Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Heboh simpanan di singapura

Menurut pusat data bisnis indonesia, uang warga indonesia yang disimpan di singapura us$ 76 mil- yar. dana indonesia di asian currency unit telah kembali sbg pinjaman untuk pembangunan nasional.

17 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Uang Indonesia yang diparkir di Singapura terus menggelembung. Benarkah jumlahnya US$ 76 milyar seperti dikemukakan PDBI? Memang modal itu kembali lagi, tapi dari siapa dan untuk siapa? "ORANG Indonesia itu superkaya". Pernyataan ini dilontarkan oleh seorang eksekutif dari Union Bank of Switzerland (UBS) cabang Singapura empat tahun silam. Bankir ini bukan tak percaya, tapi justru kagum. Soalnya, para deposan di UBS harus menempatkan minimal US$ 500.000 atau sekitar Rp 1 milyar agar bisa menabung di bank yang bergengsi itu. Bagi rakyat kecil di negeri ini, keterangan bankir tersebut setidaknya membuat mereka geleng-geleng kepala. Apa iya bisa begitu kaya? Tak aneh juga bila masyarakat gempar ketika PDBI (Pusat Data Bisnis Indonesia) membuat ledakan baru dengan keterangan bahwa uang warga Indonesia yang disimpan di Singapura, terakhir, sudah mencapai US$ 76 milyar. Benarkah? "Validitas angka itu masih menjadi pertanyaan kami," kata Vice President Citibank, Turada Lapian. Angka itu memang terlalu fantastis. Peter Gontha, seorang bekas Vice President Citibank, yang kini menjabat salah seorang direktur GNP Bimantara, dalam suatu forum terbuka tahun lalu, mensinyalir bahwa simpanan orang Indonesia yang diparkir di luar negeri total sekitar US$ 10 milyar. Gubernur Bank Sentral Adrianus Mooy juga meragukan perkiraan PDBI tadi. Tentu tidak mudah untuk melacak jumlah nasabah serta jumlah simpanan orang Indonesia di ACU (Asian Currency Unit) Singapura. Namun, jika dikaitkan dengan pernyataan eksekutif dari UBS, Hannes Lamprecht, kepada tiga belas wartawan ASEAN (lima Jakarta) pada tahun 1987 itu, pernyataan PDBI tadi mungkin tidak bisa disebut berlebihan. Hannes, waktu itu, menjabat Kepala Private Banking UBS, asli Swiss tapi lancar berbahasa Indonesia. Ia mengaku, setiap hari bertemu jutawan Indonesia. Itu terjadi sejak empat tahun lampau. Yang jelas, UBS sangat berhasil menarik dana dari Indonesia. Juga bukan rahasia apabila banyak orang Indonesia yang menaruh deposito di Singapura. Lihat saja kasus almarhum H. Thahir dan Kartika Ratna yang mempunyai simpanan sejumlab US$ 80 juta di sana -- itu baru rekening di tiga bank (The Chase Manhattan Bank, The Hongkong & Shanghai Banking Corporation, dan Sumitomo). Seorang presiden direktur sebuah bank swasta papan tengah di Jakarta percaya bahwa simpanan orang Indonesia di Singapura bisa mencapai US$ 76 milyar. Ia sendiri mengaku pada TEMPO, punya simpanan pribadi sebesar Rp 3 milyar (sekitar US$ 1,5 juta) di ACU. Belum lagi perusahaan-perusahaan yang menyimpan keuntungannya di Singapura. Simpanan itu tidak didepositokan begitu saja. Kendati di Indonesia kini ada fasilitas simpanan valuta asing, pola permainan bank di Singapura jauh lebib banyak. Negara pulau itu mempunyai fasilitas pasar uang internasional, yang disebut Asian Dollar Market. Di sini, orang bisa berspekulasi dolar ke seluruh dunia. Lalu data transaksi valuta asing yang diterima bank-bank dari nasabah luar Singapura itu dibukukan secara terpisah. Data itu disebut Asian Currency Unit (ACU). Setiap bulan, datanya diumumkan oleh pejabat moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore) atau MAS. ACU diluncurkan pada 1964, dan kini berhasil mendongkrak Singapura sebagai salah satu pusat keuangan internasional. Simpanan dari luar Singapura terus mengalir ke sana. Pada tahun 1968, baru tercatat US$ 17,8 juta, tahun 1974 mencapai US$ 1 milyar, tahun 1981 menembus US$ 10 milyar, sedangkan pada Maret 1991 simpanan nonbank sudah mencapai US$ 63 milyar. Investasi bank-bank di ACU berjumlah US$ 217 milyar. Meningkatnya dana di ACU, menurut Alberto Lapuz, vice president perusahaan konsultan keuangan internasional ATKearney cabang Singapura, bukan karena semakin meningkatnya pelarian modal. Lapuz melihat ada tiga penyebab utama. Pertama, simpanan di ACU tidak dikenai pajak atas bunga. Kedua, ada sejumlah faktor yang menyebabkan orang bisa terpengaruh untuk menaruh uangnya di "seberang" (offshore deposit), misalnya karena perhitungan bunga atau dekat secara fisik. Ketiga, orang cenderung menaruh uangnya di negeri tetangga untuk mendapatkan kesempatan menembus sumber dana dari bank-bank di situ. Menurut Lapuz, adalah hal yang lumrah bahwa sebagian kekayaan dari suatu negara disimpan di luar negeri. Baginya, tidak berdasar jika mengasumsikan dana ACU sebagai pelarian modal Indonesia akibat masalah ekonomi, sosial, atau politik. Ditambahkannya, hampir seluruh dana Indonesia di ACU telah digelindingkan kembali ke sini sebagai pinjaman untuk pembangunan nasional. Max Wangkar, Bambang Aji, Bambang Sujatmoko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus