem perdagangan di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) yang dipicu penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai 5 persen."

Aisha Shaidra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus