Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Di Bawah Stabilnya Pasokan

Selama pasokan di pasar surplus, beras impor tak bisa dilepas.

25 Maret 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, 19 Maret 2021. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah indikator menunjukkan pasokan dan harga beras dalam posisi stabil.

  • Sementara pasokan di pasar dalam negeri sedang berlimpah karena masuk musim panen raya.

  • Harga beras akan anjlok bila Bulog tetap melepas beras impor ke pasar di tengah melimpahnya pasokan..

JAKARTA – Pegiat Komite Pendayagunaan Petani dan Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, mengatakan tidak ada indikasi apa pun yang menunjukkan urgensi kebijakan importasi beras saat ini. Menurut dia, sejumlah indikator menunjukkan bahwa pasokan dan harga komoditas tersebut dalam posisi stabil, termasuk pasokan beras global.

"Belum ada laporan ada kegagalan panen (di sejumlah negara), penurunan produksi secara drastis, ataupun kebijakan yang harus segera diantisipasi. Misalnya, negara yang selama ini menjadi eksportir kemudian menutup keran ekspor," ujar Khudori kepada Tempo, kemarin.

Menurut Khudori, potensi kenaikan harga pangan dunia memang bisa saja terjadi. Ia mengatakan memang ada tren kenaikan food price index oleh Organisasi Pangan Dunia (FAO) sejak akhir tahun lalu. Adanya pernyataan rencana impor 1 juta ton beras ini tentunya memiliki dampak, baik di dalam maupun di luar negeri. Menurut dia, angka 1 juta ton tersebut terbilang besar.

"Ketika Indonesia wara-wara akan mengimpor 1 juta ton beras, hal itu berpotensi membuat harga (beras dunia) tertarik ke atas," ujar Khudori. Menurut dia, produksi pangan global memang tidak mengalami kenaikan signifikan. Tapi bukan berarti angka produksinya jatuh. Sementara itu, pasokan di pasar dalam negeri sedang berlimpah karena masuk musim panen raya.

Ia berujar memang tidak ada yang bisa memastikan angka produksi beras dalam negeri hingga akhir tahun. Tapi prediksi produksi seharusnya bisa berkaca pada data yang ada: dari masuknya musim panen raya, proyeksi produksi padi meningkat, hingga proyeksi ketersediaan pasokan global.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, 8 Maret lalu. Tempo/Tony Hartawan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan hasil survei kerangka sampel area yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), luas panen padi pada Januari-April 2021 mencapai 4,86 juta hektare atau naik sekitar 1,02 juta hektare (26,53 persen) dibanding sub-round Januari-April 2020 yang sebesar 3,84 juta hektare. Dengan potensi luas panen yang besar, produksi gabah kering giling pada Januari-April mencapai 25,37 juta ton atau naik 26,68 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu.

"Itu memang hanya perkiraan," ujar Khudori. “Tapi, mengacu pada data dua tahun terakhir, perkiraan melesetnya hanya 5 persen. Jadi, harus percaya ke mana lagi kalau tidak percaya data BPS?"

Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santoso, menuturkan ada dua skenario bila pemerintah tetap melakukan impor lewat Perum Bulog di tengah melimpahnya pasokan. Pertama, Perum Bulog hanya bisa menyimpan beras. Selama kondisi pasokan di pasar surplus, beras tersebut tak bisa dilepas. "Akibatnya, Bulog bisa rugi kalau beras impor disimpan lewat dari enam bulan. Mutunya akan turun drastis," kata dia.

Petani menapi gabah kering saat panen padi di Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 24 Maret 2021. TEMPO/Prima Mulia

Skenario kedua, Bulog bisa saja menyalurkan beras impor tersebut kepada masyarakat, termasuk beras yang sudah diserap Bulog. Tapi hal itu akan mempengaruhi harga beras, yang bisa saja  anjlok.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menaksir sisa stok beras pada 2018-2019 yang turun mutu menyebabkan kerugian sebesar Rp 1,25 triliun. Turun mutu terjadi lantaran penugasan pemerintah kepada Perum Bulog untuk menyerap beras rakyat dan pengadaan beras impor tidak disertai dengan kebijakan di sektor hilir. Setelah program Beras Sejahtera dihapus dan diganti dengan program bantuan pangan non-tunai, ujar Yeka, keran Bulog untuk melepaskan beras tersendat.

LARISSA HUDA




Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus