Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah resmi memutuskan kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun 2025. Kenaikan PPN tersebut berlaku untuk semua barang dan jasa, kecuali yang sudah ditetapkan bebas PPN berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepastian naiknya tarif PPN ini kemudian memicu protes dari masyarakat, termasuk dari kalangan generasi Z atau Gen Z. Sebabnya, beberapa barang yang biasa mereka konsumsi terkena imbas dari kenaikan PPN tersebut. Sebut saja seperti mie instan, kopi susu, hingga layanan digital berbayar seperti Spotify dan Netflix. “Di luar (kategori barang bebas pajak) itu kena semua. Kayak sabun, deterjen, oli motor, segala macam itu kena semua. Jadi tidak hanya barang mewah,” kata Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Media Wahyudi Askar ketika dihubungi pada Rabu, 18 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aisyah Dwina, mahasiswi Universitas Moestopo, ikut mengkritisi kenaikan PPN tersebut. Menurutnya, tambahan pungutan tersebut akan semakin memperberat kondisi ekonominya. Ia khawatir tidak mampu menghadapi persoalan ekonomi di kemudian hari setelah tarif PPN. naik.
“Kenaikan pajak 12 persen jadi beban ganda buat gue. Pertama, cemas karena mikirin setelah lulus dapet kerja atau enggak, dan kedua cemas mikirin kalau dapet kerja pengeluarannya pasti banyak dan kemungkinan enggak akan cukup,” kata Aisyah atau akrab disapa Icha tersebut ketika dihubungi pada Rabu, 18 Desember 2024.
Ia juga menambahkan, kenaikan PPN nantinya bisa memperburuk kesehatan mental dirinya dan juga masyarakat lainnya. Bahkan, ia khawatir angka bunuh diri bisa melonjak drastis akibat dari kenaikan PPN tersebut. “Kalau pajak naik dan banyak rakyat yang stress, itu bakal ada efek domino ke hal-hal lain kayak angka bunuh diri juga,” ucapnya.
Sementara itu, Daniel Winarta, pekerja sosial di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai bertambah besarnya pungutan pajak akan menambah tekanan bagi dirinya. Bahkan, kata Daniel, kenaikan PPN membuat kesempatannya untuk healing jadi tertutup karena harus bekerja lebih keras semenjak naiknya PPN.
“Tanpa PPN naik aja, udah pusing karena nyari kerja susah, tekanan orang tua yang bikin kena mental. Tapi ditambah kenaikan PPN, makin enggak bisa healing,” ujar pria kelahiran tahun 2002 tersebut ketika dihubungi lewat aplikasi pesan singkat, Rabu, 18 Desember 2024.
Dalam laporan CELIOS bertajuk PPN 12%: Pukulan Telak bagi Dompet Gen Z dan Masyarakat Menengah ke Bawah, kenaikan PPN menjadi 12 persen akan menambah pengeluaran para Gen Z sebesar Rp 1,75 juta per tahunnya. Hal ini kemudian dinilai dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka, karena ketidakpastian ekonomi dan kekhawatiran tentang masa depan finansial bisa menjadi sumber gangguan kesehatan mental (mental health).
Pilihan editor: MR DIY Resmi Melantai di Bursa, Harga Saham IPO Rp 1.650