Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Gabah-gabah basah

Bulog mencanangkan 1985 sebagai tahun kualitas. Ribuan ton gabah petani ditolak Dolog Ja-Tim. Situasi ini terjadi pula di Ja-Teng. Pihak petani dan DPR protes agar Bulog bersikap lebih longgar. (eb)

4 Mei 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUJAN tidak selalu membawa berkah bagi petani. Berlebihnya curah hujan awal tahun ini, ternyata, berakibat jelek: banyak gabah hasil panen April lalu terlalu banyak mengandung air. Harga jual tentu jadi jatuh. Ambil contoh yang dialami Kasimin, petani gurem dari Desa Beji, Jombang, Jawa Timur, yang hanya bisa melego gabahnya Rp 75 per kg. Padahal, jika kandungan air di gabahnya cuma 14%, dia bisa mendapat Rp 175 per kg dari KUD. Kasimin, tentu saja, mengeluh karena hasil penjualan gabahnya jauh di bawah biaya untuk mengolah sawahnya. Tapi Bulog, yang kini mengumandangkan sebagai tahun kualitas, tampaknya tak ingin berkompromi terlalu panjang. Butir kuning dan butir rusak gabah, masing-masing, tidak boleh lebih dari 2% dan 1%. Kalau petani ingin gabahnya dibeli sesuai dengan harga dasar, maka kandungan airnya tidak boleh lebih dari 14%. Menurut Sukriya Atmaja, wakil kepala Bulog, standar kualitas tahun ini sebetulnya sama saja dengan sebelumnya - sekalipun 1985 ini dicanangkan sebagai tahun kualitas. Karena di lapangan banyak gabah petani mutunya tidak selalu tinggi, Bulog akhirnya membuat ketentuan itu leblh luwes. Jika petugas KUD di Jawa dan Nusa Tenggara Barat menemukan gabah dengan tingkat kerusakan lebih dari I %, misalnya, sedangkan butir kuning kurang dari 2%, maka gabah itu boleh diterima. Syaratnya cuma satu: persentase kumulatif dari butir kuning dan butir rusak gabah tidak boleh lebih dari 3%. Toh, tidak semua KUD dan petugas Dolog bisa melaksanakan ketentuan itu secara luwes. Di Jawa Timur misalnya, sudah 15 ribu ton gabah petani ditolak Dolog setempat sampai pertengahan April, gara-gara petugas setempat melaksanakan dengan ketat ketentuan tadi. Sesudah diselidiki oleh Shaleh Hayat, anggota DPRD Ja-Tim, gabah yang akan disetorkan pelbagai KUD ke Dolog itu sesungguhnya masih memenuhi syarat kuantitatif yang digariskan Bulog. Ambil contoh gabah dari KUD Nganjuk: kadar hampa cuma 0,5% (ketentuannya sampai 3%), dan kapur hijaunya hanya 2,4% (ketentuannya sampai 5%). Enam dari sembilan KUD di Pasuruan juga bernasib serupa. Akibatnya, sampai Maret lalu, KUD Pasuruan baru bisa mengumpulkan 254 ton dari sasaran 10 ribu ton gabah. Kabar angin menyebut tindakan streng Dolog Ja-Tim itu dilakukan karena gudang swasta dan miliknya penuh, hingga tak lagi mampu menampung gabah hasil ledakan panen raya dari Maret sampai Mei nanti. Pihak Dolog Ja-Tim jelas membantah anggapan itu. Katanya, gudang yang dimiliki Dolog kini, jika ditambah gudang swasta, mampu menampung beras dan gabah sampai hampir 1,7 juta ton. Sampai Desember lalu, gudang ini sudah diisi 970 ribu ton gabah setara beras. Jadi, kalaupun Dolog tidak membeli, menurut M. Dja'far, kepala Dolog Ja-Tim, "Sesungguhnya karena kualitas gabah yang diserahkan KUD itu tidak memenuhi persyaratan." Jika kualitas gabah yang disetor KUD itu memenuhi syarat, maka Dolog harus membelinya Rp 187,70 per kg. Sial memang nasib petani dan KUD yang sudah telanjur membeli gabah jelek. "Kami tidak ingin lagi mendengar keluhan pegawai dan ABRI menerima beras jelek nantinya," katanya. Nah, supaya KUD kelak bisa mengembalikan kredit ke Bank Rakyat Indonesia, Dolog menganjurkan agar gabah KUD itu dibeli pihak Puskud (Pusat Koperasi Unit Desa). Tapi Puskud Ja-Tim angkat tangan karena dana yang tersedia di kantungnya cuma Rp 1,4 milyar. Puskud malah menunjuk, kenapa bukan Dolog saja yang membeli dengan dana yang dimiliki sebesar Rp 500 milyar untuk tahun anggaran ini. Hingga pekan lalu, saling lempar tanggung jawab antara Puskud dan DologJa-Tim itu belum terselesaikan. Situasi mirip itu juga terjadi di Jawa Tengah. Petani setempat menggerutu gara-gara kebanyakan KUD di sana hanya mau membeli gabah kering panen (GKP) Rp 100 per kg. Kenyataan itu dibenarkan Moh. Amin, kepala Dolog Jawa Tengah, yang katanya harga beli KUD Rp 175 sesungguhnya hanya berlaku buat gabah kering giling (GKG). Perbedaan harga sekitar Rp 75 itu dimaksudkan untuk menutup biaya pengeringan gabah selepas panen. "Tapi petani biasanya tak mau tahu perincian demikian, hingga menuduh KUD membeli di bawah harga dasar," katanya kepada wartawan TE-PO Yusro M.S. Jamak, memang, di tengah kesibukan Bulog berusaha menyeleksi gabah secara lebih baik, ada kritik dari petani dan DPR. Dari pihak Departemen Pertanian sendiri ada imbauan agar dalam menerima gabah petani Bulog bersikap sedikit longgar. Sebab, jika petani sampai tak bisa menjual hasil panenannya di atas biaya produksi, bukan tak mungkin kredit yang mereka ambil dari KUD bakal tak kembali. Pemerintah juga yang akhirnya akan rugi. Tapi Bulog rupanya cukup kencang mencanangkan 1985 sebagai tahun kualitas. Kata Sukriya Atmaja, wakil kepala Bulog itu, dana dan gudang Bulog cukup tersedia untuk mengamankan harga beras. Tahun ini produksi gabah kering giling diperkirakan hanya naik 0,26%, atau naik dari 37,9 juta ton jadi 38 juta ton. Untuk menampung penjualan kenaikan produksi sebesar itu, Bulog menyediakan anggaran Rp 767 milyar. Alokasi dana untuk tahun anggaran ini memang lebih kecil dibandingkan tahun anggaran 1984-1985 yang mencapai Rp 778 milyar. Turunnya alokasi itu disebabkan Bulog sekarang memperbanyak pembelian beras, yang tidak banyak memakan biaya pengolahan dibandingkan gabah. "Membeli gabah biayanya lebih mahal," katanya. Sebab, sesudah membeli gabah, Dolog lazimnya harus mengeringkan lagi, sebelum akhirnya menggilingnya jadi beras. Menurut Sukriya, kapasitas gudang, yang ada kini sebesar 4,6 juta ton (hampir 1,9 juta ton di antaranya merupakan gudang swasta), dianggapnya cukup memadai. Guna menghadapi kemungkinan kekurangan gudang, daya tampung sejumlah gudang di daerah, seperti di Banjarmasin, diperbesar hingga mencapai daya tampung 120%. "Rehabilitasi gudang swasta juga dilakukan. Bulog menyediakan plniamannya," ujarnya. Dari jumlah gudang yang tersedia itu, sebagian besar sudah diisi gabah setara beras 2,5 juta ton yang merupakan stok awal tahun 1985. EH Laporan Suhardjo N.S. (Jakarta) dan Chairul Anam (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus