Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Glenn Digoyang, Rini Melenggang?

Ada gosip, Ketua BPPN Glenn Yusuf akan diganti Presiden Direktur Astra International, Rini Suwandi. Benarkah?

24 Oktober 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jarang terjadi, Ketua MPR Amien Rais mencak-mencak. Yang menjadi sasaran tembak kali ini tak lain adalah Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Robert S. Gelbard. Gara-garanya, Pak Dubes minta agar Menteri Keuangan Bambang Sudibyo mempertahankan Glenn Muhammad Surya Yusuf sebagai Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Dengan nada tinggi, Amien menuding AS mencampuri dapur orang lain. "Tidak etis," katanya sengit. Entah siapa yang memulai, rumor penggantian Glenn bertiup amat keras sepanjang pekan lalu. Calon penggantinya pun sudah disebut-sebut, yakni Presiden Direktur Astra International, Rini Mariani Sumarni Suwandi. Gosip ini juga menyebutkan bahwa usul penggusuran Glenn itu datang dari Fuad Bawazier. Menteri Keuangan zaman Soeharto yang beberapa bulan terakhir giat menggalang kiai Nahdlatul Ulama itu belakangan ini memang tampak seperti orang penting yang bertenaga. Buktinya, Fuad bersama dengan bekas Menteri Koperasi Subiakto Tjakrawerdaya, Deputi Gubernur BI Dono Iskandar, dan Sri Mulyani diundang Presiden Gus Dur untuk menggagas terbentuknya Dewan Ekonomi Nasional. Bahkan, kalau tak ada penolakan yang keras dari masyarakat, bukan mustahil Fuad akan mendapat posisi strategis di dewan ampuh itu. Tapi benarkah Fuad minta agar Glenn digeser? Bekas Dirjen Pajak yang bersama-sama Titik Soeharto pernah duduk bersama sebagai Dewan Komisaris PT Bursa Efek Jakarta itu tidak membantah. "Glenn memang harus diganti," katanya tegas. Alasannya, di bawah Glenn BPPN hanya menghambur-hamburkan uang negara. Menurut Fuad, biaya untuk membayar pegawai plus konsultan asing saja sampai Rp 600 miliar. "Ini pemborosan," katanya. Padahal, hasil BPPN tak seberapa. Dia memberi contoh penjualan aset yang masih seret, padahal target yang dibebankan pemerintah pada tahun ini sangat besar, yakni Rp 17 triliun. Tahun depan, menurut Fuad, bunga obligasi yang harus dibayar pemerintah Rp 70 triliun. "Apakah semuanya mau dibayar dengan pajak? Ini kejahatan luar biasa," kata Fuad. Tapi Fuad membantah telah mengusulkan nama Rini. "Saya tak pernah menyebut nama," katanya. Rini sendiri tak bisa diminta konfirmasinya soal gosip ini. Ihwal Glenn, ia mengaku sudah mendengar gosip itu. "Tapi saya tak tahu benar atau tidak," katanya. Para menteri bidang ekonomi dan keuangan juga belum bisa mengonfirmasi rencana penggantian Glenn. "Masa, baru datang saya langsung mengganti orang," kata Menteri Keuangan Bambang Sudibyo. Sementara itu, Sekretaris Dewan Ekonomi Nasional, Yusuf Faishal, menyatakan Presiden Gus Dur sudah mendengar desas-desus itu. "Tapi belum ada keputusan apa pun," katanya. Bagaimana sebenarnya kinerja BPPN di bawah Glenn? Seorang analis pasar modal mengeluh seperti Fuad. Katanya, tak banyak hasil BPPN. Restrukturisasi kredit macet, misalnya, jalan di tempat. Akibatnya, banyak klien yang menyerah karena tak ada kemajuan selama berunding. "BPPN lamban karena kerjanya cuma meeting," katanya kesal. Selain itu, aroma kolusi juga sangat kuat karena hampir semua pejabat BPPN berasal dari kalangan dekat Glenn, mulai dari Bank Niaga, Bahana, hingga Danareksa. Namun, tudingan seperti itu tak 100 persen bisa diterima. Nyatanya, BPPN sudah bisa menjual aset konglomerat sampai Rp 8 triliun. Lembaga ini juga sukses mereka ulang kredit macet lima debitur senilai Rp 400 miliar. Selain itu, ada 26 debitur lagi yang tengah menegosiasikan reka-ulang kredit senilai Rp 4,3 triliun. Dibandingkan dengan aset yang ditangani BPPN sebanyak Rp 600 triliun, catatan itu memang bukan prestasi yang signifikan. Walau demikian, Yusuf menilai kinerja BPPN menunjukkan kemajuan. Kalaupun ada penyimpangan, itu lebih karena campur tangan kekuasaan. Momok yang satu itu memang akrab dengan lembaga ini. Dalam kasus Bank Bali, misalnya, seorang Ketua DPA bisa meminta Presiden agar Ketua BPPN diganti. "Kita belum bisa menilai kinerja BPPN secara total karena banyak faktor pengganggunya," kata Yusuf. Pengamat hukum perbankan Pradjoto sependapat dengan Yusuf. Posisi BPPN rentan intervensi. Posisinya yang berada di bawah Departemen Keuangan dengan jelas menunjukkan BPPN bukan lembaga independen. "Bahkan, bukan menteri pun bisa ikut campur," katanya. Apakah campur tangan itu bisa dicegah? Sebetulnya tak sulit. Menurut Pradjoto, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Yang utama, semua program kerja dan rencana strategis BPPN harus dimintakan persetujuan ke pemerintah. Pradjoto bahkan mengusulkan agar BPPN tak lagi di bawah Departemen Keuangan. "Tapi kontrolnya harus ketat agar tak terjadi penyalahgunaan wewenang." Yusuf juga menjanjikan perlindungan terhadap BPPN. "Saya sudah wanti-wanti agar Presiden betul-betul menjaga BPPN," katanya. Kalaupun ada penggantian, tak bisa asal comot. "Tanpa alasan yang kuat, saya akan bertarung habis-habisan melawan Menteri Keuangan," katanya. M. Taufiqurohman, Agus Hidayat, Dewi Rina Cahyani, dan Leanika Tanjung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus