Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indeks dolar melemah hari ini, Selasa, 24 Januari 2023. Salah satu sebabnya adalah kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, the Federal Reserve atau the Fed.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"'Dolar melayang di dekat level terendah dalam sembilan bulan terakhir terhadap mata uang lainnya, karena para pedagang mempertimbangkan risiko resesi AS dan jalur kebijakan Federal Reserve," kata Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, mengutip komentar pejabat Bank Sentral Eropa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Sri Mulyani Ibaratkan Resesi Bagaikan Cuaca Buruk, Simak Caranya Menguatkan Ekonomi Masyarakat
Menurut pejabat Bank Sentral Eropa (ECB), ini menandakan kenaikan suku bunga jumbo tambahan di Eropa.
"Pedagang pasar uang hanya melihat dua kenaikan suku bunga seperempat poin oleh Fed ke puncak sekitar 5 persen pada bulan Juni, dengan pemotongan dua perempat poin menyusul sebelum akhir tahun," ujar Ibrahim.
Dia melanjutkan, The Fed sendiri bersikeras 75 basis poin pengetatan lebih mungkin terjadi.
Sementara itu, anggota dewan gubernur ECB Klaas Knot dan Peter Kazimir menganjurkan dua kenaikan 50 basis poin lagi pada pertemuan di bulan Februari dan Maret.
"Yang terbaru adalah ECB akan terus menaikkan suku bunga dengan cepat untuk memperlambat inflasi yang masih terlalu tinggi," kata Ibrahim mengutip Presiden ECB Christine Lagarde.
Sementara investor bertaruh Bank of Japan (BoJ) akan mulai mengakhiri program stimulusnya. BoJ bagaimanapun membiarkan kebijakan tidak berubah dan memberi dolar sedikit kelonggaran.
"Namun, banyak yang terus mengharapkan pergeseran hawkish oleh BoJ tahun ini karena pembuat kebijakan terus menyesuaikan kebijakan untuk memperpanjang umur mekanisme kontrol kurva imbal hasil (YCC), yang menetapkan suku bunga jangka pendek di -0,1 persen dan mempertahankan hasil 10 tahun dalam kisaran sekitar nol," tutur Ibrahim.
Selanjutnya: Ibrahim juga memberi catatan...
Ibrahim juga memberi catatan tentang pemulihan ekonomi Indonesia yang sedang mengalami kenaikan dan merata di seluruh sektor, di tengah ancaman resesi global.
"Walaupun Produk Domestic Bruto (PDB) tahun 2022 akan dipublikasikan di bulan Februari yang diperkirakan antara 5,2 - 5,3 persen, perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi dunia yang diperkirakan hanya di 1,7 persen," kata Ibrahim.
Dia mengatakan, bagi pemerintah kunci keberhasilan pertumbuhan ekonomi adalah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Ini menjadi salah satu instrumen yang bisa diandalkan ketika menghadapi berbagai macam ancaman, seperti pandemi Covid-19, serta harga minyak dan pangan yang melonjak.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) terus memperkuat respons bauran kebijakan guna menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi.
"Sedangkan bauran kebijakan yang dilakukan adalah memperkuat operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang sesuai dengan kenaikan suku bunga BI7DRR yang saat ini sudah mencapai 5,75 persen," tutur dia.
BI juga memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, terutama imported inflation, melalui intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Dalam perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup menguat 187 point walaupun sebelumnya sempat menguat 190 poin di level Rp 14.887 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level Rp 15.075 per dolar AS.
Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp 14.860 hingga Rp 15.940 per dolar AS.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini