Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Hijau Daun Untuk Anggaran Berimbang

RAPBN 1979/1980 disampaikan Presiden Soeharto kepada DPR, tgl 8 jan 1979. RAPBN 1979/1980 akan bertambah dengan Rp 2108 milyar dan 61% berasal dari pertambahan pajak perseroan minyak. (eb)

13 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAPBN 1979/1980 yang disampaikan Presiden Soeharto kepada DPR 8 Januari ini punya arti tersendiri dibanding RAPBN sebelumnya. Kali ini -- selain bukunya berwarna hijau daun -- RAPBN disiapkan dua bulan sesudah diambilnya tindakan ekonomi yang paling spektakuler 15 Nopember 1978. RAPBN 1979/1980 seperti juga buku anggaran yang lalu, tetap setia pada 'anggaran berimbang' dan berjumlah 6.934 milyar, naik 43,7% dari APBN 1978/1979 yang Rp 4.826,3 milyar. Tapi itu bisa tercapai karena setelah 15 Nopember, nilai US$1 sudah menjadi Rp 625. (lihat tabel) RAPBN 1979/1980 itu juga disiapkan sesudah Indonesia mengakhiri 1978 dengan iklim ekonomi yang cukup baik. Inflasi untuk pertama kalinya dalam 7 tahun berada di bawah 10%. Panen padi di luar dugaan tak lagi diganggu hama wereng dan cukup melimpah. Maka devisa untuk impor beras bisa dihemat, karena impor beras yang diperlukan ternyata jauh di bawah jumlah yang direncanakan semula. adangan devisa tetap kuat: US$ 2.600 juta. Sekalipun begitu surplus neraca pembayaran pada anggaran 1977/1978 yang berakhir Maret lalu cuma mencapai US$ 648 juta, kurang US$ 200 juta dari target. Dibanding APBN sekarang, RAPBN 1979/1980 akan bertambah dengan Rp 2.108 milyar, dan 61% berasal dari pertambahan pajak perseroan minyak. Ini dimungkinkan oleh devaluasi rupiah, yang otomatis akan menambah penerimaan rupiah untuk setiap dollar dengan 50%, di samping naiknya harga minyak yang diputuskan konperensi organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) di Abu Dhabi, ibukota Uni Emirat Arab, pertengahan Desember lalu. Seandainya volume ekspor minyak sekarang ini tetap, devaluasi rupiah saja akan menambah penerimaan minyak sekitar Rp 1.000 milyar. Bila Indonesia menaikkan bertahap harga minyak 14,5% atau yang secara efektif akan jatuh 10% untuk sepanjang tahun 1979, penerimaan devisa akan bertambah US$ 600 juta. Tapi dalam proyeksi neraca pembayaran 1979/1980, ekspor minyak diperkirakan hanya naik 6%. Kesimpulan yang bisa diambil: volume minyak yang diekspor sepanjang 1979 ini akan turun. RAPBN yang mulai berlaku awal April nanti -- bertepatan dimulainya Pelita III -- memang tak bercerita banyak tentang minyak. Di halaman 104 dari buku tebal itu hanya disebutkan: "Meskipun perkiraan kenaikan produksi minyak dalam tahun 1979/1980 tidak secepat tahun-tahun sebelumnya, namun diharapkan akan dapat dibarengi dengan kenaikan gas alam cair (LNG) dalam periode tersebut. Maka nilai ekspor minyak bersih termasuk LNG dalam periode tersebut akan mencapai US$ 4.938 juta." Dalam APBN 78/79 devisa minyak bersih, tanpa LNG, diperkirakan masuk US$4.656 juta, US$ 205 juta atau 4,6% lebih besar dari APBN sebelumnya. Patut diketahui dalam semester I 1978 produksi minyak rata-rata masih 1,69 juta barrel sehari. Tapi bulan-bulan berikutnya produksi rata-rata turun menjadi 1,61 juta barrel sehari. Sedang APBN 1978/1979 sendiri memproyeksikan produksi minyak rata-rata 1,6 juta barrel sehari. Masih sulitnya pemasaran minyak di luar negeri, munculnya saingan dari Alaska, Laut Utara, Teluk Meksiko dan mungkin sekali RRC, turut mempengaruhi volume ekspor minyak Indonesia. Untuk menarik pembeli tadinya Pertamina masih enggan memberikan potongan harga, seperti dilakukan Kuwait, Aljazair dan Nigeria. Tapi tahun ini tampaknya korting itu diberikan juga. Dalam putusannya baru-baru ini Departemen Pertambangan hanya menaikkan harga minyaknya dengan rata-rata antara 3,7 - 3,8% di bawah kenaikan ratarata 5% yang diputuskan OPEC untuk tahap pertama sampai dengan April 1979 (lihat TEMPO 6 Januari). Sangat