WAKTU berhenti sebagai Sekjen Asean, Pebruari tahun lalu, EIR
Dharsono (52 tahn) berkata tentang rencana masa depannya: "Saya
akan lapor dulu ke Deplu kalau-kalau mereka memerlukan saya.
Kalau tidak, ya saya kembali ke Hankam." Ternyata ia tidak lama
di Hankam. Bahkan jarang tampak di Jakarta. Ke mana dia?
Bekas Pangdam Siliwangi dan Dubes untuk Kamboja dan Muangthai
ini sekarang menetap di Bandung. Sejak Oktober 1978 ia menjabat
Direktur-Utama PT Propelat, yang dikenal sebagai kontraktor
terbesar di Jawa Barat. "Selesai serah terima jabatan Sekjen
Asean itu saya nganggur. Kemudian Mayjen Himawan Sutanto --
waktu itu Pangdam VI/Siliwangi -- meminta saya untuk memimpin
Propelat " katanya kepada Hasan Syukur, pembantu TEMPO di
Bandung. Tawaran itu diterimanya. Padahal Propelat diketahui
sedang "sakit parah". Mengapa ia mau? "Sebagai anggota Korps
Siliwangi jangan cuma berani nebeng masa jayanya saja, dalam
keadaan prihatin harus juga berani memperbaiki," jawabnya.
PT Propelat yang didirikan tahun 1967 -- waktu itu Dharsono
menjabat Pangdam Siliwangi -- mempunyai 9 anak perusahaan dan 3
usaha patungan. Perusahaan ini dianggap milik Kodam Siliwangi
walau "saham Siliwangi lewat Yayasan Kartika Siliwangi hanya
40%." Semula, di zaman Jenderal Ibrahim Adjie namanya "Propelad"
(Proyek Perhotelan Angkatan Darat) dan usahanya membaneun wisma
dan asrama Angkatan Darat guna menampung perwira AD yang tinggal
di hotel. Nama ini kemudian dirubah menjadi "Propelat" dan
berbentuk PT biasa karena ada peraturan yang melarang AD ikut
langsung dalam perusahaan swasta.
Di tahun 1970 PT Propelat kebagian banyak order dari Pertamina.
Dan krisis Pertamina 1973/1974 menghantam banyak kontraktornya
termasuk Propelat. Banyak proyek yang terpaksa dibatalkan atau
dihentikan, hingga jumlah karyawan dikurangi. Langkah
penyederhanaan dilakukan. Rapat pemegang saham 10 Desember lalu
misalnya memutuskan jumlah direksi dikurangi dari lima menjadi
tiga. Dewan Komisaris lama dibubarkan dan Letjen (Purn.) R. A.
Kosasih diangkat sebagai Presiden Komisaris.
Kesulitan lain bagi Propelat: kredit bank susah diperoleh karena
perusahaan ini juga anak perusahaannya dianggap tidak bonafid
lagi. Dharsono bertekad membenahi semua ini hingga "Januari ini
Propelat bisa take-off lagi," kata Dharsono. Salah satu caranya:
membentuk konsorsium dengan perusahaan lain. Sikap yang akan
diambil juga lebih realistis: yang akan digarap adalah proyek
yang sesuai dengan kemampuan anggaran perusahaan yang tidak
begitu besar.
Dharsono mengakui banyak lika-liku dunia bisnis yang harus
dipelajarinya. Tapi ia optimis Propelat suatu ketika akan
kembali jaya. Dunia barunya dianggap menggairahkan. "Di sini
terpadu antara pengendalian idealisme dan pengejaran
keuntungan," katanya.
Tidak semua orang sependapat Dharsono akan berhasil. "Dari segi
kepemimpinan militer dan politik, pak Ton mungkin bisa dikatakan
berhasil. Tapi dunia bisnis lain. Kecuali kalau ia di dampingi
orang yang ahli di bidang itukata seorang usahawan Bandung.
Berhasil atau tidaknya memang masih harus ditunggu. Tapi
munculnya Dharsono yang biasa dipanggil pak Ton sebagai pimpinan
Propelat tampaknya disambut gembira para karyawannya. "Pak Ton
tak segan turun ke bawah memeriksa proyek yang tengah
dilaksanakan," kata seorang karyawan. Dan jenderal yang berambut
putih serta bercambang itu tampak tetap langsing dan gembira.
Terlantar
Barangkali sikap Dharsono yang mau menengok ke bawah itulah yang
menimbulkan harapan baru. Sebab banyak juga proyeknya yang
terlantar setelah benturan krisis Pertamina itu. Salah satu yang
terpaksa ditinggalkan Propelat adalah proyek pelebaran jalan
Denpasar-Gilimanuk sepanjang 125 km. 60% dari biaya Rp 4,8
milyar berasal dari bantuan Bank Dunia. Propelat membagi proyek
ini menjadi dua bagian. Pelebaran jalan Denpasar-Antasari (40
km) rencananya makan waktu 2 tahun sedang Antasari-Gilimanuk
(85 km) 3 tahun.
Sudah 2 tahun berlalu. Mustinya pelebaran jalan
Denpasar-Antasari selesai 83,48%, tapi yang tercapai hanya 18%.
Sedang antara Antasari-Gilimanuk yang seharusnya tercapai 50,58%
hanya selesai 13%. "Itu berarti terlambat 40% dari rencana
semula," kata Rudi Buntarman, pimpinan Proyek Peningkatan Jalan
Denpasar-Gilimanuk pada I Nengah Wedja dari TEMPO.
Upaya untuk melanjutkan proyek pelebaran jalan di Bali itu bukan
tidak dilakukan. Bulan lalu Ditjen Bina Marga memutuskan
sebagian tanggungjawab proyek ini akan dipindahkan pada
pemborong lain. Ada selentingan sebuah perusahaan Filipina
berminat dan sudah melakukan pembicaraan mendalam dengan PT
Promix, anak perusahaan Propelat yang ditugaskan melanjutkan
penyelesaian proyek terlantar itu.
Tapi sebuah sumber TEMPO yang mengetahui merasa skeptis proyek
itu akan jalan. "Setelah Kenop-15 ini kontraktor mana pun merasa
susah," katanya. "Buat Propelat lebih-lebih lagi, karena
pinjaman dari Bank Dunia itu sudah habis waktu."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini