PERTENGAHAN bulan lalu, 10 ribu lusin BH seharga Rp 56 juta
bikinan Desa Soreang Bandung, memasuki pasar Nigeria: Ekspor
pertama kutan oleh CV Josephin itu dilakukan untuh memenuhi
pesanar Dumby Project Ltd., sebuah perusahaan dagang di Lagos.
Jika segalanya lancar, pertengahan Desember ini 17 ribu lusin
kutang serupa juga akan diekspor lagi ke Nigeria dan Zaire. Soal
harga "belum ada pembicaraan, tapi kami berharap ada kenaikan,"
ujar Ayat Hidayat, ketua Seksi Usaha Unit Konpeksi KUD Soreang.
Usaha ekspor itu bermula ketika VB Sadarangani, pialang
perdagangan umum di Inggris, diantar Asep Priyatna, direktur
Josephine, melongok ke Soreang, desa yang berpenduduk 5.000
jiwa. Sadarangani yang tertarik dengan kutang Soreang segera
memberikan saran perbaikan mengenai cara menjahit untuk
memperbaiki mutu. Sesudah itu pesanan pun dilakukan, kebanyakan
ukuran 80 dan 85 serta sebagian besar berwarna hitam. Bahan yang
dipakai adalah kain karet, brokat, dan esper yang terbuat dari
tulang. Merknya Rikrik (apik), ditambahi embel-embel, High
Quality Body Fashion Made in Indonesia.
Sebagai eksportir, Josephine membeli kutang itu dengan harga Rp
5.600 (di tempat) per lusin. Karena biaya produksi mencapai Rp
5.300 per lusin, koperasi memperoleh keuntungan Rp 300 saja.
Keuntungan sebesar itu "sebenarnya.sangat tipis, tapi pendapatan
bisa diimbangi dengan banyaknya pesanan," ujar Mang Ayat.
Josephine pada ekspor pertama itu harus menanggung rugi sekitar
Rp 15 juta. Maklum. untuk kutans 10 ribu lusin yang dibeli
Dumby US$ 82 ribu itu, dia harus pula mengeluarkan ongkos
pengepakan (Rp 1 juta), dan pengiriman dengan pesawat dari
Jakarta ke Lagos (US$ 39.215). Tapi Asep Priyatna berharap,
kerugian itu kelak bisa ditutup jika sertifikat ekspor keluar
tahun depan.
Selain menghasilkan kutang, Desa Soreang, 40 km sebelah selatan
Bandung, setiap hari juga membuat gaun (6.000 potong), celana
panjang (3.200 potong), dan pakaian anak-anak (S.000 stel).
Usaha konpeksi yang sudah dimulai sejak tahun 1950-an itu kini
melibatkan sekitar 3.500 tenaga penjahit (sekitar 30% punya
kerja rangkap sebagai petani), dari anak-anak sampai dewasa.
Akan halnya jahitan kutang "sebenarnya bukan merupakan bisnis
utama. Soalnya, pemasarannya hanya terbatas di Jawa Barat dan
ekspor ke Nigeria belum tentu setiap bulan," ujar Ayat.
Ketika melayani permintaan dari Nigeria itu, Unit Konpeksi KUD
Rikrik Gemi Soreang mengerahkan lebih dari 100 tukang jahit.
Karena khawatir terjadi apa-apa, koperasi ini tak pinjam kredit
ekspor untuk memenuhi modal kerja. "Kualitas BH bikinan Soreang
cukup lumayan," ujar Lili Asdjudirdja, kepala Dinas
Perindustrian Kabupaten Bandung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini