Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Chief Strategist dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Yurdhina Meilissa, mengatakan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tahun depan akan berdampak ke dunia medis. Kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, kata Yurdhina, akan ikut menaikkan harga obat-obatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Obat merupakan barang kena pajak (BKP) yang akan terkena PPN pada setiap rantai distribusinya,” kata Yurdhina dalam jawaban resminya seperti dikutip oleh Tempo, Kamis, 28 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yurdhina melanjutkan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.52/2000, obat-obatan yang akan dikenakan pajak adalah obat-obatan yang diberikan bagi pasien rawat jalan. Sedangkan, untuk pasien yang dirawat inap, obat-obatan yang diberikan tidak akan dikenakan pajak.
“Bagi pasien rawat inap, maka tidak dikenakan PPN karena penyerahannya merupakan bagian dari pelayanan jasa kesehatan yang dikecualikan dalam UU HPP,” ujar Yurdhina.
Seperti diketahui, dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022 Pasal 11 Ayat 1, layanan medis termasuk dalam golongan negative list atau yang dikecualikan dari pajak. Yang mana, pembebasan PPN tersebut akan mencakup tiga kategori.
Pertama, jasa pelayanan kesehatan yang dilakukan tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya. Kemudian, layanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas layanan kesehatan. Serta yang terakhir adalah layanan yang diberikan selain tenaga kesehatan.
Kendati demikian, dari sisi industri, kenaikan PPN akan memberi dampak tidak langsung yang berkontribusi terhadap biaya layanan kesehatan. Yurdhina mencontohkan dengan kasus alat bantu dengar impor yang akan dikenakan tarif dasar PPN.
“Kenaikan PPN 12 persen secara tidak langsung akan berdampak pada meningkatnya biaya layanan kesehatan yang diakibatkan oleh naiknya biaya produksi bahan farmasi dan alat-alat kesehatan,” ucapnya.
Menurut Yurdhina, seharusnya pemerintah menyusun regulasi yang memungkinkan bahan baku obat dan alat kesehatan tidak dikenakan PPN. Hal ini untuk memastikan biaya layanan kesehatan tidak mengalami pembengkakan yang lebih besar yang pada akhirnya akan menyulitkan masyarakat.