JANGAN kaget jika di masa resesi seperti sekarang masih ada
perusahaan yang berani berharap bisa meraih laba cukup besar. PT
Indosat, yang sejak awal tahun lalu dipercaya mengelola seluruh
jasa telekomunikasi internasional, tahun ini membuat ancar-ancar
memperoleh laba kotor Rp 70 milyar. Tahun lalu, badan usaha
milik negara ini mengantungi keuntungan sebelum pajak Rp 43,9
milyar.
Bagian terbesar pendapatan diharapkan masih akan datang dari
jasa percakapan telepon internasional. Tahun lalu, pendapatan
dari sektor ini mencapal Rp 38,8 milyar, atau 58% dari seluruh
pendapatan perusahaan. Dalam lla tahlln terakhir ini.
pertumbuhan pendapatan dari percakapan telepon rata-rata 32,3%,
jauh lebih tinggi dibandingkan Eropa, yang hanya 10% tahun lalu.
Pendeknya, kata Jonathan L. Parapak direktur utama Indosat, laju
pertumbuhan perusahaan "cukup menggembirakan untuk menghadapi
resesi."
Selain dari sektor itu, Indonesian Satellite Corp. juga
memperoleh pendapatan dari jasa teleks, te7egram, sirkuit sewa
telegraf, sirkuit sewa suara, dan televisi. Akhir tahun lalu,
perusahaan ini memperkenalkan jasa tele conference (konperensi
jarak jauh) antara Singapura dan Jakarta. Dengan cara ini
-tarifnya US$ 20 (hampir Rp 20 ribu) per setengah jam untuk sewa
fasilitas dan Rp 1.235 per menit untuk sewa hubungan konperensi
atau seminar bisa diselenggarakan di tempat berbeda. Pesero ini
juga memberi kesempatan kaum bisnis memiliki peralatannya yang
berharga US$ 30 ribu, dan menyewakan salurannya sekaligus dengan
biaya US$ 7.500 per bulan.
Nilai aktiva tetap Indosat selama tiga tahun ratarata Rp 28
milyar, dan selama itu mampu memberikan keuntungan Rp 69 milyar
lebih. Hartanya yang paling mahal adalah sistem kabel lautnya
yang, pada akhir 1982, nilai bukunya Rp 17,4 milyar. Sedangkan
stasiun bumi antena I dan II, masing-masing bernilai Rp 4,9
milyar dan Rp 2,9 milyar.
Dengan rendah hati, Parapak menyebut bahwa keberhasilan Indosat
meraih keuntungan besar di masa resesi banyak ditentukan oleh
tradisi kerja yang baik para karyawan dan manajemen yang
efisien. Pada mulanya, pengelola jasa telekomunikasi
internasional itu dipegang perusahaan transnasional ITT
(International Telephone Telegraph), PMA dari Amerika. Tiga
tahun lalu, Indosat mengambil alih pengelolaannya. Parapak, yang
memulai kariernya sejak perusahaan itu dipegang ITT, jelas tidak
mengalami kesulitan untuk melanjutkannya. "Saya sudah diwarisi
semuanya, tinggal mengatur saja," katanya terus teran.
Sekalipun hanya penerus, dia toh bisa membuktikan bahwa tidak
selamanya PMA yang dialihkan ke PMDN akan ringsek di tengah
jalan. Tapi dia tak ingin jadi jemawa. Maklum, bagi perusahaan
yang memonopoli jasa telekomumkasi internasional ini, pelanggan
adalah tetap raja. "Seperti Anda lihat, kita tidak lagi
mengalami kesulitan berhubungan ke luar negeri dengan telepon.
Cukup putar nomor 101," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini