Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, menilai teknologi nuklir sebagai energi yang paling bersih. Nuklir juga bisa menghasilkan listrik per kwh yang lebih murah. Namun, Mamit menilai Indonesia masih belum siap memanfaatkan teknologi nuklir dalam waktu dekat.
Mamit mengatakan ada sejumlah hal mesti diperhatikan pemerintah jika hendak membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Pertama, faktor kesiapan transmisi dan distribusi milik PLN dalam menyerap listrik dari nuklir.
“Karena jika sampai, misalnya jaringan PLN tidak siap seperti terjadi black out, maka bisa berbahaya bagi PLTN,” ujar Mamit kepada Tempo, Selasa, 25 Oktober 2022.
Kedua, lanjut Mamit, adalah faktor keamanan. Maksudnya, perlu diperhatikan sejauh mana kesiapan pembangunan PLTN yang tetap aman dan tidak menimbulkan bencana. Lalu ketiga, faktor sumber daya manusia atau SDM. Teknologi nuklir yang sarat risiko, menurut Mamit, membutuhkan SDM yang benar-benar mumpuni dan menguasai teknologi tersebut.
Faktor keempat yang menurut Mamit tidak kalah penting, yakni soal penanggulangan limbah nuklir. Menurutnya, harus dipastikan bahwa limbah nuklir benar-benar tersimpan dengan aman dan kuat. Kemudian kelima, fakktor geografis.
Mamit mengatakan pembangunan PLTN mesti dilakukan di daerah yang beba dari gempa maupun gangguan alam yang berpotensi merusak PLN. Terakhir, soal sosialisasi dan penerimaan masyarakat.
Pastikan daerah yang akan dibangun PLTN merupakan daerah yang bebas dari gempa dan gangguan alam yang bisa merusak PLTN. Keenam, faktor sosialisasi dan penerimaan masyarakat. Karenanya, menurut Mamit, Indonesia bisa perlu belajar dari negara-negara yang sudah menggunakan teknologi nulir, seperti Jepang, Rusia, atau AS.
“Saya rasa kita masih butuh waktu panjang, terutama sosialisai sehingga bisa diterima masyarakat,” ujar Mamit.
Namun jika hendak menuju pencapaian net zero emission (NZE), menurut Mamit Indonesia harusnya sudah memulai setidaknya lima tahun lagi. Minimal, kata dia, sudah melakukan pra FS atau pra studi kelayakan. “Konstruksi bisa dimulai 2040, misalnya,” kata dia.
Pengembang Teknologi Nuklir Ahli Utama BRIN, Suparman, menuturkan ada beberapa tempat di Indonesia yang layak menjadi tempat pengembangan energi tersebut.
"Walau kita di ring of fire, ada beberapa tempat yang layak. Artinya memenuhi persyaratan Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir),” ujar Suparman dalam webinar Kesiapan Energi Terbarukan dan Nuklir dalam Mendukung Pencapaian Net Zero Emission, Senin, 24 Oktober 2022.
Wilayah-wilayah tersebut adalah Jepara, Banten, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Selain itu, sejumlah lokasi di Nusa Tenggara Barat (NTB) pun berpotensi sebagai lokasi pengembangan.
"Di NTB, walaupun sering gempa, sebenarnya waktu kami survei ada beberapa tempat yang aman,” kata Suparman.
Ia melanjutkan tapak nuklir dan sumber daya manusia Indonesia sejatinya sudah siap. Hanya, kata dia, pengembangan nuklir nasional masih lemah lantaran pemerintah belum memiliki kebijakan yang pasti tentang pembangunan PLTN.
Saat ini, ia menganggap Indonesia masih berada di tahap pertama untuk pengembangan pembangkit listrik tersebut. “Kita belum ada keputusan dari pemerintah, apakah mau membangun PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) atau tidak,” kata dia.
Baca Juga: Terkini Bisnis: Daftar 156 Obat Sirup yang Boleh Diresepkan, Transisi Energi Harus Terjangkau
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini