Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kantor di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, itu laksana hotel singgah bagi Ismed Hasan Putro. Seperti pada Kamis malam pekan lalu, orang nomor satu di PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) itu memilih menginap di sebuah bilik yang dibatasi sekat sebagai pemisah dengan ruang kerjanya.
"Biar efisien, karena Jumat pagi saya harus terbang ke Jambi untuk meninjau kebun sawit," kata Ismed, yang baru sepekan menjabat direktur utama di perusahaan agroindustri milik negara itu. Sepanjang Kamis itu, Ismed seharian menjelajahi kebun tebu milik RNI di Jati Tujuh, Cirebon, Jawa Barat. Sejak diangkat oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan pada awal Maret lalu, hidup Ismed seperti tak jauh-jauh dari kebun dan pabrik.
Ismed adalah satu dari puluhan pejabat baru dalam bagian aksi "bersih-bersih" yang dilakukan Dahlan. Ismed menggantikan Bambang Prijono Basuki untuk periode lima tahun mendatang. Kementerian juga menetapkan 75 direktur di 14 PT Perkebunan Nusantara (PTPN).
Toh, "bersih-bersih" Dahlan ini menimbulkan kontroversi. Sejumlah kalangan menuding pengangkatan Ismed dan Megananda Daryono, bos PTPN III, yang juga direktur utama holding BUMN perkebunan, sarat aroma kolusi.
Terpilihnya Ismed tak lepas dari kedekatannya dengan Dahlan sewaktu menjadi wartawan di Jawa Pos pada 1990-an. Dahlan menjadi pemimpin redaksi sekaligus bos perusahaan di surat kabar terbesar di Jawa Timur itu.
Sumber Tempo bercerita, Ismed merupakan tangan kanan Dahlan berkat koneksinya yang luas dengan kalangan politikus Dewan Perwakilan Rakyat, tokoh partai, dan pejabat Orde Baru. Karena kemampuannya itu, Ismed didaulat Dahlan menjadi semacam penasihat untuk melakukan lobi.
Kedekatan antara Ismed dan Dahlan diiyakan Slamet Oerip Prihadi. Oerip, bekas redaktur Jawa Pos, mengisahkan hubungan keduanya terbangun tatkala Ismed ke Jawa Pos pada 1987. Ketika itu Jawa Pos baru membeli kantor di Jalan Prapanca, Jakarta Selatan.
Oerip berkisah bahwa Ismed, yang mencitrakan dirinya sebagai akademikus, membuat Dahlan terkesan. Sebagai pengusaha, kata Oerip, Dahlan mesti memiliki penasihat sebelum berhubungan dengan kalangan "putih" atau "hitam".
Ismed mengakui kedekatannya dengan Dahlan. Tapi, dia mengatakan, faktor itu hanya nomor sekian bagi jabatannya di RNI. "Saya mengikuti fit and proper test. Ada sepuluh calon," ujar Ismed, yang pernah empat tahun menjabat komisaris di RNI.
Dahlan mengatakan, ketika nama Ismed muncul setelah uji kepatutan, ia hampir tak percaya. Tapi kandidat terbaik saat itu, kata Dahlan, ya, hanya Ismed. Apalagi Ismed getol mengkritik pemerintah ketika menjadi aktivis. "Sekarang tolong tunjukkan bukti dengan kerja."
Pengangkatan Megananda pun menyisakan persoalan. Selain dituding dekat dengan Partai Golkar, ia dililit isu tak sedap ketika menjabat Deputi Industri Primer Kementerian BUMN. Megananda antara lain ditengarai berperan dalam proyek pengadaan pupuk milik PT Berdikari. Saat ini dia juga masih menjadi komisaris beberapa BUMN.
Dari penelusuran Tempo, tak ada bukti langsung yang mengaitkan Megananda dalam proyek senilai Rp 277 miliar yang digelembungkan itu. Namun sumber di Kementerian menyebutkan, Megananda ikut melicinkan jalan Berdikari untuk mendapatkan proyek itu. Pada Maret tahun lalu, kasus ini sempat disorongkan ke komisi antirasuah.
Megananda menjelaskan, hubungannya dengan sejumlah politikus di DPR tak lepas dari tugasnya sebagai asisten deputi dan kemudian deputi Menteri BUMN. "Saya menempatkan diri sebagai staf Menteri BUMN, bukan kader siapa pun," katanya.
Adapun ihwal pengadaan pupuk, menurut Dahlan, merupakan tanggung jawab tiap direksi BUMN yang akan menggunakan. "Siapa pun di luar perusahaan dilarang mempengaruhi keputusan direksi," dia menambahkan.
Pada saat seleksi bos PTPN III, Dahlan mengakui Megananda bukan pilihan semata wayang. Ada dua kandidat lain, yaitu bekas Direktur Utama PTPN IV Dahlan Harahap dan seorang lagi yang namanya ada di lacinya.
Dahlan menyangkal ada kesepakatan dengan Golkar di balik pemilihan Megananda. Jangankan Golkar, katanya, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa saja tak tahu siapa yang terpilih. "Saya hanya tahu Megananda berbisnis burung. Tapi, kalau dia dekat dengan partai, silakan bongkar."
Bobby Chandra, Agoeng Wijaya, Kukuh Wibowo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo