Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT telah menyelesaikan investigasi atas insiden tabrakan kereta layang ringan atau LRT Jabodebek, antara trainset 29 dan 20.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satunya, KNKT menyimpulkan kalau kecelakaan disebabkan karena teknisi trainset 29 yang berada di kabin masinis tidak fokus dalam menjalankan kereta dan terjadi gangguan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Disebabkan penggunaan telepon seluler," kata Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Perekeretaapian KNKT Suprapto, konferensi pers, Senin, 20 Desember 2021.
Investigator KNKT menyoroti komunikasi yang dilakukan selama proses langsiran (pemberhentian) maupun pengetesan kereta. Baik antar teknisi, maupun antara teknisi dan supervisor yang membawahi 14 personel.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menyebut komunikasi ternyata dilakukan menggunakan aplikasi grup WhatsApp di telepon seluler, bukan alat komunikasi seperti Handy Talky atau HT. "Kalau WhatsApp itu kan kadang-kadang harus ngelihat, sehingga kami nilai mengganggu konsentrasi teknisi yang menjalankan," kata
Sehingga, penggunaan grup WhatsApp untuk berkomunikasi inilah yang dinilai KNKT jadi salah satu penyebab terjadinya tabrakan. Maka, kata Soerjanto, KNKT pun merekomendasikan agar operator LRT Jabodebek memakai alat komunikasi yang standar.
Sebelumnya, tabrakan terjadi pada Senin siang, di jalur 1 pada km 12+720 antara Stasiun Ciracas dan Stasiun Harjamukti, Jawa Barat. Tabrakan terjadi antara transit 29 yang sedang berjalan dengan trainset 20 yang sedang langsir (diam).
Kementerian Perhubungan menyayangkan kejadian ini. "Sudah seharusnya proses ini dilakukan dengan cermat dan penuh kehati-hatian,” ujar Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri.
PT Industri Kereta Api (Persero) INKA sebagai produsen LRT mengklaim kerugian perusahaan akibat kecelakaan ini tidak terlampau besar. “Kami hanya rugi ongkos perbaikan. Tapi jumlahnya tidak terlalu besar karena yang terimbas kecelakaan hanya dua trainset,” ujar Direktur Utama INKA Budi Noviantoro.
Selain masalah penggunaan telepon seluler, KNKT juga menyimpulkan kalau teknisi trainset 29 ini menurunkan sun visor alias penghalang cahaya matahari yang berada di kabin masinis sebelum terjadinya tabrakan. Sehingga, pandangan teknisi tersebut ke depan menjadi terhalang.
Saat investigasi, tim KNKT melakukan simulasi penggunaan sun visor. Hasilnya, teknisi yang berada di kabin masinis hanya bisa melihat bagian bawah saja, dari objek yang berada 8 meter di depannya. "Ini sangat menghalangi pandangan bebas teknisi," kata dia.
Akibatnya, trainset 29 terus berjalan dengan kondisi sun visor sebagian tertutup. Trainset ini melaju dengan kecepatan 50 kilometer per jam menabrak trainset 20.
Menurut Suprapto, memang ada Keputusan Menteri Perhubungan atau Kepmenhub Nomor 765 Tahun 2017 yang memperbolehkan penggunaan sun visor di LRT untuk melindungi peralatan dari radiasi. "Tapi penggunaannya tidak dalam kondisi (LRT) dioperasikan, kalau saat berhenti boleh," kata dia.