Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Solo - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Rofikoh Rokhim, menyayangkan pariwisata Kota Solo kurang berkembang. Padahal, kota di Jawa Tengah itu memiliki daya tarik dan potensi di sektor industri parwisata yang besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sebenarnya Solo ini kan magnetnya ada. Tapi kan ya gitu-gitu aja. Nah, itu kan sayang,” kata Rofikoh dalam acara Solo Kluthuk di Solo, Kamis, 7 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kota Solo memiliki keunggulan di sektor-sektor perdagangan besar, reparasi mobil, dan sepeda motor. Selain itu, pengadaan listrik dan gas; pengadaan air, pengelolaan sampah, dan daur ulang; serta informasi dan komunikasi.
Solo juga terletak di jalur segitiga emas, yakni Yogyakarta-Solo-Semarang--alias Joglosemar. Di lintas tiga konta itu, terdapat jalur kereta api tertua di Jawa, tata kota unik yang mencerminkan masa kolonial, kawasan cagar budaya seperti Candi Borobudur serta Candi Prambanan, dan wisata alam Gunung Merapi sebagai gunung teraktif.
Namun dibandingkan dengan Yogyakarta dan Semarang, Rofikoh menilai atraksi wisata yang ditawarkan oleh Kota Solo hanya berpusat di kota. Karena itu, perlu integrasi dengan kota lain sebagai upaya agar Solo bisa meningkatkan potensi wistanya.
“Atau dapat dilakukan dengan membuat atraksi wisata yang memiliki keragaman dan daya tarik yang lebih kuat,” katanya.
Rofikoh mengakui UI belum melakukan kajian khusus tentang destinasi pariwisata Kota Solo. Kajian yang pernah dilakukan adalah tentang destinasi pariwisata super prioritas, yakni Candi Borobudur.
Berdasarkan hasil kajian itu, menurut dia, sebenarnya tidak hanya Candi Borobudur yang memiliki potensi. Melainkan juga objek wisata lain di berbagai daerah sekitarnya, yakni Karimunjawa, Semarang, Magelang, Sleman, Purworejo, Yogyakarta, Klaten, Pacitan, Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, dan Solo.
Untuk mengembangkan Kota Solo, Rofikoh menyebut ada beberapa hal yang akan menjadi tantangan. Pertama, berkaitan dengan transportasi dan infrastruktur logistik untuk pemenuhan kebutuhan antarwilayah.
“Dalam hal ini, dibutuhkan transportasi yang terintegrasi. Dari satu port ke port yang lainnya,” ujarnya.
Tantangan kedua adalah integrasi pariwisata antarwilayah, termasuk obyek wisata dan event. Menurut dia, harus ada event atau atraksi tetap yang teragendakan.
“Supaya orang mengetahui tanggal berapa pelaksanaannya (event) dan sebagainya,” katanya.
Dengan langkah tersebut, dia berharap para wisatawan akan tinggal di Kota Solo dalam waktu yang lebih lama. Tantangan berikutnya adalah kerja sama antara pemerintah dengan swasta dan internasional. Rofikoh menilai integrasi antardaerah sangat perlu karena potensi wisata di setiap daerah akan saling menunjang.
Rofikoh mendorong agar Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Kota Solo dan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo bisa menjalin kerja sama tersebut. Termasuk kerja sama dengan pemerintah daerah lain di sekitar Kota Solo.
“Kerja sama misalnya dengan menciptakan paket-paket wisata yang mencakup sejumlah obyek wisata di Solo dan sekitar Solo. Bisa juga dengan menciptakan story telling tentang suatu obyek yang berpotensi menarik minat wisatawan tersebut,” katanya.
Dalam acara bertajuk Solo Kluthuk yang diadakan Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata, (Asita) Solo bekerja sama dengan UI dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) mengadakan diskusi atau Focus Group Discussion (FGD). FGD itu melibatkan sejumlah elemen di sektor pariwisata di Kota Solo.
Ketua Asita Solo Pri Siswanto berharap FGD itu memunculkan ide-ide baru untuk terobosan dan pengembangan sektor wisata serta ekonomi kreatif di Kota Solo dan daerah lain di sekitarnya pascapandemi Covid-19. Di sisi lain, Pri optimistis sektor pariwisata akan kembali menggeliat dan bangkit. Bahkan ke depan, sektor pariwisata di Solo dan sekitarnya diyakini tetap dapat menarik minat investor untuk berinvestasi.
“Apalagi di Kota Solo saat ini kan memiliki keunggulan dari akomodasinya lebih mudah dan lain-lain, sehingga nanti jika didorong dengan investasi, apakah itu dengan destinasi baru atau membangun destinasi lama dengan kemasan yang baru akan menambah variasinya,” kata Pri.
SEPTHIA RYANTHIE (Solo)
Baca juga: Bos KAI Blak-blakan soal LRT Jabodebek: Desain Tidak Benar dari Awal
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini