Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Gerilya Poros Tengah di Kancah Bisnis

Sejumlah tokoh yang diduga berasal dari Poros Tengah kini menempati pos penting di sejumlah lembaga keuangan. Cukup cakapkah mereka?

6 Februari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GERILYA bukan cuma monopoli zaman perjuangan kemerdekaan, dulu. Belakangan ini, di saat kemerdekaan sudah berumur lebih dari setengah abad, sejumlah kalangan kembali sibuk bergerilya. Bedanya, dulu para pejuang menggerilya pos-pos Belanda, sedangkan yang diincar kini posisi-posisi penting di sejumlah lembaga keuangan pemerintah dan direksi di BUMN. Maklumlah, lembaga-lembaga itu dipercaya sebagai tambang uang yang bisa disedot siapa pun yang menguasainya. Pergantian di sejumlah pos penting Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), pekan lalu, diyakini oleh sejumlah kalangan merupakan salah satu hasil gerilya itu. BPPN jelas punya magnet uang yang luar biasa besar untuk menjadi sasaran para gerilyawan. Lembaga di bawah Departemen Keuangan itu menguasai ribuan aset nasional yang nilainya, menurut buku, Rp 600 triliun lebih. Selain itu, BPPN memegang peranan kunci dalam restrukturisasi perbankan dan restrukturisasi utang. Praktis, semua jalur bisnis ada di BPPN, baik perbankan maupun sektor riil, juga sektor pemerintah dan swasta. Tak aneh jika sejumlah kejutan bermunculan di lembaga berduit itu. Dalam pelantikan yang dilakukan Menteri Keuangan Bambang Sudibyo, muncul sejumlah nama baru, seperti Chandra Purnama, Kepala Divisi Kartu Kredit Bank BNI, yang diangkat menjadi Deputi Bidang Manajemen Risiko. Kemudian, Mahmudin Yasin (Kepala Biro Tata Usaha BUMN di Departemen Keuangan) menjadi Deputi Bidang Asset Management Investment (AMI), menggantikan Faried Harianto, dan Wakil Presiden Direktur Bank Universal, Jerry Ng, diangkat menjadi Deputi Bidang Restrukturisasi Perbankan. Ketua BPPN Cacuk Sudarijanto mengatakan pergantian ini merupakan salah satu jurus mempercepat pemulihan ekonomi. ''Diperlukan darah segar baru," katanya sambil mengakui para pejabat baru itu merupakan pilihannya, ''Tak ada kaitan dengan Astra atau konglomerat lainnya." Tapi, bagi banyak kalangan, orang-orang pilihan Cacuk itu boleh dibilang kurang dikenal. Sebut saja Mahmudin Yasin atau Chandra Purnama. Mahmudin mungkin dikenal baik di lingkungan Departemen Keuangan atau orang-orang BUMN. Tapi, di kalangan bisnis keuangan, nama Mahmudin jelas sangat mengejutkan karena kompetensinya di bidang penjualan aset-aset konglomerat amat diragukan. Sebagai birokrat, Mahmudin mungkin saja administrator yang cakap dan terampil. Tapi yang dibutuhkan di AMI bukan itu, melainkan kemampuan bernegosiasi dengan investor lokal ataupun asing, kemampuan memahami pelbagai transaksi keuangan, dan keterampilan menguasai ilmu-ilmu corporate finance. Di bidang teknis keuangan ini, Mahmudin masih meragukan. Padahal, tugasnya tak akan jauh-jauh dari penjualan aset-aset milik konglomerat yang kini berada di tangan pemerintah. Perlu dicatat, keberhasilan Mahmudin dalam berjualan aset akan sangat menentukan posisi keuangan negara—dan karenanya masa depan perekonomian kita. Terpilihnya Mahmudin di posisi penting itu memaksa sejumlah analis keuangan dan pengamat ekonomi menakar ulang optimisme mereka terhadap BPPN. Banyak yang berpendapat BPPN akan gagal memenuhi target yang dibebankan pemerintah. Untuk tahun anggaran 1999/2000 ini, target setoran Rp 17 triliun mungkin masih bisa dipenuhi karena dua perusahaan yang bakal dijual, yaitu Astra International dan Bank BCA, termasuk jempolan. Selain itu, BPPN kini sudah mengantongi Rp 10 triliun, jadi tinggal Rp 7 triliun lagi. Tapi, untuk tahun anggaran 2000, BPPN tampaknya akan ngos-ngosan. Aset berharga yang kini di tangan BPPN tak lagi secemerlang Astra dan BCA, sementara targetnya hampir sama, yakni Rp 16 triliun. Lalu, mengapa Mahmudin yang ditunjuk? Banyak spekulasi tentang hal itu. Sejumlah pemain pasar keuangan menilai Mahmudin dipilih karena kedekatannya dengan duet Departemen Keuangan, yaitu sang Menteri Bambang Sudibyo dan sekretaris jenderalnya, Noor Fuad. Artinya, afiliasi Mahmudin tampaknya lebih dekat ke kelompok Poros Tengah, sebutan bagi kekuatan politik sejumlah ''partai Islam" yang mengegolkan Gus Dur menjadi presiden. Penunjukan Chandra juga dipertanyakan. Sebagai bankir, Chandra bisa dibilang masih junior. Lompatan yang dilakukan Chandra juga dinilai terlalu tinggi. ''Masih banyak bankir yang kemampuannya lebih baik," kata seorang analis perbankan. Lagi pula, bidang garapan Chandra selama ini lebih banyak ke bidang eceran, yakni kartu kredit. Padahal, sebagai deputi bidang manajemen risiko, skala yang bakal diurusi Chandra jauh sangat besar. Boleh jadi, dari ketiga orang baru itu, hanya Jerry Ng yang dianggap cukup layak menduduki posisinya. Namun, tetap saja kapasitasnya dipertanyakan karena beban yang disandangnya cukup berat, dari hanya mengelola bank papan tengah menjadi mengurus restrukturisasi perbankan yang melibatkan bank-bank kelas atas dengan aset berlipat-lipat kali Bank Universal. Lalu, akan ''habiskah" perekonomian kita? Jangan keburu putus asa. Dengarlah pendapat pakar keuangan Felia Salim. Mantan Direktur Bursa Efek Jakarta ini minta agar para pejabat baru itu diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa mereka dipilih karena cakap. Kalau mereka terbukti tak cakap, kata Felia, ''Cacuk tak perlu malu hati menggantinya." Sayangnya, di tengah kondisi perekonomian yang darurat ini, model bongkar-pasang pejabat jelas menghambat proses penyembuhan ekonomi. Kalau begitu halnya, model gerilya agaknya memang sudah ketinggalan zaman. M. Taufiqurohman, Agus Hidayat, dan Iwan Setiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus