Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto mengatakan keberadaan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara belum bisa membantu memulihkan pasar saham Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebaliknya, indeks harga saham gabungan (IHSG) justru turun empat hari berturut-turut sejak diluncurkannya Danantara pada Senin, 24 Februari 2025. "Sejak peresmian Danantara pada hari Senin lalu, IHSG telah melemah hampir 4 persen," kata Rully saat dihubungi pada Kamis, 27 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rully mengatakan, dirinya belum melihat tanda-tanda munculnya sentimen positif yang bisa menaikkan harga saham. Hari ini saja, kata dia, rupiah terus tertekan dan sempat berada di level Rp 16,500 per US$ 1.
Dia menjelaskan, sejak akhir tahun 2024 lalu, modal asing terus menerus keluar secara konsisten hingga 26 Februari 2025. Investasi yang keluar itu mencapai Rp 17 triliun atau setara dengan US$ 1 miliar.
Menurut dia, out flow yang konsisten ini dipengaruhi oleh ketidakpastian global dan ditambah dengan tidak adanya sentimen positif dari dalam negeri. Dia mengatakan belum bisa memprediksi kapan pasar modal Indonesia akan kembali pulih. "Kami masih belum melihat kapan asing akan secara konsisten kembali masuk ke pasar saham Indonesia," katanya.
Selain itu, Rully juga mengatakan bahwa beberapa minggu terakhir, kondisi ekonomi global sempat menunjukkan tanda positif dengan melemahnya ekonomi AS, yang disertai dengan meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed.
Pasar dalam negeri juga sempat berharap Bank Indonesia akan memangkas suku bunga pada rapat Dewan Gubernur pekan lalu. Namun, tuturnya, kondisi positif itu ternyata tidak bertahan lama, bahkan hingga diluncurkannya Danantara.
Rully menilai jika kondisi pasar terus seperti ini, sulit untuk bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. "Untuk saat ini sendiri yang paling menjadi concern adalah masih belum adanya harapan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi," tuturnya.
Pilihan Editor: Minim Dorongan Ekonomi Akibat Utang