menarik adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang dalam RAPBN 1979/1980 tercantum Rp 219,6 milyar. Dalam anggaran 1978/1979 subsidi BBM itu ditaksir hanya akan menelan Rp 59 milyar. Ternyata dalam setengah tahun pertama atau sampai akhir September 1978, sudah melebihi Rp 120 milyar. Bisa dimengerti kalau dengan penyesuaian kurs rupiah yang baru dan naiknya harga minyak sekarang, pemerintah merasa beban subsidi itu makin bera. Diduga harga BBM di dalam negeri akan naik lagi dalam tahun ini, setelah berhasil dibendung subsidi selama tiga tahun lebih. Presiden ketika membawakan keterangan Pemerintah di DPR mengingatkan: " . . . kebutuhan subsidi yang sebenarnya adalah jauh lebih besar, yaitu hampir 2 kali jumlah tersebut (Rp 219,6 milyar - Red.), andaikata harga bahan bakar minyak yang sekaran tidak disesuaikan dalam tahun anggaran 1979/1980." Devaluasi rupiah ternyata juga mempengaruhi proyeksi beberapa jenis pajak tidak langsung. Pajak ekspor misalnya diperkirakan Rp 173 milyar, dua kali lipat anggaran sekarang. Ini menggambarkan optimisme pemerintah tentang ekspor non minyak yang cukup besar. Tapi seperti sudah diduga, bea masuk dan pajak penjualan impor berkurang Rp 65 milyar dibanding anggaran yang masih berjalan, suatu hal yang pasti membuat Menkeu Ali Wardhana pusing kepala. "Yah, saya terpaksa harus membantu pak Radius," katanya dalam suatu kesempatan. Sejak keluarnya Kenop-15, hampir semua jenis impor bahan baku ditumnkan tarifnya 50%. Akan halnya penerimaan pembangunan, yang seluruhnya berasal pinjaman luar negeri, diproyeksikan Rp 1.494 milyar. Artinya naik 75% dibanding anggaran 78/79. Tapi dalam nilai dollar, kenaikan itu sebenarnya hanya 14%. Ini sesuai kenaikan pos 'pinjaman resmi' dalam rekening modal (capital account) neraca pembayaran 1979/1980. Pos ini. diproyeksikan berjumlah US$ 2.551 juta. Itu tentunya bukan saja termasuk bantuan IGGI, tapi juga penerimaan penjualan obligasi RI di Tokyo dan Jerman Barat, dan pinjaman Euro dollar US$ 350 juta yang belum lama berselang diperoleh Bank Indonesia dari sindikat bank yang dipimpin Manufacturers Hannover Ltd. dan Toronto Dominion Bank. Pinjaman itu ditaksir akan cukup untuk menutup lobang defisit transaksi berjalan (current account) yang diperkirakan US$ 1.423 juta. Tapi yang akhirnya diperkirakan akan menghasilkan surplus US$ 350 juta, suatu jumlah yang lebih kecil dari surplus US$ 646 juta seperti tercantum dalam neraca pembayaran 1977/1978. Adapun surplus neraca pembayaran yang diperkirakan akan tercapai dalam Rancangan Repelita III berjumlah US$ 1.450 juta, kurang dari US$ 1.600 juta yang masuk selama 5 tahun Pelita II. Pada anggaran pengeluaran rutin, belanja pegawai naik 33% dari anggaran sekarang. Tapi, seperti dikemukakan Presiden, pemerintah untuk tahun anggaran 1979/1980 tidak memberikan kenaikan gaji pegawai. Sekalipun begitu gaji ke-13 akan diberikan kepada para pegawai negeri bertepatan dengan tahun ajaran baru yang jatuh awal Juni. Tapi di samping gaji ke-13 itu, kenaikan belanja pegawai yang 33% itu juga mencakup kenaikan gaji rutin, misalnya karena kenaikan pangkat dan pertambahan pegawai baru, dan penyesuaian pensiun pegawai negeri sebanyak 100%. Mengenai cicilan hutang dan bunga luar negeri diperkirakan akan menelan Rp 598 milyar, naik 77% dari APBN sekarang. Namun bila dihitung dalam dollar, kenaikannya hanya 18%. Masih ada pos penting lainnya yang perlu disinggung. Tapi yang tak boleh dilewatkan adalah pos 'pengeluaran pembangunan' yang diproyeksikan mencapai Rp 3.488 milyar, 42% lebih banyak dari APBN sekarang. Selama dua tahun terakhir pos tersebut meningkat dengan 5,5%, lalu 13,2%. Adakah kenaikan yang 42% itu akan berarti banyak untuk mengatasi dua masalah pokok Indonesia sekarang: perluasan kesempatan kerja dan pembagian kue pembangunan yang lebih merata? Mari kita tunggu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus