Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Iran Pun Tergiur

Pada pelelangan di Hotel Orchid Palace, empat jenis teh Indonesia mengalami kenaikan harga. india dan srilangka terus merosot. Nilai ekspor Indonesia terus menaik. Iran meminta suplai. (eb)

13 Oktober 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MARTABAT teh, ternyata, tetap terangkat. Pada lelang yang diikuti 15 eksportir teh di Pandawa Room, Hotel Orchid Palace, Jakarta, dua pekan lalu, empat jenis teh andalan Indonesia mengalami kenaikan harga rata-rata enam sen dolar per kg dari minggu sebelumnya. BOP (Broken Orange Pecoe) dari US$ 3,05 menjadi US$ 3,11. BOPF (Broken Orange Pecoe Fanning) naik dari US$ 3 menjadi US$ 3,06. Dan Dust, yang sebelumnya US$ 3,18, melonjak sampai US$ 3,30. Harga PF (Pecoe Fanning) yang bertahan pada US$ 3,305. "Kenaikan sangat terasa pada empat minggu terakhir ini," ujar Satya Purnama, koordinator lelang teh ekspor Indonesia dan Kantor Pemasaran Bersama (KPB) teh. Menurut dia, yang mengaku sudah 28 tahun menggeluti bisnis teh, kenaikan harga diramalkan akan berlangsung terus. Paling tidak hingga akhir tahun ini. Di pasaran dunia, Indonesia memang sedang diuntungkan oleh beberapa masalah dalam negeri pengekspor teh utama. India dan Sri Lanka, yang pada 1971 memegang 30% dan 29,5% share perdagangan teh dunia, terus merosot. Pada 1982, share kedua negara itu tinggal 23,3% dan 22,2%. Dalam periode yang sama, share Indonesia meningkat dari 5,9% menjadi 7,8%. Akhir tahun lalu, India menghentikan ekspor tehnya untuk kepentingan Pemilu. "Ditambah dengan kerusuhan Sikh yang melanda negeri itu, mungkin ekspor mereka tertunda terus," kata Purnama. Dan ramalan ini, tampaknya, bukan tak beralasan. Iran, misalnya, tahun ini mulai melirik teh Indonesia. Negeri yang mengharamkan alkohol itu meminta suplai 20 ribu kotak (a 50 kg) teh dalam waktu singkat, dengan harga maksimal. Inilah untuk pertama kalinya Iran menawar teh kita. "Sayang, kita tidak mampu memenuhinya," keluh Purnama. Dalam empat tahun sejak 1979, nilai ekspor teh kita memang naik dari US$ 83 juta menjadi US$ 114 juta. Kenaikan 30,1% ini menurut Martunis Yunus, direktur Bina Usaha Tani & Pengolahan Hasil Perkebunan Ditjen Perkebunan, "Melebihi rencana kenaikan yang hanya 4,7%." Pada Pelita IV, ia mengharapkan nilai ekspor teh kita bisa mencapai US$ 194,5 juta. Sudah tentu harapan ini menuntut perluasan areal tanaman teh, yang selama 1979-1983 mencatat kenaikan 2,2%. Hingga akhir tahun lalu, areal perkebunan teh kita tercatat 117.655 ha. "Menurut rencana, hingga 1986 nanti areal perkebunan teh kita akan bertambah 15.000 ha lagi," kata Martunis. Di PTP XII dan PTP XIII, yang meliputi Kabupaten Bandung, Cianjur, Sukabumi, Subang, Tasikmalaya, Ciamis, dan Garut, "demam" teh itu memang terasa menghangat. PTP XII, yang memproduksi teh Goalpara dan Gunung Mas, dengan produksi 20.208 ton teh kering tahun lalu, mengaut keuntungan sekitar Rp 8 milyar. Sedangkan PTP XIII, yang menghasilkan teh Sedap, dengan produksi 22.500 ton teh kering pada tahun yang sama memetik keuntungan sekitar Rp 16 milyar sebelum dipotong pajak. Kedua PTP ini memiliki areal 47.757ha, 55% di antaranya ditanami teh, yang memasukkan sekitar 70% dari seluruh pendapatan. Naiknya permintaan memang mengangkat harga jual dari perkebunan. Itu dirasakan Yuslich Syams, manajer teh dan cokelat PT Bakrie Brothers (BB). "Biasanya, permintaan berkisar antara 2,5 ton dan 5 ton per bulan," kata Yuslich. Sekarang, bulan ini saja BB sudah menerima permintaan 9,5 ton. "Saya tidak yakin bisa memenuhi permintaan langganan, meskipun hanya yang dl Amerika Serikat," Yuslich menambahkan. Ia juga mengeluhkan perusahaan teh asing yang beroperasi di Indonesia dan sanggup membeli dalam jumlah banyak dengan harga mahal. Pada lelang dua pekan lalu, misalnya, hanya tiga pembeli yang bersaing keras: Van Rees, Intraport (agen perusahaan raksasa Lipton Tea), dan Zaskya, agen Brooke Bond International. Dua yang pertama dari AS, yang disebut terakhir dari Inggris. Teh yang terlelang saat itu 812 ton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus