Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Iring-iringan truk tangki pengangkut minyak tak putusnya hilir-mudik di Desa Kedung Jaya, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Saban hari, puluhan truk berkapasitas 16 ribu liter mengangkut minyak mentah dari stasiun pengumpul Tambun A PT Pertamina Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Barat ke stasiun minyak Cilamaya, Karawang, Jawa Barat. Pada saat sibuk, rata-rata ada 100 trip pengangkutan minyak dari Babelan ke Cilamaya.
Antrean truk, deru mesin pengeboran minyak, dan kobaran api dari sumur-sumur minyak, serta kesibukan pekerja di kawasan itu, sudah menjadi bagian hidup keseharian para penduduk setempat. Sejak tahun 2000, kegiatan pengeboran minyak di kawasan yang diperkirakan mengandung minyak sekitar 233 juta barel itu seolah tak ada jeda.
Kepada Tempo pada awal 2004, Direktur Hulu Pertamina ketika itu, Bambang Nugroho, mengatakan bahwa Pertamina akan mengurangi pengangkutan minyak dengan truk. Minyak mentah akan dikirim ke stasiun Cilamaya menggunakan pipa. Namun, sejak pertengahan 2004, proyek ini terhenti karena kontraktornya, PT Bharata, mengundurkan diri. Perusahaan ini angkat tangan menghadapi penolakan sebagian warga di daerah Tambun atas pemasangan pipa yang melewati kawasan itu.
Padahal, rencana pipanisasi sepanjang 120 kilometer itu dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas produksi lapangan minyak Babelan. Juru bicara Pertamina M. Harun mengatakan, sebetulnya produksi minyak di Tambun bisa digenjot hingga 20 ribu barel per hari. Tapi, gara-gara keterbatasan armada dan belum selesainya pemasangan pipa, akhirnya minyak yang bisa dipompa hanya 8-12 ribu barel per hari.
Kendati masih sedikit yang bisa dipompa, kata Direktur Hulu Pertamina Hari Kustoro, lapangan minyak di Tambun itu kini menjadi salah satu sumber minyak andalan untuk meningkatkan kinerja sektor hulu. Tahun ini, Pertamina akan meningkatkan produksi minyak dan gasnya hingga 142 ribu barel per hari. Jumlah ini sedikit di atas tahun lalu yang baru 133 ribu. "Tahun lalu, kami mencapai 90 persen dari target," kata Hari. Namun, peningkatan ini terlihat sangat kecil dibandingkan dengan potensi yang dimiliki Pertamina.
Pertamina kini memiliki 7 wilayah kerja minyak dan gas bumi, 3 wilayah panas bumi, dan 37 wilayah yang masih dalam tahap eksplorasi. Wilayah ini meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Papua. Perusahaan minyak negara ini juga mengelola 64 wilayah kerja minyak dan gas bumi, serta delapan wilayah panas bumi dengan menggunakan pola kemitraan dalam bentuk joint operation body, kontrak bantuan teknis, dan konsorsium.
Sayangnya, pendapatan Pertamina dari sektor hulu ini sebagian besar malah disumbang dari lapangan yang dikelola bersama mitranya, bukan dari lapangan yang dikelolanya sendiri seperti Tambun. Alfred mengungkapkan bahwa semua itu terjadi karena cekaknya dana yang dimiliki Pertamina. Menurut Alfred, seluruh pendapatan di hulu terpaksa dialihkan untuk memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri.
Hari menambahkan, kendala lain yang dihadapi adalah tersebarnya wilayah garapan Pertamina dan cadangan minyak dan gas yang dimilikinya tak terlalu besar. Apalagi pengembangan lapangan tak serta-merta menampakkan hasil. Setelah dua hingga tiga tahun, barulah perkiraan cadangan bisa terbukti. Jadi, "Kami tak bisa berharap akan ada peningkatan produksi secara drastis."
Pengamat perminyakan Kurtubi menyayangkan kinerja sektor hulu Pertamina selama dua tahun terakhir, yang seperti jalan di tempat. "Sepertinya ada kesalahan di dalam Pertamina yang harus dibenahi," ujarnya. Padahal Pertamina seharusnya lebih serius mendorong eksploitasi agar bisa mendongkrak produksi. Caranya, antara lain, mencoba teknologi baru atau mengadopsi sistem pengangkatan minyak lain yang cukup sukses di negara lain seperti di Rusia atau Cina.
Sebetulnya, Pertamina juga masih memiliki kartu truf untuk mendorong produksi, yaitu ladang minyak dan gas raksasa Cepu, di Jawa Tengah. Namun hingga saat ini belum ada kepastian apakah akan digarap bersama ExxonMobil atau akan dikerjakan sendiri oleh Pertamina. Cepu diperkirakan memiliki cadangan hingga 500 juta barel. Kurtubi menganggap strategi Pertamina dalam perundingan itu kian tak konsisten. "Maju-mundur terus." Tak mengherankan jika Pertamina seperti jalan di tempat.
Dara Meutia Uning, Siswanto (Bekasi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo