Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan tahun 2023 adalah tahun keempat pelaksanaan tugas Kabinet Indonesia Maju. Pada tiga tahun pertama kabinet bertugas, Indonesia dan seluruh dunia dihadapkan pada tantangan pandemi Covid-19 yang luar biasa dari sisi tantangan maupun dampaknya terhadap masyarakat dan perekonomian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, Sri Mulyani menambahkan, Indonesia dapat menangani pandemi dan juga mengelola dampak dengan sangat baik dibandingkan banyak negara-negara lain di dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam hal ini menjadi instrumen yang luar biasa penting dan diandalkan,” ujar dia dalam Penyerahan DIPA Tahun Anggaran 2023 yang disiarkan langsung di YouTube Kementerian Keuangan, pada Kamis, 1 Desember 2022.
Pada tahun 2020 pemerintah membelanjakan lebih dari Rp 2.595,5 triliun dengan defisit yang melonjak akibat pandemi mencapai Rp 947,7 triliun. Maka pada tahun 2021 belanja meningkat lagi menjadi Rp 2.786,4 triliun. Namun defisit menurun tajam ke Rp 775,1 triliun, itu menandakan Covid-19 mulai bisa dikelola dan perekonomian mulai bangkit.
“Pada tahun 2022 ini kita akan membelanjakan Rp 3106,4 triliun dan defisit diperkirakan akan turun lagi menjadi Rp 598 triliun,” tutur Sri Mulyani
Menurut Sri Mulyani, itu menggambarkan bahwa dalam tiga tahun kita berhasil mengendalikan pandemi Covid-19, melindungi masyarakat dan perekonomian. Serta secara bertahap, APBN juga mulai disehatkan kembali, di dalam merumuskan kebijakan di situasi yang luar biasa ini untuk memulihkan ekonomi.
“Hal Ini menghasilkan APBN yang responsif, tepat waktu, fleksibel, namun tetap efektif dan akuntabel, di dalam menghadapi tantangan yang luar biasa yaitu pandemi dan konsekuensinya,” kata dia.
Selain itu, Sri Mulyani berujar, APBN juga mengawal dan mempercepat proses pemulihan ekonomi yang sangat kompleks, serta menghadapi gejolak ekonomi global baru yang menantang saat ini.
“Pemerintah menyampaikan terima kasih kepada pimpinan dan seluruh anggota DPR serta DPD atas segala masukan dukungan serta kerjasama yang sangat baik,” ucap bendahara negara itu.
Selanjutnya: Sri Mulyani pun mengatakan saat ini ...
Sri Mulyani pun mengatakan saat ini perekonomian nasional Indonesia masih di dalam tren pemulihan positif yang tumbuh cukup kuat di atas 5 persen. Pertumbuhan itu dicapai selama 5 triwulan berturut-turut, bahkan pada triwulan ketiga mencapai 5,72 persen year-on-year.
Inflasi di Indonesia juga relatif moderat dibandingkan negara-negara lain di dunia yaitu pada level 5,71 persen pada Oktober 2022, turun dari 5,99 persen pada September 2022. Di sisi lain dari sisi neraca perdagangan terjadi surplus selama 30 bulan berturut-turut dan indeks PMI tetap menunjukkan ekspansif dalam 14 bulan terakhir.
“Dengan capaian ini memang APBN pekerja luar biasa keras. Namun kita tetap mencermati bahwa terjadi perkembangan global yang harus Kita waspadai,” tutur dia.
Oleh sebab itu, menurut Sri Mulyani, optimisme untuk pemulihan ekonomi harus terus dijaga. Namun pada saat yang sama, tiap pihak harus makin waspada terhadap risiko global yang berasal dari geopolitik.
Dia mencontohkan, penerapan zero-covid policy di Cina telah menyebabkan perlambatan ekonomi. Termasuk dampak pengetatan kebijakan moneter di negara-negara maju di dalam rangka mengendalikan inflasi juga akan berakibat pada perlemahan ekonomi global.
Sri Mulyani juga mengatakan, kenaikan suku bunga global akan meningkatkan biaya pendanaan dan memicu aliran modal keluar dari negara-negara berkembang dan emerging market. Serta menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar dari negara-negara berkembang.
“Risiko ekonomi yang telah berubah dari tadinya ancaman pandemi sekarang menjadi ancaman finansial yang membutuhkan respons berbeda dan kewaspadaan yang tinggi,” ujar Sri Mulyani.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.