Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Robi memilih stroberi terbaik, lalu menatanya di dalam wadah plastik yang sudah ditempeli label sebuah toko buah di Cilandak, Jakarta Selatan. "Ini dari kebun organik di Ciwidey. Satu kemasan harganya lima belas ribu rupiah," kata pegawai sebuah toko buah itu Kamis pekan lalu.
Kendati menjual produk lokal, toko itu mendatangkan sebagian besar buah yang dijual dari luar negeri. Di samping rak stroberi terdapat deretan apel Washington, apel Fuji, hingga jeruk Ponkam. Saat ini beredar kabar di kalangan pemilik toko eceran dan importir bahwa harga buah dan sayuran impor akan naik dalam waktu dekat.
Pada Desember 2011, pemerintah mengumumkan rencana pemberlakuan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 89 Tahun 2011 dan Nomor 90 Tahun 2011. Aturan ini mengamanatkan penutupan Pelabuhan Tanjung Priok, Batam, dan Bali sebagai pintu masuk untuk impor produk buah, sayuran, dan umbi lapis mulai 19 Maret 2012. Sebanyak 47 jenis komoditas hortikultura impor hanya boleh masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, Pelabuhan Makassar, Pelabuhan Belawan di Medan, dan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Aturan itu menuai keberatan dari berbagai pihak. Direktur Utama PT Supra Boga Lestari Nugroho Setiadharma mengatakan beleid ini akan mengganggu pasokan buah impor ke tokonya, Ranch Market. Soalnya, infrastruktur penyimpan dingin di pelabuhan masih belum siap. Penanganan yang salah pada produk hortikultura akan membuat buah dan sayur cepat busuk.
Hasil survei yang dilakukan para importir menguatkan kekhawatiran Nugroho. Menurut Wakil Ketua Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia (Gisimindo) Bob Budiman, di Tanjung Perak hanya tersedia 400 titik colokan listrik untuk kontainer dengan pendingin. Bandingkan dengan Pelabuhan Tanjung Priok, yang menyediakan 700 titik.
Bob menambahkan, ketentuan ini pada akhirnya akan memberatkan konsumen. Kenaikan harga buah di Jakarta dan Jawa Barat bisa mencapai seratus persen. Salah satunya akibat biaya pengiriman dari Surabaya ke Jakarta yang mencapai Rp 20 juta per kontainer.
Masalah belum berhenti di situ. Pemerintah daerah Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, yang akan kebanjiran buah impor, pun menolak kebijakan ini. Pada akhir Januari 2012, Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengutus wakilnya, Saifullah Yusuf, menemui Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi dan meminta agar Jawa Timur tetap bebas dari serbuan produk hortikultura impor.
Soekarwo juga mengirim surat resmi ke Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, bahkan Presiden, untuk membatalkan aturan ini. Sebuah peraturan gubernur tentang larangan produk impor holtikultura pun diterbitkan pada 1 Maret 2012.
Untuk kepentingan berbeda, utusan Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat (United States Trade Representative, USTR) menyambangi kantor Kementerian Perdagangan, dua pekan lalu. Direktur untuk Asia Tenggara dan Pasifik, Karl Ehlers, yang menjadi pemimpin delegasi, mencari kejelasan aturan ini. Soalnya, kapal-kapal pengangkut buah dan sayuran dari negaranya sedang dalam perjalanan menuju Tanjung Priok.
"Mereka keberatan kalau Tanjung Priok ditutup, karena akan ada tambahan biaya," kata Direktur Kerja Sama Bilateral Sri Nastiti, yang menjamu Ehlers saat itu. Keberatan serupa datang dari Australia.
Desakan berbagai pihak dan ketidaksiapan infrastruktur membuat pemerintah akhirnya menunda pelaksanaan aturan ini hingga 19 Juni 2012. Pemerintah, kata Menteri Pertanian Suswono, memberi waktu kepada para mitra dagang untuk menyiapkan gudang dan tempat pendinginan.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan memastikan aturan itu tetap diberlakukan. Dia menunjuk dalam kurun satu setengah tahun terakhir, ditemukan 19 kasus buah dan sayur impor yang mengandung mikroorganisme berbahaya. "Saya akan membuat regulasi yang sepadan dengan semangat asalnya," katanya. "Untuk mengimbangi kepentingan dalam dan luar negeri."
Eka Utami Aprilia, Rosalina, Fatkhurohman Taufiq
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo