PERUSAHAAN susu PT Indomilk, sejak minggu lalu, tak mau lagi menampung susu murni dari Koperasi Peternak Daerah (Koperda) DKI. Malah, Indomilk hendak menagih Rp 259 juta dari koperasl susu tersebut, yang tahun lalu untung Rp 57,5 juta. Keuntungan Koperda itu didakwa diperoleh lewat manipulasi setoran susu segar dengan campuran air dan susu bubuk impor. Manipulasi tersebut, konon sejak 1982, terjadi tatkala kericuhan pemegang saham sedang memuncak di Indomilk. Pihak Indomilk, sejak April 1982, sebenarnya sudah merasakan bahwa pihak Koperda DKI beritikad tidak baik. Anehnya, persoalan itu tak diselesaikan tuntas, sehingga di sana-sini muncul tuduhan: mungkin pabrik memang membiarkannya untuk meningkatkan jatah impor susu bubuk. Sebab, semakin banyak pabrik menyerap susu murni, begitu aturannya, semakin banyak pula ia boleh mengimpor susu bubuk yang murah harganya itu. Pabrik tentunya perlu membuktikan bahwa ia cukup banyak menyerap susu peternak-asal tak merugikannya, misalnya bukan susu yang bercampur air. Persoalan itu tak diselesaikan tuntas, sehingga di sana-sini muncul tuduhan: mungkin pabrik memang membiarkannya untuk meningkatkan jatah impor susu bubuk. Sebab, semakin banyak pabrik menyerap susu murni, begitu aturannya, semakin banyak pula ia boleh mengimpor susu bubuk yang murah harganya itu. Pabrik tentunya perlu membuktikan bahwa ia cukup banyak menyerap susu peternak-asal tak merugikannya, misalnya bukan susu yang bercampur air. Tuduhan itu memang belum tentu benar. Tapi, yang jelas, yang meributkan supaya permainan manipulasi itu dihentikan pengurus justru rapat anggota tahunan (RAT) Koperda DKI, 28 Maret 1985. Masalahnya, susu murni campur air itu mengurangl kadar lemak, sehingga insentif dari pabrik berkurang. Namun, dalam RAT tersebut, pengurus Koperda hanya mengaku mencampur susu murni dengan air. Alasannya, koperasi akan merugl sekitar Rp 17 juta tahun lalu, jika tidak berbuat demikian. Ternyata, kemudian, ketua Badan Pemeriksa Koperda DKI, Orlando Hutasuhut meributkan kasus itu keluar. la memperkirakan manipulasi Koperda itu mencapai nilai Rp 600 juta. Hal itu disimpulkannya dari perhitungan bahwa penjualan susu Koperda ke Indomilk per hari rata-rata 9.000 Iiter, sedangkan setoran susu murni peternak rata-rata hanya 3.500 liter per hari. Pengurus Koperda yang dihubungi TEMPO tak mau bicara, sedangkan ketua umumnya, Wardie Asnawi, dikatakan sedang keluar kota. Dalam suasana ricuhnya pengurus Koperda itu, pihak Indomilk baru melayangkan surat tagihan "kerugiannya" ke Koperda, dan menghentikan penerimaan susu murni dari peternak di daerah Kuningan dan Warung Buncit. Akibatnya, Orlando Hutasuhut memperkirakan, ada 1.500 liter susu murni dari 200 peternak yang saat ini dibuang setiap hari. Pihak PT Indomilk, yang dihubungi TEMPO tak bersedia memberi komentar mengenai apa yang dikemukakan Hutasuhut. Memang, sebagian peternak mampu menyalurkan susu murni langsung ke konsumen rumah tangga. H. Ma'mun Mansur, misalnya, peternak sapi perah di Warung Buncit yang menghasilkan 15 liter susu murni tiap hari. "Hasilnya Rp 700 per liter, sedangkan harga di Koperda pas-pasan saja buat makanan sapi," katanya sambil tertawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini