Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Impor Garam Kabinet Runyam

Sejumlah perusahaan asing mengancam angkat kaki bila pemerintah tak menjamin pasokan bahan baku garam. Susi Pudjiastuti berseberangan dengan beberapa menteri.

1 April 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Impor Garam Kabinet Runyam

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SESEKALI melempar pandangan ke balkon ruang rapat Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin pekan lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti buka suara tentang pengalihan kewenangan pemberian rekomendasi impor garam. Susi membela para petambak yang merasa khawatir setelah terbit peraturan pemerintah perihal impor garam.

"Saya juga surprised karena tidak ikut membahas dan tidak dilibatkan dalam peraturan pemerintah ini," ucap Susi. Puluhan petambak garam yang duduk di balkon mendengarkan penjelasannya. "Bagaimana saya membantu petani kalau saya tidak bisa memproteksi mereka?"

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 15 Maret lalu. Isinya tak lain mencabut kewenangan Susi mengeluarkan rekomendasi impor garam untuk industri. Ketentuan ini hanya memperbolehkan Kementerian Kelautan dan Perikanan menerbitkan rekomendasi pengadaan garam luar negeri untuk konsumsi rumah tangga.

Susi sebetulnya tak serta-merta menolak rencana impor garam tahun ini. Ia mengakui produksi garam nasional tak pernah cukup menutup kebutuhan industri tiap tahun. Namun ia menyadari ketakutan petambak bila garam impor untuk industri bocor ke pasar konsumsi. "Petani tidak punya semangat kalau harga jatuh karena kebocoran ini," tuturnya. "Apalagi penegakan hukumnya bukan di kami."

Jauh sebelum peraturan itu terbit, Kementerian Perindustrian menerima banyak keluhan dari industri. Sejumlah perusahaan di bidang farmasi, kimia, pengolahan kertas, dan makanan berteriak kesulitan bahan baku garam sejak November tahun lalu. Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono, mengatakan beberapa perusahaan asing mengancam angkat kaki dari Indonesia apabila pemerintah tak menjamin pasokan bahan baku mereka. "Ada yang mengancam hengkang ke Malaysia dan Singapura," ujar Sigit saat dihubungi pada Rabu pekan lalu.

PT Asahimas Chemical asal Jepang, menurut Sigit, mengancam akan mengajukan arbitrase bila produksinya terhambat karena pembatasan impor. "Dia berinvestasi Rp 5 triliun. Kalau sampai berhenti gara-gara garam, dia akan ke arbitrase," ucap Sigit.

Tak ingin investasi perusahaan farmasi serta kimia (chlor-alkali plant) limbung terlalu lama, Kementerian Perindustrian segera mengeluarkan proyeksi kebutuhan garam industri tahun ini sejak akhir Desember tahun lalu. Kementerian Perindustrian memproyeksi kebutuhan garam industri dengan kadar natrium klorida 97 persen basis kering tahun ini mencapai 3,7 juta ton. Perbedaan data mulai terlihat sejak itu. Kementerian Kelautan dan Perikanan memprediksi kebutuhan garam industri hanya 3,6 juta ton.

Pada awal Januari lalu, pemerintah kembali menggelar rapat koordinasi terbatas soal garam di kantor Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Sigit mengatakan rapat yang dihadiri pejabat eselon I Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan itu sepakat merumuskan rekomendasi impor garam industri sebesar 2,3 juta ton. Kementerian Perdagangan kemudian merumuskan alokasi peruntukan garam luar negeri untuk 21 perusahaan.

Dalam tabel rekomendasi, tertera 12 nama industri farmasi, 8 industri kimia, dan 1 industri pengasinan ikan. Kementerian Perdagangan mengizinkan perusahaan pengasinan bernama PT Mitra Tunggal Swakarsa menyerap 70 ribu ton garam impor.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengaku tak tahu asal-muasal rekomendasi dan izin impor 2,3 juta ton garam ini. "Saya tanya angka dari mana dan realisasinya seperti apa karena tidak ada laporan tertulisnya," kata Brahmantya, Senin pekan lalu. Tyo-sapaan akrab Brahmantya-mengaku mendapat daftar izin impor itu secara tidak resmi. "Saya minta penjelasan kenapa ada alokasi pengasinan ikan? Mereka tidak jawab," ucapnya.

Dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian, 19 Januari 2018, Kementerian Kelautan dan Perikanan memastikan kebutuhan garam dari luar negeri hanya 2,1 juta ton. Tyo mengatakan estimasi ini merupakan jumlah ideal untuk menutup kekurangan produksi dari total penggunaan nasional 3,9 juta ton per tahun. Khusus untuk bahan baku industri, tim mengusulkan impor sebanyak 1,8 juta ton. Sedangkan 313 ribu ton garam untuk konsumsi rumah tangga, menurut Tyo, sebisa mungkin dipenuhi dari produksi lokal.

Kementerian Koordinator Perekonomian rupanya menolak angka rekomendasi itu setelah mencocokkan data kebutuhan yang diajukan Kementerian Perindustrian dan Badan Pusat Statistik. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyetujui impor 3,7 juta ton tanpa perlu melewati rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. "Peraturannya tetap di Kementerian Kelautan dan Perikanan, tapi impor garam industri tidak memerlukan rekomendasi setiap kali impor," kata Darmin seusai rapat tersebut.

Sepekan kemudian, Kementerian Perdagangan mengumumkan izin impor garam untuk 21 perusahaan. Kementerian Kelautan baru menerbitkan rekomendasi impor dengan angka yang tak berubah sehari berikutnya. Langkah Kementerian Perdagangan membuat Menteri Susi geram. "Ternyata mereka sendiri sudah jalan dari awal," ucap Susi di depan anggota Dewan.

Direktur Impor Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan izin impor 2,3 juta ton telah diputuskan dalam rapat koordinasi yang melibatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Perindustrian di kantor Bareskrim pada awal Januari lalu. "Semua sudah dibahas, termasuk volume impor sampai alokasi untuk industri apa saja," ujar Indra.

Achmad Sigit Dwiwahjono membenarkan bahwa angka itu telah disepakati sebelum rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian. "Rapat di Bareskrim dihadiri juga oleh KKP," kata Sigit.

l l l

SEBELUM sampai ke tangan Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla telah menangkap ingar-bingar soal garam ini. Staf Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengatakan Kalla memanggil para menteri untuk mengklarifikasi perdebatan tersebut. Saat berkumpul dengan 50 perusahaan eksportir terbesar pada Januari lalu, Kalla juga meminta laporan mengenai kelangkaan garam. "Mereka bilang kesulitan. Bagaimana kita bisa tingkatkan ekspor kalau begini?" kata Sofjan.

Ribut wewenang rekomendasi impor garam ini, menurut Sofjan, persis seperti tahun lalu. Medio Juli 2017, Kalla menengahi persoalan tersebut dengan memberikan kewenangan kepada Kementerian Perdagangan untuk mengeluarkan izin impor garam industri tanpa rekomendasi dari Kementerian Kelautan. "Sekarang masalahnya makin besar karena investasi industri makanan dan minuman makin dobel kapasitasnya."

Ketua Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Adhi Lukman mengatakan salah satu perusahaan makanan ringan ternama terpaksa mengurangi produksi karena stok bahan baku garam makin kritis sejak awal Januari. Ia meminta Kementerian Kelautan segera mengucurkan tambahan garam impor untuk industri makanan. Selama ini stok garam lokal tak mencukupi dan tak layak sebagai bahan baku makanan. "Bahan garam impor juga jauh lebih murah," ujar Adhi. Tak mendapat respons positif dari Kementerian Kelautan, Adhi menyurati Presiden.

Presiden Joko Widodo sempat memanggil Menteri Susi Pudjiastuti. Salah seorang yang mengetahui pertemuan itu mengatakan Susi tak akan menggelontorkan impor berjumlah besar dalam satu tahap. "Bu Susi strict to this number," tuturnya. "Ibu melaporkan juga, kalau keluarkan impor glondongan 3,7 ton, berisiko untuk Pak Jokowi. Petambak garam nanti bilang apa?"

Medio Maret, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melapor ke Jokowi bahwa izin impor kali ini membutuhkan payung hukum agar tak melanggar Undang-Undang Perindustrian mengenai jaminan bahan baku produksi sekaligus melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Kewenangan Rekomendasi Impor Garam. Jokowi pun meminta Menteri Koordinator Perekonomian menggelar rapat koordinasi terbatas. Maka lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 itu. "Wewenang penugasan sudah ada di Presiden," kata Sofjan Wanandi.

Brahmantya Satyamurti Poerwadi, yang mewakili Susi dalam rapat tersebut, mengatakan belum menyetujui rancangan peraturan itu. "Saya tanyakan apa dasar penyusunan PP. Drafnya saya bawa pulang karena Bu Susi sedang di Amerika."

Pada rapat keesokan harinya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita rupanya telah menandatangani peraturan itu. Menteri Darmin mengatakan peraturan pemerintah ini sudah menjadi solusi final. "Menyelesaikan masalah jangan lagi menonjol-nonjolkan kewenangan," kata Darmin, Kamis pekan lalu.

Wakil Ketua Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat Viva Yoga mengatakan peraturan ini berpeluang dibatalkan lantaran bertentangan dengan undang-undang. "Dari sisi hukum saja ada konflik norma, turunan ke bawah bisa menimbulkan moral hazard," tuturnya.

Dengan peraturan baru, otoritas Menteri Susi Pudjiastuti kini hanya mengatur produksi garam lokal milik petani. Susi tak mau nantinya petambak garam hanya gigit jari melihat pasar dibanjiri garam luar negeri. "Intinya bagaimana meningkatkan kesejahteraan, juga produksi," ujar Susi sebelum berfoto dengan petambak garam.

Putri Adityowati, Khairul Anam, Praga Utama


Kronik Kisruh Impor Garam
25 Januari 2018. Kementerian Perdagangan menerbitkan izin impor garam 2,370 juta ton untuk 21 perusahaan. Industri pengolahan garam-yang memasok bahan baku buat industri makanan dan minuman-belum kebagian jatah kuota ini.
26 Januari 2018. Kementerian Kelautan dan Perikanan menerbitkan rekomendasi izin impor garam industri 2018 sebanyak 1,8 juta ton.
12 Maret 2018. Presiden Joko Widodo meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyelesaikan permasalahan impor garam industri, setelah mendapat laporan dari Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto soal kelangkaan bahan baku garam yang dialami industri makanan dan minuman.
13 Maret 2018. Kementerian Koordinator Perekonomian mengundang Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk membahas Rancangan Peraturan Pemerintah Pengendalian Impor Komoditas Garam dan Perikanan. Undangan tertulis baru diterima pada 14 Maret 2018.
14 Maret 2018. Kementerian Kelautan dan Perikanan menerima draf RPP Pengendalian Impor Komoditas Garam dan Perikanan. Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut tidak setuju terhadap RPP tersebut dan tidak bisa mengambil keputusan, serta berjanji meminta persetujuan Menteri Susi.
15 Maret 2018. Lewat pesan instan, Kementerian Koordinator Perekonomian mengundang Kementerian Kelautan dan Perikanan datang dalam Rapat Koordinasi Terbatas tentang Pemenuhan Kebutuhan Garam Industri. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengirimkan draf Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri kepada Presiden. Draf diteken oleh Darmin dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
16 Maret 2018. Dalam rapat koordinasi terbatas, Kementerian Koordinator Perekonomian memberi tahu bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 telah terbit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus