SUMATERA Barat menutup 1978 dengan suatu peristiwa menarik juga.
Dalam usia setengah abad kurang dua tahun, 27 Desember lalu PT
Bank Nasional, bank swasta yang tertua di Indone sia, merayakan
ulangtahunnya. Berpusat di Bukittinggi, ia juga dikenal sebagai
bank berjuang di saat perang kemerdekaan.
Banyak pendirinya sudah tiada. Tapi adalah Bung Hatta, Wakil
Presiden RI yang pertama, yang juga dikenal sebagai perintisnya.
Ketika dibuang Belanda di Banda Neira, adalah Dr. Moh. Hatta
yang memberi inspirasi dan menjawab surat-surat dari para
pendiri bank itu kemudian.
Cikal bakalnya bermula dari Abuan Saudagar, semacam koperasi
simpan pinjam, yang waktu itu berhasil merangkul banyak
pengusaha di Padang dan Bukittinggi untuk masuk jadi anggota.
Para pemegang sahamnya, dari dulu sampai sekarang tak berubah
jumlahnya: 3.000 orang Tak heran kalau dalam kurun waktu nyaris
setengah abad, macam-macam hal dilalui, antara lain silang
sengketa di antara para pemilik yang begitu banyak itu.
Meski umurnya tua, belum banyak cabangnya. Kalaupun ada itu
terbatas di Sumatera Barat, seperti di Bukittinggi sendiri,
Padang, Batusangkar. Tapi bertepatan di bulan ulangtahunnya yang
ke-48 ilu, sebuah kantor cabang baru didirikan di Payakumbuh
yang menelan Rp 86 juta.
Bidang usaha yang dijangkaunya juga belum merata. "Pertanian dan
industri belum mampu kami garap sepenuhnya," kata direktur Yusuf
Suit. Bank swasta ini hingga sekarang lebih banyak bergerak di
bidang perdagangan dengan kegiatan 46%, transportasi 22%,
konstruksi 16,8%, jasa lainnya 10%, tapi pertanian, menurut
catatan Yusuf, baru sekitar 4%.
PT Bank Nasional tampaknya bernafsu agar bisa mendukung sektor
pertanian dan perindustrian di propinsi Sumatera Barat. "Tapi
uang kami termasuk mahal," kata Hasdan Den Has, direktur yang
lain. Rupanya, setelah pukulan Kenop-15 dua bulan lalu, bank
yang bersejarah itu juga mendukung sekali apa yang kini
diperjuangkan rekan-rekannya di Jakarta: supaya Bank Indonesia
sudi menaikkan plafon kredit dan menurunkan sukubunga bank,
suatu hal yang oleh kalangan pemerintah dikhawatirkan malah akan
memecut tingkat inflasi.
Ada dikemukakan dana deposito menjadi tulangpunggung bank.
Seluruh dana yang ada sekarang Rp 2« milyar, dengan 4.000
debitur, yang dalam ukuran sana dianggap cukup untuk bidang
perdagangan dan jasa. Adakah Bl membantu? "Pinjaman modal dari
BI sampai Rp 200 juta, tapi baru dimanfaatkan sepenuhnya setelah
Kenop-15," kata Yusuf. Mengapa harus mengirit sampai setelah
Kenop, entahlah. Tapi untuk memupuk modal, selain dapat dari BI,
PT Bank Nasional juga tengah mengeluarkan saham baru dengan
prioritas membeli pada pemilik lama.
Barangkali yang membuat bank itu berjalan pelan, sekalipun tetap
hidup, adalah keengganan mereka untuk merger. "Mereka takut hak
historisnya hilang," sambung direktur Yusuf. Itulah sulitnya
kalau harus berurusan dengan ribuan pemilik. Selain sulit
dicapai kata sepakat, soal gengsi memang memegang peranan. Dan
pagi itu, empat hari sebelum tutup tahun, kebanggaan akan masa
silam itu kembali tercermin di wajah banyak pemiliknya, ketika
Gubernur Sum-Bar Azwar Anas menyalami seorang-orang tua yang
jalannya tertatih-tatih: H.M. Yatim, dir-ut pertama bank itu dan
satu-satunya pendiri yang masih hidup. Tapi mungkin juga ada
soal lain yang membuat orang bangga. Seperti kata Sutan Rajo
Endah, seorang pemegang saham yang dikenal sebagai eksportir
manau dan rotan di Padang, "bank swasta yang ini tak mengenal
pungli."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini