Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
East Ventures mengumumkan hasil penggalangan dana sebesar US$ 30 juta untuk startup kesehatan.
Teknologi kesehatan menjadi sasaran pendanaan ventura terbesar ketiga di Indonesia.
Kompetisi di kalangan penyedia teknologi kesehatan sudah terlampau ketat.
JAKARTA – Aliran investasi ke usaha rintisan alias startup bidang kesehatan belum surut meski pandemi Covid-19 sudah berakhir. Co-Founder dan Managing Partner East Ventures, Willson Cuaca, membenarkan bahwa industri teknologi kesehatan (medical technology) masih bisa berkembang dan tetap diperhitungkan sebagai sasaran pendanaan ventura.
“Selama ada founder yang bagus, pasti kami akan investasi. Bisa ke startup baru maupun yang sudah ada di dalam portofolio kami,” kata Willson kepada Tempo, kemarin, 20 Oktober 2023.
Pada 18 Oktober lalu, grup pemodal ventura terkemuka di Asia Tenggara tersebut baru mengumumkan hasil penggalangan dana sebesar US$ 30 juta atau sekitar Rp 472 miliar yang akan didedikasikan untuk startup kesehatan. Sejauh ini, East Ventures sudah mendanai 30 entitas di sektor kesehatan. Beberapa startup medis yang masuk portofolio East Ventures antara lain Etana, NalaGenetics, Nusantics, dan Diri Care.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Willson, pandemi Covid-19 membuat masyarakat menginginkan akses kesehatan yang lebih mudah dan serba cepat. Alih-alih meredup ketika endemi, inovasi teknologi justru semakin dibutuhkan dunia medis untuk berbagai keperluan, dari yang menyangkut teknologi bio hingga genomika. “Teknologi berperan penting dalam pembaruan sistem kesehatan, dan hal itu membutuhkan investasi.”
Baca juga:
Minim Perekrutan di Industri Digital
Seleksi Startup di Lingkaran Industri
Gotong Royong Membiayai Startup Lokal
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NalaGenetics—salah satu penerima dana East Ventures—belakangan bermitra dengan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan untuk penguatan analisis sampel genomika di Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi) Indonesia. Entitas rintisan yang terbentuk di Singapura itu menyediakan pengujian genetik untuk mengurangi risiko efek samping obat.
Genomika sendiri tengah dijadikan terobosan dunia medis untuk memitigasi krisis kesehatan. Cabang baru ilmu farmasi tersebut mendalami sejauh mana respons materi genetik atau DNA setiap orang terhadap obat tertentu. Skema itu dikembangkan menjadi solusi perawatan yang dikenal sebagai precision medicine. Dalam kerja sama penelitian genomika ini, East Ventures ikut menyiapkan pereaksi atau reagen dan bahan habis pakai senilai Rp 1,02 miliar, yang dipakai untuk proses pengurutan genom di BGSi.
Ketua Umum Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo), Eddi Danusaputro, memastikan industri kesehatan masih dilirik oleh para pemodal di tengah krisis bisnis rintisan—populer disebut startup winter. Menurut dia, seluruh layanan teknologi medis masih bisa berinovasi, sehingga layak didanai. Beberapa variasi layanan dalam bisnis ini adalah layanan telemedisin atau konsultasi jarak jauh, lokapasar obat-obatan, serta perangkat lunak untuk manajemen rumah sakit dan pasien.
“Bagi investor, yang penting bukan hanya produk atau target pasar, tapi juga manajemen finansial dan strategi menuju profit,” tutur Eddi.
Sasaran Pendanaan Terbesar Ketiga
Mengutip hasil kajian Dailysocial dan DS/innovate, Eddi menyebutkan teknologi kesehatan menjadi sasaran pendanaan ventura terbesar ketiga di Indonesia pada paruh pertama 2023. Nilai pembiayaan untuk heatlh tech pada periode itu tercatat mencapai US$ 108,6 juta. Nilainya hanya kalah dari aliran modal ke industri pengolahan air (aquatech) serta kendaraan listrik yang masing-masing mencapai US$ 400 juta dan US$ 127,6 juta.
Hal ini membuktikan bahwa teknologi kesehatan masih dipercaya oleh investor. Pasalnya, kata dia, perusahaan ventura sangat selektif dan hanya berminat dengan pemain baru yang menjanjikan keuntungan dalam jangka pendek. Hal itu sempat membuat arus pendanaan ke seluruh startup mengering.
Merujuk pada riset January Capital, pemodal ventura asal Singapura, aliran investasi ke startup di Indonesia anjlok 44 persen, dari US$ 1,95 miliar pada semester I 2022 menjadi US$ 1,09 miliar pada paruh pertama 2023. Dengan perbandingan waktu yang sama, pendanaan startup di kawasan Asia Tenggara juga turun 25 persen, dari US$ 5,7 miliar menjadi US$ 4,3 miliar.
Aplikasi Zi. Care pada ponsel. Tempo/Bintari Rahmanita
Chief Executive Officer Zi.Care, Jessy Abdurachman, mengatakan bahwa minat investasi pemodal ventura asing terhadap teknologi kesehatan di Indonesia masih sangat besar. Layanan electronic medical record (EMR)—mencakup diagnosis, hasil tes kesehatan, dan obat-obatan—menjadi salah satu subsektor teknologi kesehatan yang banyak diincar investor. “Semua unicorn di dunia kesehatan itu perusahaan EMR,” kata dia.
Turut menyediakan EMR, Zi.Care baru merampungkan putaran pendanaan seri A sebesar US$ 3 juta. Penggalangan investasi itu dipimpin oleh Greenwillow Capital Management, diikuti Adaptive Capital Partners, serta Iterative Capital.
Jessy memastikan manajemennya terus mengembangkan teknologi baru yang sesuai dengan standar di dunia kesehatan. Saat ini, pengembangan teknologi EMR di Indonesia sudah dilegalkan lewat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis. “Dengan dana seri A itu, kami mengembangkan EMR agar lebih mudah dipakai oleh tenaga kesehatan.”
Ekonom Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Izzudin Al Farras Adha, yakin bisnis teknologi kesehatan masih akan bersemi hingga beberapa tahun ke depan. Setelah mengolah riset dari beberapa konsultan, dia menyebutkan, transaksi health tech masih akan naik 20 persen secara tahunan (year on year) hingga 2027. “Angka ini jauh lebih tinggi dibanding transaksi di sektor kesehatan konvensional,” katanya, kemarin.
Adapun Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute, Heru Sutadi, menuturkan bahwa calon inisiator startup harus memiliki layanan unik agar dilirik investor. Pasalnya, kompetisi di kalangan penyedia teknologi kesehatan sudah terlampau ketat. Tanpa adanya fitur anyar, pemain baru tetap kesulitan memburu dana. “Tidak semua startup baru di bidang kesehatan bisa mendapat investor, terutama mereka yang muncul sebagai peniru.”
YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo