Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Rumitnya Menampung Sapi Perah Impor untuk Menunjang Makan Bergizi Gratis

Di balik rencana impor sapi perah 1,3 juta ekor, ada persiapan panjang untuk menyambut tambahan populasi ternak tersebut.

11 Desember 2024 | 09.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Indonesia berencana mengimpor 1,3 juta ekor sapi perah untuk memenuhi kebutuhan susu dalam negeri.

  • Ada kerumitan menampung populasi sapi perah yang bertambah: dari lahan hingga pakan.

  • Pemerintah memastikan serapan produksi susu dalam negeri melalui makan bergizi gratis.

PEMERINTAH berencana mengimpor hingga 1,3 juta ekor sapi perah mulai tahun depan. Tambahan populasi dari impor sapi perah mendesak lantaran produksi susu segar saat ini hanya bisa memenuhi 20 persen kebutuhan industri. Sementara itu, mulai 2 Januari 2025, permintaan terhadap susu bakal bertambah dengan berjalannya program makan bergizi gratis.

Masalahnya, impor sapi perah tak sesederhana membeli sapi dari luar negeri dan membawanya ke Indonesia. Ketua Asosiasi Sapi Perah Indonesia Agus Warsito mengatakan perlu persiapan sebelum menyambut hewan ternak tersebut.

Salah satunya adalah lokasi peternakan. Sapi perah umumnya tinggal di kawasan dingin. Lihat saja sentra sapi perah saat ini yang tersebar di lokasi seperti Malang, Jawa Timur, dan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sapi perah tetap bisa dirawat di lokasi lain yang cenderung lebih dekat dengan permukaan laut. "Tapi tentu butuh investasi tambahan untuk mengontrol suhu tempat pemeliharaan sapi tersebut," ujar Agus kepada Tempo, kemarin, 10 Desember 2024.

Persiapan lainnya adalah lahan. Agus menyebutkan ada sistem budi daya sapi perah pastura alias dilepasliarkan serta intensif, yaitu tinggal di kandang. Untuk sistem pertama, tiap ekor sapi perah butuh area seluas 2-3 hektare. Sementara itu, peternakan intensif cukup di lahan 0,5 hektare untuk 3-4 ekor.

Soal lahan ini, Agus menilai pemerintah bisa memanfaatkan sentra-sentra sapi perah yang sekarang sedang tertidur, selain mencari tempat baru khususnya di luar Jawa. Sudah puluhan tahun bisnis sapi perah tak begitu menarik lantaran tak ada jaminan penyerapan dari pemerintah. Akibatnya, peternak beralih ke bisnis lain. Salah satunya mengurus sapi potong atau kambing. Ia yakin minat menjadi peternak sapi perah akan tumbuh lagi jika pemerintah serius mendatangkan populasi tambahan. 

Hal lain yang juga disoroti Agus adalah persiapan pakan. Sapi perah membutuhkan lahan untuk rumput. Selain itu, mereka butuh konsentrat yang saat ini masih impor. Kedatangan 1,3 juta ekor sapi berarti pemerintah harus memastikan ketersediaan bahan baku konsentrat tersebut.

Satu lagi faktor penting untuk mewujudkan penambahan populasi: pendanaan. Peternak, menurut Agus, tak akan sanggup membeli sapi perah baru tanpa bantuan pembiayaan dari pihak ketiga. Dia juga berharap ada penurunan bunga kredit dari perbankan, dari sekarang sekitar 6 persen menjadi 3 persen. 

Ia memperkirakan setidaknya butuh Rp 500 juta untuk mulai beternak 6-9 ekor sapi di kandang, tanpa menghitung biaya akuisisi lahan. Angka sapi tersebut diambil lantaran hasil penelitian asosiasi menunjukkan bahwa peternak minimal harus merawat 6-9 ekor agar bisa menikmati keuntungan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Nanang Purus Subendro, peternak rakyat khususnya butuh dukungan pemerintah soal investasi ini. Apalagi bisnis peternakan sapi perah jangka panjang berisiko tinggi. Dia menjelaskan, sapi perah umumnya bisa dirawat hingga enam kali melahirkan. Perawatannya tak mudah, seperti memastikan ketersediaan pakan hijauan hingga mengatur jadwal kawin. "Setiap ada penundaan pembuntingan, itu biaya," tuturnya. 

Selain itu, produk susu segar tak bisa bertahan lama di suhu ruang, hanya 2-3 jam. Artinya peternak butuh investasi tambahan untuk menyediakan rantai pasok dingin. Yang tak kalah penting adalah memastikan penyerapan susu segar di dalam negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Belum lagi pemerintah harus mempersiapkan jaminan kesehatan sapi perah. Nanang mendengar kabar bahwa pemerintah berencana mendatangkan sapi dari Brasil yang belum sepenuhnya bebas penyakit mulut dan kuku (PMK). Jika tak diawasi dengan baik, penyakit ini bisa merebak lagi di Indonesia.

Soal pengawasan ini, Badan Karantina Indonesia menyatakan bakal mengawal ketat. Pada 3 Desember 2024, misalnya, sebanyak 50 ekor sapi bunting jenis Friesian Holstein datang dari Australia ke Lampung. Deputi Bidang Karantina Hewan Badan Karantina Indonesia Sriyanto menyebutkan timnya akan hadir dari pre-borderborder, hingga post-border untuk memastikan bibit sapi perah ini aman dan bebas hama penyakit hewan karantina. "Untuk hewan ternak ini, kami akan lakukan serangkaian tindakan karantina hewan dan penerapan masa karantina di Instalasi Karantina Hewan. Kemudian pengujian laboratorium untuk memastikan sapi perah bibit tersebut sehat," tuturnya.

Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mengatakan bakal membantu pelaku usaha yang tertarik mengimpor sapi perah dan mengembangbiakkan ternak tersebut. Dia mengklaim sudah ada 60 perusahaan yang berkomitmen berpartisipasi. Kepada mereka, pemerintah menyodorkan lokasi potensial buat peternakan sapi perah. "Ada 1,5 juta hektare lahan yang teridentifikasi di dalam dan luar Jawa yang bisa dimanfaatkan," ujarnya. Para investor bisa memilih lokasi yang mereka inginkan dan bernegosiasi langsung dengan pemilik lahan. 

Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindaya memastikan produksi susu dari sapi perah ke depan bakal terserap dengan adanya program makan bergizi gratis. Pemerintah berupaya menyediakan sumber pangan dari dalam negeri. "Kebijakan kita berbasis sumber daya lokal. Tidak memaksakan sesuatu jika belum tersedia," tuturnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus