Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Eucalyptus di Merauke

Industri kertas scott, Amerika, bekerjasama dengan kelompok astra akan mendirikan pabrik pulp di Irian Jaya, Indonesia. pencinta lingkungan mengkhawatirkan kasus indorayon terulang kembali.

4 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUTAN dan rawa-rawa di Irian Jaya tak perlu ditakuti. Raksasa pembuat kertas paling masyhur dari Amerika Serikat, Scott Paper Co., sudah bertekad mau menyibak 800.000 hektar belantara dan rawa-rawa sekitar Merauke, sebagai ladang pemasok kayu eucalyptus -- bahan baku terpenting untuk membuat bubur (pulp) kertas tisu. Scott memperkirakan, kawasan Asia bisa jadi sasaran yang empuk buat pemasaran tisu muka dan toilet. Scott tak sendirian. Kelompok Astra yang semakin berani menanamkan modal terpilih sebagai mitra Scott dalam usaha patungan yang diberi nama PT Astra Scott Cellulosa (ASC). Astra menggenggam 40% saham, Scott 60%, yang dalam 20 tahun harus menciut di bawah 50%. Dalam rencana, ASC akan menanamkan uang tak kurang dari US$ 663 juta di sana. Jika proyek ini jadi dilaksanakan, niscaya ASC akan muncul sebagai salah satu proyek PMA Amerika Serikat yang paling besar di Indonesia. BKPM juga sudah menyetujui investasl besar-besaran ini. Tapi bukan berarti segalanya beres. Memang dalam tiga tahun terakhir ini, orang-orang Scott mondar-mandir ke Indonesia mencari lokasi yang tepat. Mula-mula merek membidik lokasi di Kalimantan. Selain dekat dengan pelabuhan, Kalimantan juga rak terlalu tipis penduduknya. "Cuma syang, tanah di sana berbukit-bukit dan umumnya adalah HPH milik orang lain," ujar Edwin Soeryadjaya, Presiden Komisaris ASC kepada TEMPO. Putra bos Astra William Soeryadjaya ini bersama orang Scott, akhirnya sepakat memilih Irian Jaya. Namun, lokasi ini masih mengundang tanda tanya. Pihak Scott masih merasa perlu melakukan riset tambahan selama dua atau tiga tahun lagi, untuk menentukan kelayakan proyek. Riset itu akan meliputi analisa dampak lingkungan (Andal), pembuatan rencana pembangunan infrastruktur, dan percobaan menanam eucalyptus di atas lahan 60 ha. "Kami angkat kaki kalau riset ltu memperkirakan proyek ini bakal gagal," kata Barry Kotek, eksekutif yang memimpin kantor Scott di Jakarta, seperti dikutip koran Asian Wall Street Journal, dua pekan lalu. Kalangan Astra sempat tak percaya mendengar pernyataan Kotek. "Mosok sudah berjalan begitu panjang, mau mundur begitu saja," ujar orang Astra itu kepada TEMPO. Seandainya Scott mundur pun, kata orang itu lagi, pasti Astra tak bisa maju sendiri. Pasangan lain mesti dicari. Sorotan dari pihak luar lebih tajam lagi. Kasus Indorayon di Sumatera Utara tampaknya menghantui proyek ASC. Sebuah gabungan 10 kelompok kecil konon sempat menyatakan kekhawatirannya, jangan-jangan proyek di atas areal 1 1/2 kali Pulau Bali itu akan merusakkan hutan dan kehidupan sosial orang Irian. Wahana Lingkungan Indonesia, Walhi, yang menuntut pemerintah dalam kasus Indorayon, juga angkat bicara lewat Agus Purnomo, Direktur Eksekutif Walhi. Agus berucap hati-hati, konsesi hutan untuk ASC selama 30 tahun itu bisa diterima, atau bahkan disambut baik oleh kelompoknya, asalkan .... Ya, asal saja ASC memperhatikan kepentingan penduduk asli Irian dan dampak lingkungannya. Konon, Walhi curiga, bila Scott menanam jenis eucalyptus yang tumbuh cepat, lahan bisa kering dibuatnya dan tak bisa ditanami lagi. Tapi menurut Kotek, kekeringan seperti itu hanya terjadi di daerah yang curah hujannya rendah. Sementara itu, Merauke dan Irian Jaya umumnya punya curah hujan yang tinggi. Lagi pula, di areal konsesi ASC, sudah tumbuh pohon eucaplytus liar. Belum jelas benar, bagaimana riset Andal akan dilaksanakan. Tapi, kata Edwin, "Soal Andal ini sudah dikoordinasi langsung oleh Kantor Menteri KLH, BKPM, dan Departemen Perindustrian." Menurut Kotek, Menteri KLH Dr. Emil Salim akan mempertemukan ASC dengan kelompok pecinta lingkungan itu bulan Februari ini. Di samping Walhi, ada sodokan lain dari saingan Scott terkuat: si pembersih Kleenex. Kabarnya, Kleenex sudah bergandengan tangan dengan mitra Indonesianya, yang juga berniat bikin pabrik bubur kertas. Belum bisa dipastikan, apakah rencana investasi mereka sudah disetujui BKPM atau belum. Menurut Ketua BKPM Sanyoto Sastrowardoyo, dalam hal investasi Scott, pemerintah tak menetapkan syarat khusus, begitu pula Scott tak meminta insentif khusus. Wajar bila permohonan usaha patungan ini lancar-lancar saja. Malah ada yang berpendapat bahwa proyek ASC sudah menjadi semacam proyek nasional. Sebegitu jauh, dari 700.000 ha tanah yang sudah disurvei, sebagian besar berupa rawarawa, dengan 15.000 penduduk asli hidup di atasnya. Untuk tahap pertama, ASC akan membuka kebun pembibitan, di samping penanaman eucalyptus di atas 10.000 ha lahan setiap tahun, selama 14 tahun. Sebuah pabrik pemroses serpihan eucalyptus akan dibangun tak jauh dari Merauke, yang mampu melahap 1.000 metriks ton bubur kertas setiap hari. Tak kurang dari 95% produksi pabrik ini akan diserap pasar ekspor, terutama ke Korea, Jepang, Taiwan, dan AS. Sisanya ditampung oleh pabrik kertas Leces di Probolinggo, Jawa Timur, untuk bahan kertas koran. Pada puncak produksinya, ada 6.000 tenaga kerja bisa diserap proyek ini. ASC mengharapkan kaum transmigran bekerja di sini, tapi sumber lain di ASC juga ingin menyerap sebanyak mungkin penduduk asli Irian. "Kami ingin ASC bisa jadi proyek percontohan kami," ujar Kotek.Bachtiar Abdullah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum