Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU mencatat sejumlah apotek mengeluhkan rendahnya margin harga eceran tertinggi (HET) untuk obat alternatif Covid-19. Kondisi ini terjadi di beberapa daerahm, seperti Kalimantan dan Jawa Tengah, di tengah kelangkaan pasokan obat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Apotek mengeluhkan harga HET yang marginnya tipis. Dugaan kami adanya kelangkaan karena farmasi tidak bersedia mengadakan (stok) obat sehingga jadi kendala juga,” ujar Direktur Ekonomi KPPU Zulfirmansyah dalam konferensi pers virtual, Jumat, 30 Juli 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan tersebut diperoleh dalam kegiatan penelitian dan pemantauan KPPU terhadap harga dan pasokan obat terapi Covid-19 di berbagai wilayah. Penelitian berlangsung selama 24 hari sejak 6 Juli 2021 atau setelah pemerintah memberlakukan PPKM Darurat.
KPPU menemukan rendahnya margin menjadi salah satu pendorong ketidakseimbangan antara stok dan permintaan obat terapi bagi pasien Covid-19 di lapangan. Meski demikian, bukan berarti apotek menahan pasokan.
Komisioner KPPU, Ukay Karyadi, mengatakan sejumlah apotek lebih memilih menjual vitamin ketimbang obat yang harga batas atasnya ditentukan terlalu rendah. “Logisnya karena marginnya tipis, mereka memilih menjual vitamin yang harganya tidak diatur,” kata dia.
Karena itu, Ukkay mengatakan pemerintah semestinya melakukan evaluasi dengan berbagai opsi. Opsi pertama, pemerintah sebaiknya melakukan reformulasi HET dengan penyesuaian margin yang wajar bagi pelaku farmasi retail.
Opsi selanjutnya, pemerintah memberlakukan HET dengan besaran yang tetap, namun disediakan insentif berupa subsidi untuk menutup sebagian biaya distribusi. Kemudian opsi lainnya, HET tidak berubah, namun pemerintah mengerahkan jaringan apotek BUMN dan fasilitas kesehatan pelat merah di pusat dan daerah untuk menjadi distributor utama penjualan obat.
“Asumsinya, jaringan apotek dan faskes pemerintah dapat memenuhi sebagian besar permintaan terhadap produk obat esensial Covid-19,” kata dia.
Kementerian Kesehatan sebelumnya menetapkan harga eceran tertinggi obat terapi Covid-19 melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat dalam Masa Pandemi Covid-19. Ada sebelas obat yang harga eceran tertingginya diatur, yakni sebagai berikut.
- Favipiravir 2OO mg (Tablet) Rp.22.500 per tablet
- Remdesivir IOO mg (Injeksi) Rp.510.000 per vial
- Oseltamivir 75 mg (Kapsul) Rp.26.000 per kapsul
- lntravenous Immunoglobulin 5% 50 ml (lnfus) Rp.3.262.300 per vial
- lntravenous Immunoglobulin 10% 25 ml (Infus) Rp.3.965.000 per vial
- lntravenous Immunoglobulin l07o 5O ml (Infus) Rp.6.174.900 per vial
- Ivermectin 12 mg (Tablet) Rp.7.500 per tablet
- Tocilizrrmab 4O0 mg/20 ml (Infus) Rp.5.710.600 per vial
- Tocilizumab 8o mg/4 ml (Infus) Rp.1.162.200 per vial
- Azithromycin 50O mg (Tablet) Rp.1.700 per tablet
- Azithromycin 50O mg (Infus) Rp.95.400 per vial
FRANCISCA CHRISTY ROSANA