Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Opic ingin di sini

Delegasi dagang dari amerika, opic (overseas private investment corp.) berkunjung ke indonesia. menjajaki kemungkinan investasi di indonesia. (eb)

17 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI bukan OPEC, organisasi negara pengekspor minyak mentah, yang dalam sidangnya di Jenewa pekan lalu membekukan harga minyak dan kuota produksi mereka. Tapi OPIC (Overseas Private Investment Corp.), korporasi semipemerintah di AS. Tugasnya adalah membantu para pengusaha AS menanam modal di luar negeri. Terdiri dari 23 pengusaha Amerika, OPIC mengakhiri misinya selama sepekan di Jakarta, Jumat pekan lalu. Hasilnya memang tidak spektakuler. Mereka baru menjajaki kemungkinan investasi di Indonesia. Tapi yang menarik adalah: tak kurang dari tiga menteri - yakni Ali Wardhana, J.B. Sumarlin, dan B.J. Habibie - serta ketua BKPM Suhartoyo, silih berganti menerima mereka. Delegasi besar OPIC juga bertemu dengan tak kurang dari 65 pengusaha Indonesia. Toh ada yang menaruh minat besar untuk membuka usaha patungan di Indonesia. Agaknya, sudah ada studi tentang itu. Seperti kata Craig A. Nalen, presiden OPIC, yang mengetuai delegasi itu, "Beberapa dari kami tahun depan akan datang lagi untuk melanjutkan rencana penanaman modal di sini." Orang-orang OPIC yang punya minat besar itu, menurut Craig, sudah pula menemukan rekanan di sini dan memang sudah merencanakan membuka usaha patungan. PT Santi Bakti, misalnya, akan menjadi rekanan Babcox and Wilcox, swasta AS pembuat komponen ketel uap dan listrik. Lalu perusahaan Stratagraph, yang sudah menandatangani kontrak kerja sama dengan PT Gondwana untuk mendirikan perusahaan leasing. Dan Chemtex Fibers, yang berminat mendirikan pabrik kertas terintegrasi di Sumatera Selatan dan Kalimantan. Sebagian besar dari anggota misi OPIC itu memang bukan muka baru, tapi yang juga hadir ketika misi OPIC pertama datang ke mari, tahun 1979. Dibandingkan dengan gerak perusahaan Jepang, tak heran kalau ada yang beranggapan bahwa gerak mereka agak lamban. Sejak PMA dibuka tahun 1967, perusahaan AS yang beroperasi di Indonesia - yang dirintis Freeport Indonesia - hanya 73. Dalam dua tahun ini, jumlah itu tak banyak berubah. Dari seluruh investasi (di luar minyak) yang disetujui BKPM sejak 1967 hingga 1982 yang berjumlah US$ 11,79 milyar porsi mereka hanya 5,6%. Jauh di bawah Jepang yang 37%, atau Hong Kong yang 10%. Pada tahun-tahun terakhir, sebelum kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto ke AS, Oktober tahun lalu, investasi baru pun hanya satu-dua, merosot dari empat proyek yang disetujui tahun 1979 dan enam proyek pada 1980. Itulah sebabnya, ketika bertemu dengan Presiden Ronald Reagan di Washington, Presiden Soeharto sempat mengimbau kepala negara AS itu agar mendorong perusahaan swastanya menanam modal di Indonesia. Kebetulan, AS memang punya alat untuk itu, yakni OPIC, yang antara lain bertugas menjamin dengan asuransi dan bantuan modal para pengusaha AS yang bermmat dagang, terutama di dunia ketiga. Tahun lalu pemerintah AS menyediakan dana asuransi US$ 3 milyar danmemberikan pinjaman US$ 100 juta lebih lewat OPIC. Khusus buat Indonesia, kata Nalen, OPIC "bersiap selama 11 bulan." Sesudah berusaha menyeleksi, OPIC akhirnya memilih 23 pengusaha yang mewakili hampir semua kegiatan yang diprioritaskan Indonesia, yakni sektor industri, agribisnis, dan keuangan. Apa pendapat mereka setelah bertemu dengan pejabat dan pengusaha Indonesia? "Saya sudah memutuskan akan pindah dan bermukim di sini," kata Martin Washburn pemilik perusahaan pembersih dan pembuka areal pertanian Washburn Development Corporation dari Florida. Dia berminat memperkenalkan sistem baru untuk membantu percepatan pembukaan serta penyuburan lahan pertaman dan transmigrasl, dengan alatnya, mesin traktor 34 ton seharga Rp 300 juta. April tahun depan, dia akan datang lagi dengan mesin itu dan rencana untuk pembangunan pabrik baru di sini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus