Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PAGAR setinggi sekitar tiga meter mengelilingi kompleks kantor dan pergudangan tanpa papan nama di Jalan Raya Ambat, Pamekasan, Jawa Timur. Tiga bangunan yang difungsikan sebagai kantor terletak di area depan. Beberapa plang yang terpasang menunjukkan banyak perusahaan berkantor di sana.
Di salah satu bangunan, terpampang sejumlah papan nama perusahaan, antara lain PT Dermaga Segara Tatanusa, PT Antar Sarana Rekasa, PT Asia Madura, dan PT Asia Era Madura. Di sebelahnya, papan kecil PT Mitra Tunggal Swakarsa menutupi salah satu jendela. Di bagian belakang bangunan itu berjejer gudang berisi tumpukan garam.
Meski ada banyak perusahaan yang berkantor di sana, penduduk sekitar lebih mengenal kompleks kantor dan pergudangan ini sebagai "Gudang Garindo", merujuk pada nama PT Garindo Sejahtera Abadi sebagai pemilik kompleks. "Kami tahunya milik Garindo, jadi disebut begitu," ujar Solehah, penduduk setempat yang berjualan di sekitar gudang. Plang nama Garindo tak terlihat di kompleks itu.
Nama PT Mitra Tunggal Swakarsa sejak Februari lalu menjadi sorotan banyak pihak. Musababnya, nama perusahaan ini muncul dalam daftar 21 perusahaan importir garam industri yang diterbitkan Kementerian Perdagangan pada 25 Januari lalu. Dalam daftar itu, Mitra Tunggal menjadi satu-satunya perusahaan berstatus pengasinan ikan yang mendatangkan garam impor sebanyak 70 ribu ton.
Sejumlah pihak mengendus ada kejanggalan pada perusahaan tersebut. Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia Jakfar Sodikin mengatakan keanehan terlihat dari usia perusahaan yang belum mencapai satu tahun. "Oktober baru berdiri, kok sudah dikasih izin?" katanya Senin pekan lalu.
Tempo mendapatkan salinan dokumen Tanda Daftar Perusahaan Perseroan Terbatas keluaran Dinas Penanaman Modal Kabupaten Pamekasan. Dalam dokumen yang berlaku sejak 2 Oktober 2017 itu disebutkan kapasitas produksi perusahaan berupa garam cucian bahan baku sebanyak 200 ribu ton per tahun, garam industri pangan nonpangan 70 ribu ton per tahun, dan garam konsumsi beryodium sebanyak 70 ribu ton per tahun. Di sana tertulis nama penanggung jawab perusahaan adalah Kwee Adhi Gunawan.
Belum satu bulan surat itu keluar, Mitra Tunggal mendapatkan Angka Pengenal Importir-Produsen dari Dinas Penanaman Modal Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dokumen ini terbit pada 25 Oktober 2017. Seminggu kemudian, perusahaan mendapatkan akses kepabeanan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai importir dan eksportir.
Setelah mendapatkan aneka dokumen itu, Mitra Tunggal mengajukan izin impor garam industri kepada Kementerian Perdagangan pada 10 November 2017. Kementerian Perdagangan memberi persetujuan izin impor garam industri pada 4 Januari 2018. Perusahaan bergerak cepat. Lima hari kemudian mereka mengajukan rekomendasi bongkar-muat garam asal Australia sebanyak 27.500 ton di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Garam asal Negeri Kanguru itu tiba di Pelabuhan Tanjung Perak pada akhir Januari lalu menggunakan kapal MV Nord Tokyo. Kedatangan garam ini disorot sejumlah organisasi petani garam. Mereka mengadu ke Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur. Pada 5 Februari lalu, rombongan anggota Dewan dan para petani menggeruduk gudang Mitra Tunggal di Kecamatan Manyar, Gresik.
Ketua Aliansi Masyarakat Garam Ubaid Doel Hayat, yang ikut dalam inspeksi itu, mengatakan ada banyak kejanggalan yang ditemukan. Misalnya, kata dia, lokasi gudang berada di area pabrik PT Garindo Sejahtera Abadi. Lalu ada karung garam berlogo Garindo yang berisi garam Mitra Tunggal. Temuan lain adalah keberadaan garam kualitas non-industri yang didatangkan dari India. "Garam asal India ini tiba di Surabaya setelah garam Australia masuk," ujar Ubaid. Jika ditaksir, dia menambahkan, jumlah garam yang ada di gudang tersebut mencapai 50 ribu ton.
Garindo adalah perusahaan produsen garam yang pada tahun lalu terungkap mengolah dan mengedarkan garam industri menjadi garam konsumsi. Di lokasi yang sama pada Mei 2017, Kepolisian Daerah Jawa Timur menggerebek gudang dan menemukan timbunan garam spesifikasi industri asal Australia yang dikemas dengan merek Gajah Tunggal untuk dijual ke pasar.
Ini bukan kasus pertama yang melibatkan Garindo. Pada 2015, bekas Direktur Utama Garindo, Tjindra Johan, menjadi tersangka kasus suap izin impor garam, yang turut menjerat bekas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan.
Letak kantor dan gudang Mitra Tunggal yang berada di kompleks milik Garindo menguatkan dugaan kedua perusahaan ini terafiliasi. Selain itu, Jakfar Sodikin mempertanyakan status Mitra Tunggal sebagai perusahaan pengasinan ikan. Industri pengasinan ikan, kata dia, tidak butuh garam spesifikasi industri (berkadar sodium klorida atau NaCL minimum 97 persen). "Pakai garam produksi rakyat yang kadar NaCL-nya 80 persen saja cukup." Ia khawatir garam impor Mitra Tunggal akan merembes ke pasar.
Saat dimintai konfirmasi, pihak Garindo tutup mulut. Didatangi pada Kamis pekan lalu, kantor Garindo yang terletak di Jalan Tanjung Perak Barat, Surabaya, tampak lengang. Resepsionis kantor menolak menghubungkan Tempo dengan manajemen perusahaan. "Maaf, kami enggak bisa ngomong," ucapnya. Tempo juga berupaya mengontak Direktur Pemasaran Mitra Tunggal, Arya Sugiarta. Dihubungi sepanjang pekan lalu, Arya tak menjawab panggilan telepon dan membalas pesan yang dikirimkan. Jakfar Sodikin mengatakan Arya Sugiarta adalah adik tiri Tjindra Johan.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono membenarkan ihwal tak perlunya industri pengasinan ikan memakai garam industri. "Seharusnya tidak perlu, tapi kan masalahnya stok garam habis," ujarnya Rabu pekan lalu. Dia menyatakan terbitnya rekomendasi kepada Mitra Tunggal merupakan wewenang Kementerian Perdagangan. "Kami hanya menentukan alokasi," kata Sigit. "Soal perusahaannya siapa saja ada di Kementerian Perdagangan."
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan dua pekan lalu menyatakan afiliasi Mitra Tunggal dan Garindo bukan masalah. Izin impor, menurut dia, bisa diberikan sepanjang perusahaan memiliki izin usaha industri (IUI). Meski begitu, Oke mengklaim lembaganya tidak sembarangan memberi izin. "Dalam catatan kami, yang punya rekam jejak tak baik adalah Garindo, bukan PT Mitra. Kami berbasis pada IUI mereka," ujarnya. Oke menuturkan, pemerintah juga menggandeng polisi untuk mengawasi gudang importir.
Menurut Direktur Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, pemberian izin kepada Mitra Tunggal dan perusahaan lain sudah dibahas dalam rapat koordinasi pada Januari lalu. "Ini bagian dari izin impor 2,37 juta ton untuk 21 perusahaan," ucapnya.
Izin impor itu diterbitkan Kementerian Perdagangan pada Januari lalu, sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018, tentang tata cara impor garam diterbitkan pada Maret. "Di PP itu, kuota yang kami keluarkan sudah diakomodasi. Ada di pasal 7," katanya.
Pasal 7 aturan itu menyebutkan izin impor garam industri yang diterbitkan Kementerian Perdagangan dengan jumlah 2,3 juta ton dapat dilaksanakan dan dinyatakan berlaku mengikat. "Artinya tetap bisa berjalan," ujar Indrasari Wisnu.
Praga Utama, Putri Adityowati, Khairul Anam, Musthofa Bisri (pamekasan), Artika Farmita (surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo