Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi angkat bicara soal kelanjutan surat imbauan tentang penyiaran azan di televisi yang menyiarkan langsung pelaksanaan misa akbar bersama Paus Fransiskus pada sore hari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budi Arie menyebutkan siaran azan Magrib dalam bentuk teks berjalan (running text) di stasiun televisi pada hari ini sifatnya hanya imbauan. Imbauan itu awalnya berasal dari surat yang disampaikan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama ke Kementerian Kominfo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi mereka yang bersurat ke kami. Sifatnya kami hanya menindaklanjuti, dan itu bentuknya imbauan karena kata yang kita tulis adalah 'dapat', jadi bukan harus. Saya pikir mudah-mudahan penjelasan ini tidak menimbulkan polemik berkepanjangan," ujar Budi Arie dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, 4 September 2024, seperti dikutip dari Antara.
Wakil Menkominfo Nezar Patria juga menggarisbawahi imbauan itu hanya berlaku bagi stasiun televisi yang menyiarkan langsung misa yang dipimpin oleh Paus Fransiskus pada hari ini, Kamis, 5 September 2024.
Adapun imbauan untuk menyampaikan informasi waktu azan Magrib berupa teks semasa siaran langsung pelaksanaan misa, menurut Nezar, agar pemeluk Katolik yang mengikuti misa melalui siaran televisi bisa melakukan ibadah tanpa terputus.
"Jadi tidak ada pelarangan azan kemudian digantikan oleh running text untuk semua televisi, tidak. Jadi televisi yang tidak menyiarkan siaran langsung, silakan menyiarkan notifikasi azan seperti biasanya," ucapnya.
Ia pun berharap dengan penjelasan tersebut tak menimbulkan kesalahpahaman berkepanjangan. "Ini adalah bentuk toleransi yang kita wujudkan, kita nyatakan dan rasa hormat kita terhadap tamu negara selaku pemimpin agama Katolik Paus Fransiskus yang berkunjung ke Indonesia," ucap Nezar.
Surat Kemenag ke Kominfo pada intinya bersifat permohonan dan memuat dua substansi. Pertama, saran agar misa bersama Paus Fransiskus pada 5 September 2024 disiarkan secara langsung pada pukul 17.00-19.00 WIB di seluruh televisi nasional.
Kominfo kemudian menerbitkan Surat Edaran (SE) perihal Permohonan Penyiaran Azan Magrib dan Misa Bersama Paus Fransiskus. SE itu ditujukan kepada para Direktur Utama Lembaga Penyiaran serta Ketua Asosiasi dan Persatuan Lembaga Penyiaran.
Dalam surat itu, pemerintah meminta stasiun televisi nasional agar menyiarkan azan Magrib dalam bentuk running text saat Misa Agung Paus Fransiskus pada hari ini. SE Kominfo itu merupakan tindak lanjut dari surat Direktur Jenderal Bimbingan Islam dan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, serta Kementerian Agama Nomor: B86/DJ.V/BA.03/09/2024 per 1 September 2024.
Sebelumnya diberitakanMajelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI) berbeda pendapat soal imbauan televisi yang menyiarankan langsung Paus Fransiskus memimpin misa di GBK Senayan untuk mengganti tayangan azan Mahgrib dengan running text.
Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan, dari aspek syariat Islam, penggantian tayangan Azan Maghrib di televisi menjadi teks berjalan, tidak ada yang dilanggar. Niam mengatakan kebijakan tersebut harus dipahami sebagai penghormatan kepada pelaksanaan ibadah umat Kristiani.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla atau JK, menyarankan stasiun televisi untuk tetap menyiarkan azan bersamaan dengan laporan perayaan misa. Saran tersebut disampaikan menanggapi polemik tentang surat edaran Kominfo untuk mengganti siaran azan dengan running teks.
"Jadi saya sarankan sebagai ketua DMI agar TV di samping terus melaporkan tentang misa, juga ada tetap menyiarkan adzan. Jadi layar dibagi dua dan hanya lima menit azan magrib," kata JK dalam siaran pers yang diterima, Rabu 4 September 2024.
Savero Ariestia Wienanto dan Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.