EYANG Putri mulai bangun. Setelah terus menurun sejak 1981, pabrik nenas kalengan yang didirikan P.H. Hutabarat, 1974, itu berproduksi kembali 1 Oktober lalu. Itu pun setelah PT PP Berdikari mengedrop modal sekitar Rp 500 juta. "Jumlah ini khusus untuk membeli bahan baku sampai menjadi nenas kalengan," kata Ahmad Nurhani, wakil dirut PT PP Berdikari. Hari pertama mesin berputar, sejak tersendat-sendat tiga tahun lalu, sebanyak 14 ton nenas segar diolah. Hari kedua, mesin cuma menyedot tujuh ton, karena bahan yang harus diolah tidak tersedia. Padahal, kapasitas pabrik yang ketika didirikan bernama PT Pineaple Cannary of Sumatera (PCS) itu mampu mengolah sehari 300 ton. Jadi, sekalipun PT Berdikari telah merangkul Eyang Putri, pabrik nenas kalengan itu masih menhadapi kesulitan. Antara lain, di samping lokasi pabrik sangat jauh dari kebun, luas kebun belum bisa memenuhi kebutuhan pabrik. Sementara itu, KUD di sekitarnya pun tidak bisa diharapkan membantu memenuhi kebutuhan Eyang Putri. PCS didirikan dengan modal US$ 1,5 juta, yang merupakan patungan Nozaki & Co. dari Jepang dan Rinseiko Singapura (70%) serta PT Sipo Jakarta (30%). Dari kebun seluas 600 ha, dirut PT PCS, P.H. Hutabarat, berniat menambah kebunnya 3.000 ha lagi dan memperbarui mesin pabrik. Pada 1978, ia meminjam USX 2,8 juta dari Bank of Tokyo. Tetapi entah kenapa Nozaki "membajak" pinjaman partner-nya itu, hingga hubungan pun menjadi retak. Sekitar 50 karyawan - dari sekitar 300 orang - mulai bekerja kembali. Kepada para karyawan - dengan disaksikan Bupati Simalungun - diberitahukan kesepakatan PT Eyang Putri dan PT Berdikari. Soal manajemen dan buruh menjadi tugas PT Eyang Putri. Sedangkan urusan pembelian bahan, pemilihan bahan, dan pemasarannya dipegang langsung PT Berdikari. "Yang dikelurkan uang kami," kata wakil dirut PT Berdikari itu, "maka kami pula yang mesti mengatur keluar dan masuknya uang." Untuk sementara, PT Berdikari akan melanjutkan jalur pemasaran yan dirintis PT Eyang Putri ke Timur Tengah dan Eropa Barat. Perhitungannya, perusahaan Del Monte di Hawaii, penghasil nenas nomor satu di dunia, mungkin akan gulung tikar, karena harga tanah dan buruh di sana sangat mahal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini