Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indeks Kepercayaan Industri (IKI) periode September 2024 mencatatkan angka 52,48. Capaian ini tak banyak berubah dibandingkan periode Agustus 2024, yakni sebesar 52,40. Sedangkan secara tahunan, IKI bulan melambat 0,03 poin dibandingkan September tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, mengatakan capaian IKI bulan ini secara keseluruhan cenderung stagnan. Menurut dia, hal ini disenabkan belum adanya kebijakan signifikan bagi industri manufaktur yang dikeluarkan oleh kementerian/lembaga lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan yang dia maksud adalah revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan Domestik, Peraturan Menteri Keuangan terkait Bea Masuk Antidumping (BMAD) ubin keramik impor, dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) kain impor.
“Saat ini Kementerian Perindustrian masih menunggu sikap perbankan terhadap kebijakan penurunan suku bunga, sehingga dapat memperbanyak kredit manufaktur. Demikian juga untuk kebijakan harga gas industri yang berkorelasi kuat dengan IKI,” ucap Febri dalam keterangan tertulis, Selasa, 1 Oktober 2024.
Capaian September ini ditopang oleh 21 subsektor yang mengalami ekspansi dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan II 2024 sebesar 97,3 persen.
Industri Barang Galian Non-Logam merupakan subsektor dengan kenaikan nilai IKI tertinggi. Febri menduga, tingginya permintaan pada industri semen untuk mendukung pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) mendorong kenaikan IKI Industri Barang Galian Non-Logam.
Sedangkan subsektor yang mengalami kontraksi adalah Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik dan Industri Pengolahan Lainnya. Industri keramik juga masih menderita akibat banjir produk impor, meskipun ada beberapa produk industri keramik seperti saniter yang permintaan dan ekspornya meningkat.
Subsektor lain yang mengalami kontraksi, yaitu Industri Pengolahan Lainnya. Subsektor ini mengalami penurunan pesanan, baik di luar negeri maupun dalam negeri. Febri menjelaskan, Industri Pengolahan sangat bergantung kepada permintaan khususnya permintaan luar negeri. “Kondisi perekonomian negara mitra mempengaruhi pesanan dan harga jual subsektor industri pengolahan lainnya,” katanya.