Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG diperkirakan dibuka melemah pada awal pekan depan, Senin, 8 April 2025, setelah libur panjang Lebaran. Tekanan berasal dari berbagai sentimen global, termasuk pengenaan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat hingga volatilitas harga komoditas energi dan tambang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Analis pasar modal dari Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi, menilai sederet disrupsi yang terjadi selama libur bursa akan langsung direspons pasar saat pembukaan. “IHSG kami perkirakan bergerak cenderung melemah di tengah tekanan dengan support psikologis di rentang 6.000–6.100 dan resistance di 6.600–6.670,” kata dia saat dihubungi, Ahad, 6 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sentimen utama, kata dia, datang dari kebijakan Presiden AS Donald Trump yang mengenakan tarif resiprokal sebesar 10 persen ke seluruh negara mitra dagang dan tambahan tarif berdasarkan besaran defisit. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan surplus perdagangan non-migas terbesar terhadap AS sebesar US$ 16,84 miliar, dikenakan tarif tambahan hingga 32 persen.
“Kami melihat dampaknya akan signifikan terhadap produsen ekspor, memperbesar current account deficit (CAD), dan bisa memicu depresiasi rupiah,” ujar Oktavianus.
Selain itu, Oktavianus memprediksi pelemahan harga komoditas utama juga membayangi prospek pasar saham domestik. Harga minyak mentah terkoreksi setelah OPEC+ berencana menaikkan produksi hingga 440 ribu barel per hari mulai Mei. Sementara itu, komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara melemah ke US$ 97 per ton, tembaga turun 9 persen, CPO bergerak di bawah MYR 4.300 per ton, dan nikel anjlok di bawah US$ 15.000 per ton.
Kekhawatiran juga meningkat seiring sinyal dari Ketua The Fed Jerome Powell terkait potensi perlambatan ekonomi dan kenaikan inflasi di AS. “Hal ini bisa memicu gejolak ekonomi global yang turut menekan sentimen pelaku pasar,” kata dia.
Oktavianus menyampaikan tekanan terhadap rupiah pun meningkat. Pada Kamis, 4 April 2025, nilai tukar sempat menyentuh level Rp 16.700 per dolar AS. Di saat yang sama, lembaga seperti Nomura Asia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7 persen dari sebelumnya 4,9 persen pada 2025.
Ia menilai pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis guna menenangkan pasar. “Diplomasi ekonomi harus segera dilakukan sebelum tarif resmi berlaku pada 9 April. Bila memilih menerima kebijakan ini, maka perlu ada insentif untuk menjaga aktivitas ekonomi domestik. Tapi jika menolak, konsekuensinya harus diperhitungkan matang, seperti yang dilakukan Tiongkok,” ujarnya.
Negara-negara lain pun, kata dia, telah mengambil sikap. Seperti Cina membalas dengan tarif 34 persen terhadap produk AS, Singapura memilih jalur diplomasi dengan negosiasi oleh PM Lawrence Wong, dan Vietnam menghapus tarif impor untuk produk AS sebagai bentuk kompromi.