Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyebutkan penyebab utama kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan pokok di pasar sejak Desember hingga awal tahun baru karena tak seimbangnya ketersediaan dan permintaan pangan. Ditambah lagi ada kecenderungan masyarakat lebih banyak melakukan pembelian kebutuhan pokok sehingga membuat harga meningkat karena ketersediaan yang terbatas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau ada gejolak di lapangan, berarti ada persoalan di sisi suplai,” kata Enny, Senin, 8 Januari 2018. Pernyataan itu merespons kenaikan harga sejumlah komoditas seperti daging ayam, telur, cabe hingga gula pasir. Pemerintah mengaku telah melakukan sejumlah upaya untuk menstabilkan harga, namun tidak berdampak signifikan pada penurunan nilai komoditas pangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Enny menyoroti sikap Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang sering mengklaim pasokan pangan di masyarakat cukup dan berencana untuk ekspor. Namun bukti kenaikan komoditas pokok menjadi salah satu tanda bahwa ketersediaan pangan sendiri belum terpenuhi di masyarakat.
Indef yang menilai kenaikan harga sejumlah bahan pokok pada saat Natal dan Tahun Baru sebagai persoalan klasik seharusnya sudah bisa diantisipasi. Pasalnya, harga pangan selama ini ditentukan sendiri oleh pengusaha komoditas tertentu. “Saat ada musim Hari Raya, Tahun Baru, (price maker) ini bisa menentukan harganya dinaikkan atau tidak,” katanya.
Untuk mengatasi hal ini, Indef meminta pemerintah tegas menjatuhkan sanksi kepada pengusaha yang kerap kali menaikkan harga saat momen besar. Apalagi kini sejumlah komoditas pokok telah ditentukan dalam harga acuan pangan dari Peraturan Menteri Perdagangan.
Pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, pemerintah mengatur soal harga sembilan bahan pokok komoditas sebagai upaya stabilisasi harga. Kesembilan bahan pokok itu ialah beras, jagung, kedelai, gula, minyak goreng, bawang merah, bawang merah daging beku daging ayam ras, hingga telur ayam ras.
Beleid itu mengatur acuan harga untuk di tingkat petani atau peternak dan konsumen. Namun kerap kali saat di pasaran, harga komoditas tersebut berbeda dengan beleid yang ada.
Selama ini, pemerintah dinilai acap kali mengambil langkah instan untuk menghadapi kenaikan harga komoditas dengan memberlakukan harga eceran tertinggi (HET) di tengah kondisi pasar yang tidak sehat.
Struktur pasar yang dimaksud ialah kehadiran sistem oligopoli atau pengaturan penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan pangan besar. “Di sini perlu adanya kehadiran pemerintah, dengan tidak memberi ruang oligopoli agar tidak menjadi price maker,” tutur dia.
Di sisi lain kenaikan harga turut dipicu dengan pertumbuhan volume komoditas yang cenderung stagnan. Semakin banyaknya konversi hutan menjadi nonlahan, turut membuat produksi barang kebutuhan pokok menurun saat pertumbuhan manusia mengalami peningkatan terus menerus.